Selasa, 07 Oktober 2014

TNI dan Geopolitik Indonesia

TNI dan Geopolitik Indonesia

Ribut Lupyanto  ;   Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration) Jogjakarta
JAWA POS,  06 Oktober 2014




TENTARA Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 69 tahun pada 5 Oktober 2014. Hari ulang tahun (HUT) TNI tahun ini mengambil tema Patriot Sejati, Profesional, dan Dicintai Rakyat. Puncak HUT tersebut akan dilaksanakan di Koarmatim, Dermaga Ujung, Surabaya, pada 7 Oktober 2014.

TNI merupakan tumpuan utama bangsa menyangkut keamanan dan ketahanan dari faktor eksternal. Faktanya, TNI masih memiliki banyak keterbatasan, misalnya dalam hal personel. Data TNI (2013) menunjukkan, satu prajurit harus menjaga wilayah 5,79 kilometer persegi. Rasio itu lebih berat jika dibandingkan dengan negara tetangga. Seorang prajurit Malaysia mengamankan wilayah 4,12 kilometer persegi. Sementara itu, satu orang prajurit Thailand mengamankan 2,71 kilometer persegi. Di Singapura, seorang prajurit hanya mengamankan 0,01 kilometer persegi.

Rasio prajurit TNI untuk keselamatan jiwa warga Indonesia juga sangat jauh. Satu orang prajurit TNI harus melindungi 722 orang warga. Jika dibandingkan dengan Malaysia, hampir separo, yaitu satu orang prajurit menjaga 310 orang. Di Thailand, satu orang prajuritnya melindungi 342 orang dan satu orang prajurit Singapura hanya melindungi 91 warganya.

Tantangan TNI ke depan semakin berat seiring dengan arus globalisasi dan kompetisi geopolitik internasional. Salah satu strategi yang mesti ditempuh ialah menguatkan ketahanan nasional melalui revitalisasi geopolitik Indonesia.

Konsep Geopolitik Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara, baik darat (kontinen) maupun laut (maritim). Wilayah Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara; India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Kondisi geografis tersebut merupakan potensi sekaligus tantangan dan ancaman bagi kedaulatan negara. Tantangan dan ancaman dapat berbentuk sengketa perbatasan wilayah, hubungan bilateral, serta hubungan multilateral. Salah satu kebutuhan presiden baru adalah kemampuan manajerial politik berbasis pendekatan geografis atau dikenal sebagai geopolitik.Kekuatan geopolitik di era kekinian menjadi aspek penting bagi daya saing suatu bangsa.

Manifestasi geopolitik Indonesia adalah wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara dimaknai sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasar Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan geografi wilayah Nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya (Kaelan, 2003). Pemimpin ke depan bertanggung jawab penuh atas terealisasikannya wawasan Nusantara yang mengarah kepada kuatnya eksistensi bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Eksistensi bangsa akan terwujud dengan perpaduan kemampuan survive dan power.  Survive dan power  terwujud dengan pemahaman utuh dan integral tentang geopolitik, baik positioning maupun ruang. Positioning merupakan kesadaran tentang lokasi Indonesia yang berada pada posisi sangat strategis, berada di antara dua benua dan dua samudra. Geopolitik sebagai ruang adalah kesadaran bahwa unsur ruang hidup berupa bumi Indonesia ditakdirkan kaya akan sumber daya alam (SDA).

Indonesia harus memaknai positioning maupun ruang dengan memandang dunia internasional dan mengondisikan relasi-relasinya dalam dunia internasional itu. Pemimpin wajib menampilkan diplomasi internasional yang memiliki posisi tawar kuat dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu penentu kebijakan internasional. Pemimpin juga wajib melindungi rakyatnya dari efek ekspansi ekonomi negara asing.

Frederich Ratzel (1844–1904) sebagai salah seorang tokoh pencetus teori geopolitik memaparkan bahwa negara harus mengambil dan menguasai satuan-satuan politik yang bernilai strategis dan ekonomis demi membuktikan keunggulannya. Hanya negara unggul yang bisa bertahan hidup dan menjamin kelangsungan hidupnya. Geostrategi diawali dengan menguasai heartland, lalu menguasai world island , maka dunia akan dikuasai.

Salah satu kriteria heartland adalah kekayaan sumber daya alam (SDA) karena SDA adalah modal kehidupan negara. Atas dasar tersebut, dapat dipahami bahwa Indonesia telah diincar oleh berbagai bangsa sebagai heartland. Hal itu adalah kekuatan sekaligus ancaman. Fakta ekspansi ekonomi melalui penguasaan asing atas penyewaan pulau, perusahaan-perusahaan pertambangan, dan perkebunan telah membuktikan. Implikasinya, potensi konflik muncul, ketahanan nasional terganggu, dan kedaulatan dalam kondisi mengkhawatirkan.

Tugas Jokowi-JK

Geopolitik modern mengajarkan kompetisi internasional tanpa pendekatan militer. Namun demikian, TNI tetap perlu diperkuat sebagai penjaga kedaulatan. Konsekuensi lain guna meringankan tugas TNI adalah penguatan politik internasional.

Politik internasional adalah aspek strategis dalam rangka menghadapi kompetisi global. Politik internasional tanpa daya dan wibawa akan semakin mengantarkan Indonesia kepada derajat rendah dalam percaturan global. Kepemimpinan ke depan mesti berjuang keras guna mengembalikan kejayaan dan kedaulatan bangsa. Visi dan misi geostrategi mesti dikuatkan dan diimplementasikan dalam rangka revitalisasi geopolitik Indonesia.

Pemerintahan Jokowi-JK mesti tegas dalam diplomasi dengan negara asing. Geostrategi yang dibutuhkan, antara lain, terkait dengan peningkatan kualitas perjanjian internasional serta langkah tegas jika berpolemik hingga bersengketa dengan negara lain.

Penanganan masalah internasional penting dilakukan dalam skala prioritas. Prioritas tersebut, misalnya, terkait dengan sengketa wilayah dan TKW dengan Malaysia, ekstradisi koruptor dengan Singapura, imigran gelap dan penyadapan dengan Australia, dan seterusnya. Perjanjian bilateral dan multilateral juga penting diagendakan kembali dan dituntaskan selama kepemimpinan lima tahun mendatang.

Jokowi-JK mesti segera menerapkan geostrategi menghadapi arus globalisasi mendatang. Langkah konkret penting direalisasikan terkait dengan pemberlakuan MEA 2015, keterbukaan tenaga kerja asing,globalisasi,dan lainnya.

Jokowi-JK juga mesti membawa bangsa ini disegani dengan tampil ke depan mengambil peran internasional. Misalnya, Indonesia dapat melanjutkan dan semakin intensif dalam penyelesaian masalah Palestina. Masalah-masalah regional ASEAN juga mesti menjadi fokus kontribusi bangsa ini.
Indonesia tidak memiliki alasan untuk lemah dalam percaturan internasional. Geopolitik Indonesia yang strategis hendaknya memberikan posisi tawar yang kuat. Segala tantangan mesti dihadapi dengan revitalisasi geopolitik. Agenda penguatan TNI dan geopolitik menjadi salah satu bahan mengevaluasi pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar