Selasa, 07 Oktober 2014

DPD Harus Jadi Solusi, Bukan Jadi Problem

DPD Harus Jadi Solusi, Bukan Jadi Problem

( Wawancara )

Irman Gusman  ;   Ketua Dewan Perwakilan Daerah 2014-2019
KOMPAS,  04 Oktober 2014




MELALUI proses pemilihan yang damai dan penuh persahabatan, Kamis (2/10) malam, Irman Gusman terpilih kembali menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah. Irman adalah tokoh senior. Dia mengawali karier politiknya sebagai Wakil Ketua Fraksi Utusan Daerah di Majelis Permusyawaratan Rakyat (1999-2004). Dia juga pernah menjadi Wakil Ketua DPD (2004-2009) dan Ketua DPD (2009-2014).

Ketika Kompas mewawancarai Irman di ruang kerjanya, Jumat, begitu banyak telepon dari tokoh partai politik hingga duta besar negara sahabat yang memberikan ucapan selamat. Pembicaraannya begitu beragam, mulai dari sekadar memberikan ucapan selamat, pertarungan pemimpin MPR, hingga kondisi masa depan republik ini.

Irman memang mengkhawatirkan kondisi perpolitikan yang terjadi belakangan ini. Dia pun berharap DPD yang dipimpinnya bisa berkontribusi memberikan solusi, bukan malah menjadi bagian dari masalah. Berikut petikan wawancaranya.
-----------------------

Bagaimana Anda memandang Indonesia di hari-hari ini?

Indonesia kini berada di ambang krisis politik yang harus diwaspadai. Saya jadi berpikir, untuk apa kita berperilaku (bermusuhan) begini? Nuansa balas dendam bahkan sangat terasa. DPD pun ingin menjadi pemberi solusi dari banyak hal, termasuk masalah krisis politik. DPD harus jadi part of the solution, bukan part of the problem.

Krisis politik ini sudah begitu mengganggu. Rupiah, misalnya, sudah melemah, lalu begitu banyak orang menelepon saya, misalnya para duta besar. Ekonomi Indonesia yang sudah baik secara makro pun lama-lama bisa menjadi terganggu. Jadi, ada baiknya kita segera bermusyawarah.

Apa untungnya kita berpolitik untuk saling menyandera. Tujuan berpolitik itu harus dimaknai kembali. Jangan sampai demokrasi itu hanya untuk mencari kursi, tetapi merupakan upaya untuk menyejahterakan rakyat.

Mengapa DPD merasa dapat menjadi pemberi solusi?

Dalam sepuluh tahun terakhir, meski tidak ramai-ramai di media, DPD sudah berupaya berbuat maksimal bagi masyarakat. DPD telah mampu menjadi penyalur aspirasi masyarakat daerah. Maka, konflik pun menurun dan dana transfer naik. Kami itu selalu menyelesaikan masalah.

DPD itu sangat berperan menjaga keutuhan Indonesia tanpa harus tersekat-sekat politik. Dulu, tidak ada ruang bagi daerah untuk berekspresi.

Banyak yang demo-demo, termasuk para gubernur. Setelah saya tanyakan, ya, sebenarnya mereka hanya butuh keadilan. Dulu, apakah ada uang yang kembali ke Aceh dari ladang gas di Arun? Tidak banyak, kan. Dulu, banyak hal itu hanya diatasi dengan hanya membagi-bagikan ”permen”. Orang daerah itu cukup dijadikan menteri, tetapi bukan yang substansial.

Reformasi pun digulirkan dengan agenda untuk otonomi daerah seluas-luasnya. DPD pun terbentuk untuk menjalankan agenda tersebut.

DPD itu bisa merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). DPD pun dibentuk untuk mengharmoniskan hubungan pusat dan daerah. Tidak lagi bersifat hierarkis, tetapi didasarkan pada kesetaraan.

Bagaimana sejauh ini pengakuan terhadap DPD?

Awalnya, mungkin belum banyak yang memahami arti penting kelahiran DPD sebagai buah dari reformasi. Tidak heran jika masih ada anggota DPR yang menganggap DPD sebagai saingan. Hal itu terjadi karena mereka tidak paham.

Saat ini, (mereka) mulai paham arti penting DPD. Ini bukan terjadi ujug-ujug, tiba-tiba terjadi. Itu perjuangan bersama.

Sejak tahun 1999, saya pun sudah berjuang di parlemen. Perjuangan bersama DPD ini akan saya lanjutkan.

Bagaimana peran DPD ke depan?

Secara kelembagaan, DPD memang belum dihadirkan sebagaimana seharusnya. Seharusnya ”kamar-kamar” di parlemen itu saling checks and balances. Two eyes are better than one eye, dua mata selalu lebih baik dari satu mata. Kita harus lebih sering menyeimbangkan (dua kamar) itu di parlemen.

Sistem parlemen ini saya akui belum baik dan harus diperbaiki. DPD juga harus terus membangun sistem. Kami, kan, baru ada selama sepuluh tahun, masih terus belajar. DPR pun baru belajar dengan adanya kamar kedua.

Bagaimana memperbaiki kelembagaan DPD? Mungkinkah kewenangan DPD dibuat lebih berdaya?

Ini (sambil memperlihatkan tumpukan dokumen) adalah rekomendasi MPR untuk memperkuat DPD. MPR (tahun 2014-2019) harus secepatnya (mengerjakan rekomendasi), kalau bisa tahun ini atau tahun depan, untuk memperkuat kewenangan DPD, juga dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD).

Rekomendasi MPR juga dimaksudkan mengamanatkan MPR (2014-2019) untuk menata sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan UUD 1945 meski dengan tetap mempertahankan NKRI, mempertegas presidensial, serta mengubah UUD dengan cara adendum.

Tadi Anda bicara soal DPD sebagai pemberi solusi. Apa langkah terdekat yang akan dikerjakan untuk mengatasi persoalan bangsa?

Persoalan sekarang adalah soal adanya ketidakarifan dalam politik. Saya ingatkan, jangan ada pertarungan politik yang membuat masyarakat muak. Kini, kenegarawanan pun absen. Apa kita ingin balik ke zaman sebelum tahun 1999? Apakah rakyat harus marah terlebih dahulu?

Jadi, saya mengajak elite bangsa ini duduk bersama terlebih dahulu. Itu yang mau saya bawa. Itu yang saya mau supaya DPD menjadi bagian dari pemberi solusi, part of the solution.

Jangan sampai rakyat mencabut (lagi) mandatnya. Jangan set back, mundur. Mari para elite, terutama yang dulu pernah berjuang untuk reformasi, menuntaskan hal ini.

Sebagai langkah terdekat, apakah DPD akan berperan dalam menentukan kepemimpinan di sidang MPR Senin nanti?

Harus dipahami dulu bahwa bagi saya, soal kepemimpinan itu urusan kecil. Itu hanya soal kekuasaan. Namun, saya akan mencoba untuk lebih berperan dalam Sidang Paripurna MPR Senin nanti.

Kami ingin (dalam Sidang Paripurna MPR) ada musyawarah yang baik. DPD juga harus diingat sebagai fraksi terbesar di MPR dengan 132 anggota sehingga kami akan berperan besar di sana.

Saya akan mencoba untuk membangun ”Merah Putih menjadi Indonesia yang hebat”. Artinya, saya akan mencoba untuk mengombinasikan (dua) kekuatan itu untuk bersama-sama membangun bangsa ini menjadi lebih hebat. Membangun negara ini perlu gotong royong. Ini kultur kita. Sistem demokrasi yang kita lakukan pun harus disesuaikan dengan budaya kita.

Sekali lagi, jangan ada pertarungan politik sehingga masyarakat muak. Harus dijaga momentum yang baik ini setelah suksesnya pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu. DPD harus memainkan peranan secara lebih arif untuk kemajuan negara.
--------------------

Setelah wawancara selesai, Irman Gusman langsung melesat menuju diskusi-diskusi politik selanjutnya. Dia juga terdengar masih mengecek sejauh mana upaya DPD untuk berkomunikasi politik dengan sejumlah fraksi di MPR.

Sikap Irman kini terasa lebih tegas dan dia tampak makin bersemangat pada periode kedua kepemimpinannya.

Irman pun tertawa terbahak-bahak ketika dikatakan sikapnya kini terasa lebih tegas setelah resmi terpilih menjabat Ketua DPD untuk kedua kalinya. Menurut dia, soal perjuangan yang strong atau soft tidak jadi soal karena yang terpenting adalah tujuannya tercapai.

Mampukah Irman bersama dua wakil ketua DPD lain, yaitu GKR Hemas dan Faroukh Muhammad, membuat DPD berperan dalam lima tahun mendatang seperti dicita-citakan reformasi dan dijanjikannya itu? Waktu yang akan menjawabnya.

Kebersamaan dan kesatuan langkah dari 50 anggota lama DP yang terpilih kembali dan 79 anggota DPD pendatang baru juga akan sangat menentukan kekuatan mereka dalam mengimbangi kekuatan DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar