Transparansi
Penggalangan Dana Publik
Sudaryatmo ; Pengurus Harian
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
|
KOMPAS,
11 April 2014
Setiap
kali terjadi bencana selalu ada lembaga yang berinisiatif menggalang dana
publik. Pada masa kampanye seperti sekarang, dapat dipastikan hal yang sama
terjadi. Pertanyaannya kemudian, sampaikah dana-dana tersebut ke tujuan?
Dihargaikah hak-hak masyarakat yang menyumbangkan uangnya?
Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencoba meneliti transparansi dan
akuntabilitas penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta 2013.
YLKI
menyumbang ke sejumlah lembaga yang beraktivitas menggalang dana publik,
kemudian YLKI meminta laporan penggunaan dana publik yang sudah terkumpul.
Inilah hasil penelitian pendahuluannya.
Profil
lembaga yang menggalang dana publik untuk korban banjir Jakarta 2013 ternyata
cukup beragam. Dari 11 lembaga yang dijadikan sampel, paling banyak adalah
lembaga sosial kemanusiaan dan keagamaan (Aksi
Cepat Tanggap, Lazismu, PKPU, Palang Merah Indonesia DKI Jakarta, Daarut
Tauhid), disusul lembaga komersial (MNC TV, Radio Elshinta, PT XL Axiata,
PT Mabua Harley Davidson). Sisanya adalah lembaga negara (Dewan Perwakilan
Rakyat) dan himpunan asosiasi pengusaha (HIPMI Jaya).
Dari 11
lembaga itu, ternyata hanya tiga lembaga yang teridentifikasi memiliki
perizinan dari Kementerian Sosial (MNC TV Peduli, PKPU, dan Elshinta Peduli).
Padahal,
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelak-
sanaan
Pengumpulan Sumbangan, setiap penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang
untuk keperluan korban bencana harus mendapat izin dari Kementerian Sosial.
Rekening dana
Aspek
lain adalah penyaluran donasi dari masyarakat. Pemerintah mensyaratkan
rekening harus atas nama rekening lembaga, sehingga semua arus uang masuk
tercatat oleh bank. Ternyata, dari sepuluh lembaga yang menyediakan akses
sumbangan melalui bank, sembilan lembaga menggunakan rekening lembaga dan
satu lembaga (DPR) menggunakan rekening pribadi, salah satunya anggota staf
ketua DPR atas nama Nunu Nugraha. Satu lembaga, akses sumbangan melalui pesan
singkat (SMS) (PT XL Axiata).
Penggunaan
rekening lembaga dalam penggalangan dana publik oleh lembaga sosial kemanusiaan
tidak ada masalah dan memang seharusnya begitu.
Namun,
tidak demikian halnya dengan lembaga komersial. Penggalangan dana publik oleh
lembaga komersial dengan menggunakan rekening atas nama PT, seperti yang
dilakukan MNC TV Peduli dan Mabua Harley Davidson, berpotensi bermasalah.
Sebab, dana publik bercampur dengan dana korporasi.
Maka,
sebuah lembaga komersial yang memiliki kepedulian kepada korban
banjir
dan menggalang dana publik seyogianya membuat lembaga sosial terpisah
sehingga rekening pun atas nama lembaga tersebut.
Penggalangan
dana publik oleh DPR dengan menggunakan rekening pribadi adalah sebuah
kesalahan fatal. Selain melanggar ketentuan, tampaklah bahwa DPR
menggampangkan masalah, selain sebenarnya juga tidak pas.
Laporan ke donatur
Salah
satu hak donatur adalah memperoleh laporan penggunaan dana publik yang
disumbangnya. Dari 11 lembaga yang menggalang dana publik, ada empat lembaga
yang memberikan laporan secara tertulis kepada YLKI, yakni MNC TV Peduli, PT
XL Axiata, ACT, dan Elshinta Peduli). Itu pun setelah YLKI mengirimkan surat,
meminta laporan. Seharusnya, ada atau tidak ada permintaan, sebagai bentuk
apresiasi kepada donatur, lembaga mengirimkan laporannya.
Bagi
para donatur, ketika mau menyumbang ke suatu lembaga, angka rasio biaya
operasional lembaga dibanding biaya program adalah hal penting untuk
diketahui. Apakah dana publik yang terhimpun ini sebagian besar sampai ke
korban, atau habis untuk biaya operasional termasuk menggaji pengurusnya.
Kementerian Sosial menetapkan, biaya administrasi dan biaya operasional
lembaga tidak boleh lebih dari 10 persen dari jumlah keseluruhan sumbangan
yang terkumpul.
Dari 11
lembaga, hanya dua lembaga yang memberikan keterangan (Aksi Cepat Tanggap dan
PT XL Axiata). Untuk ACT, dari total dana publik yang dihimpun untuk korban
banjir Jakarta 2013 sebesar Rp 263.566.618, dipakai untuk biaya operasional
lembaga sebesar Rp 13.179.330 atau setara 5 persen dari total dana terkumpul.
Sisanya adalah sepenuhnya untuk korban banjir Jakarta dalam bentuk bantuan
pangan, sandang, dan kesehatan.
Pada PT
XL Axiata, dari total dana yang berhasil dihimpun melalui SMS setelah
dipotong Pajak Pertambahan Nilai 10 persen adalah Rp 54.964.503. Dana
tersebut disalurkan kepada korban banjir Jakarta melalui Yayasan Dompet
Dhuafa dalam bentuk program pemulihan ekonomi masyarakat pasca bencana banjir
di Kelurahan Jati Pulo, Jakarta Barat. Dari total dana untuk korban banjir
yang disalurkan melalui Yayasan Dompet Dhuafa, Rp 5.500.000, setara 10 persen
dari total dana terhimpun untuk fee
manajemen Dompet Dhuafa.
Yang
jelas, masyarakat sebagai donatur mempunyai hak sebagai untuk mendapat
laporan atas penggunaan dana yang telah disumbangkannya. Namun, dari 11
lembaga yang menggalang dana publik untuk korban banjir Jakarta 2013,
perhatian akan arti penting hak-hak donatur masih sangat minim. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar