Pembangunan
Pertahanan
Sjafrie Sjamsoeddin ; Wakil Menteri Pertahanan
|
KOMPAS,
04 Oktober 2014
PERJALANAN kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dilepaskan
dari semangat dan komitmen seluruh bangsa untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia. Inilah yang dikenal dengan kepentingan nasional yang
esensinya menjaga kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam buku terbarunya berjudul Logika Ketahanan dan Pembangunan
Nasional, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengingatkan
perlunya cara pandang holistik dalam merumuskan kebijakan pembangunan
nasional. Menurut Daoed Joesoef, pembangunan nasional tidak bisa sekadar
bertumpu pada kekuatan ekonomi semata, tetapi harus merupakan agregat dari
optimalisasi wilayah NKRI, manusia Indonesia, sistem nasional, kekuatan
ekonomi, dan militer.
Lima faktor itu dimultiplikasi dengan tiga faktor lain, yaitu tekad,
kecerdasan, dan strategi nasional, agar pembangunan bisa menyejahterakan
rakyat.
Jelaslah bahwa pembangunan kekuatan militer bukanlah sekadar
gagah-gagahan, melainkan merupakan bagian tidak terpisahkan untuk menopang
pembangunan nasional. Dengan kekuatan militer yang disegani, stabilitas
nasional lebih terjaga dan menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Negara melalui konstitusi mengamanatkan untuk memformulasikan legalitas
dan legitimasi sebagai landasan membangun sistem pertahanan negara. Inilah
yang dikenal sebagai upaya bela negara dengan sistem pertahanan keamanan
rakyat semesta sebagai kekuatan pertahanan militer oleh TNI dan kekuatan
pertahanan nirmiliter oleh rakyat.
Lebih jauh, pembangunan pertahanan harus ditopang oleh kemampuan
industri pertahanan. Tidak mungkin kita terus bertumpu pada alat utama sistem
persenjataan produksi negara lain karena kita akan tergantung dan didikte
dari negara lain.
Panglima Besar Jenderal Soedirman sejak awal berpesan bahwa negara
Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja. Perlu kerja sama
seerat-eratnya dengan golongan dan badan-badan di luar tentara.
Konstelasi
strategis
Untuk membangun sistem pertahanan negara yang unggul tidak cukup hanya
dengan konsep pemikiran strategis. Pemerintah perlu senantiasa mencermati
konstelasi strategis yang dinamis dan berkembang sebagai referensi untuk
memformulasikan arsitektur pertahanan yang unggul dan berstamina tinggi.
Pencermatan terhadap landscape ancaman nasional, regional, dan global
yang diperankan oleh state actors dan nonstate actors harus peka dan tajam.
Negara kita yang kaya sumber daya alam di darat dan di laut jangan sampai
terkuras kepentingan ilegal yang menghabiskan devisa.
Apa yang terjadi di Irak melalui gerakan Islamic State of Iraq and
Syria atau dikenal dengan ISIS harus menjadi referensi kita dalam mencermati
potensi terhadap keamanan negara. Itulah yang menuntut kita lebih waspada
dalam mengantisipasi ancaman terhadap keamanan dan juga kedaulatan negara.
Peta politik, ekonomi, dan soliditas nasional merupakan bagian dari
konstelasi strategis yang perlu menjadi perhatian dalam merancang bangun
pertahanan negara agar tidak terjadi disorientasi dalam menentukan navigasi
pertahanan negara. Intinya, kita harus memperhatikan geopolitik dan
geostrategis.
Revolution
in military affairs (RMA) merupakan tuntutan universal dalam
membangun kekuatan pertahanan militer. Nilai kedaulatan teritorial NKRI di
darat, di laut, dan di udara merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.
Tugas untuk menjaga wilayah kedaulatan tidak dapat dinilai walaupun
pemerintah perlu menentukan platform
defence budget. Kita memerlukan anggaran pertahanan 1-2 persen dari
produk domestik bruto, saat ini masih 0,8 persen dari PDB.
Keterbatasan anggaran negara tentu tidak boleh membuat kita menyerah
untuk menjaga kedaulatan NKRI. Untuk itu, diperlukan komitmen bangsa dan
negara dari dua aspek, yaitu sistem yang ditopang oleh kemampuan dan
kesanggupan.
Kemampuan dibangun dari profesionalitas dan intelektualitas sumber daya
manusia. Kesanggupan diwujudkan dalam aplikasi kualitas kinerja di semua
strata manajemen disertai semangat militansi menghadapi berbagai tantangan.
Inilah prasyarat bagi kita membangun sistem pertahanan negara.
Kita sungguh memerlukan visi dan misi pertahanan negara untuk mewujudkan
negara yang mampu dan sanggup menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Satu dasawarsa terakhir negara telah membangun kekuatan militer dan
industri pertahanan. Walau belum sampai tingkatan ideal, industri pertahanan
kita—baik yang menyediakan alat utama sistem persenjataan matra darat, laut,
maupun udara—menunjukkan kemampuan yang bisa dibanggakan. Tidak hanya dilihat
dari produk yang dihasilkan mulai dari panser Anoa, kapal cepat patroli,
hingga pesawat transpor militer, tetapi pengakuan industri militer dunia,
seperti Reichmettal Jerman dan Nexter serta Roxel dari Perancis.
Keberhasilan kita dalam membangun demokrasi dihormati oleh
negara-negara lain. Itulah yang membuat industri pertahanan kita tidak lagi
dilihat sebagai ancaman, tetapi partner strategis untuk bekerja sama.
Tantangan strategis dalam membangun sistem pertahanan Indonesia adalah
konsistensi dan kontinuitas kebijakan yang mampu mengoptimalkan pembangunan
kekuatan pertahanan dan industri pertahanan. Tantangan ini hanya bisa dijawab
dengan sumber daya manusia di bidang pertahanan yang mampu, sanggup, dan
militan.
Di sinilah TNI terpanggil untuk senantiasa mengasah jati dirinya
sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, tentara nasional, dan tentara yang
profesional. Dirgahayu Ke-69 TNI. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar