Jumat, 25 April 2014

Surabaya, Sokrates Award, dan Buku

Surabaya, Sokrates Award, dan Buku  

M Anwar Djaelani ;   Dosen Universitas Muhammadiyah Malang,
Pengurus Yayasan Bina Qolam Indonesia
JAWA POS, 23 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
SURABAYA kembali meraih prestasi. "Kota Pertama Raih Socrates Award, Sisihkan 110 Kota Sedunia," tulis Jawa Pos 21/4/2014. Penghargaan itu adalah pengakuan dunia atas kemajuan Surabaya di aspek kenyamanan kota termasuk yang terkait dengan fasilitas pendidikan, sosial, dan budaya. Lalu, apa makna penghargaan ini bagi Surabaya dan Indonesia?

Bunga dan Buku

Surabaya adalah kota pertama di dunia yang mendapat 'Socrates Award' dalam kategori city of the future. Pemberinya adalah Europe Business Assembly (EBA). Dengan prestasi itu, Surabaya sejajar dengan kota-kota maju di dunia. Dua di antara berbagai keunggulan Surabaya adalah tersedianya banyak taman kota yang membuat warga lebih nyaman dan tersedianya 800 perpustakaan di berbagai lokasi. Konon, terutama untuk aspek yang disebut terakhir itu, para juri takjub.

"Surabaya itu cantik," kata banyak pihak. Penilaian itu tidak berlebihan. Sebab, memang nyaris di setiap sudut kota terdapat taman bunga yang elok. Predikat sebagai Kota Seribu Bunga juga pantas disandangkan kepada Kota Pahlawan ini lantaran sangat banyaknya taman bunga.

Hal yang membuat hati bertambah senang adalah semakin bertambahnya jumlah perpustakaan atau yang oleh warga Surabaya disebut Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Seperti yang telah disebut di depan, jumlahnya kini mencapai 800 dan tersebar di berbagai lokasi. Kita bahagia karena jika bunga bisa menjadikan warga kota lebih nyaman secara lahiriah, buku (yang bermutu) bisa menjadikan warga kota berperadaban mulia.

Dengan demikian, Surabaya -setelah dikenal sebagai 'Kota Seribu Bunga'- kini harus lebih sigap dalam membenahi ratusan TBM yang dimilikinya agar warga kota lebih sering lagi mengunjunginya.

Implikasinya, jika TBM semakin ramai dikunjungi warga kota, sangat boleh jadi banyak pihak akan tertarik untuk berpartisipasi membuat TBM-TBM berikutnya. Pihak-pihak yang dimaksud, antara lain, berbagai perusahaan (milik pemerintah ataupun swasta), yayasan, dan orang kaya. Kelak, jika jumlah TBM di Surabaya terus bertambah dan pengunjungnya selalu ramai, bisa jadi nanti gelar Surabaya menjadi lengkap, yaitu 'Kota Seribu Bunga' dan 'Kota Seribu Perpustakaan'.

Gelar 'Kota Seribu Perpustakaan' jelas bukan julukan yang main-main. Sebab, "Sulit membangun peradaban tanpa budaya tulis dan baca," kata T.S. Eliot (1888-1965), penyair Inggris. Artinya, kita berharap bahwa semakin banyaknya TBM akan membuat budaya baca-tulis meningkat dan itu akan berpengaruh positif bagi terbangunnya peradaban agung di Surabaya.

Halo Indonesia

Suka membaca buku harus kita budayakan. Dalam konteks kekinian, warga Jepang adalah contoh betapa membaca telah menjadi budaya. Warga di negeri itu sejak usia dini (kira-kira umur dua hingga tiga tahun) telah diperkenalkan dengan buku. Sedemikian bagus budaya membaca di Jepang, sampai ada anekdot, "Orang Jepang itu tidur sambil membaca, sedangkan orang Indonesia membaca sambil tidur."

Gemar baca buku harus kita tradisikan. Hal ini terutama karena sampai kini rata-rata warga Indonesia termasuk yang memiliki minat baca yang sangat rendah. UNESCO pada 2012 melaporkan bahwa indeks minat baca warga Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang memiliki minat baca (www.poskotanews.com 27/09/2013).

Kita prihatin bahwa keadaan ini tidak kunjung membaik. Mari sandingkan data di atas dengan tiga tahun sebelumnya. "Human Development Report 2008/2009" yang dikeluarkan UNDP menyatakan minat membaca masyarakat di Indonesia berada pada peringkat 96 dari negara di seluruh dunia. Ini sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Lalu, pada pertengahan 2009, Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD) mengatakan bahwa budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur.

Terkait dengan data di atas, jika panitia 'Socrates Award' kagum dengan adanya 800 perpustakaan di Surabaya, semoga kita bisa mengambil 'pesan' bahwa ratusan perpustakaan itu diharapkan akan mampu menaikkan minat baca masyarakat. Artinya apa? Kita harus meniru Surabaya untuk menyediakan TMB sebanyak-banyaknya.

Kita tahu, nilai lebih TBM, antara lain, lokasinya yang dekat dengan pusat-pusat kegiatan masyarakat (seperti di balai RW, stasiun KA, pusat perbelanjaan, rumah sakit). Harapannya, masyarakat tergoda untuk menghabiskan waktunya dengan membaca karena posisi bahan bacaan ada di sejangkauan tangan mereka.

Alhasil, kepada pemerintah kota mana pun di Indonesia, mari seriusi pembangunan dan pengembangan TBM seserius saat membangun taman-taman bunga. Ayo kita jemput peradaban mulia, antara lain dengan cara banyak membaca buku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar