Sukses
Pemilu, Sukses Demokrasi
Iding R Hasan ; Dosen Komunikasi
Politik FISIP UIN Jakarta,
Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy
Institute
|
KORAN
SINDO, 07 April 2014
Seorang
ilmuwan politik, Robert Dahl, mengatakan bahwa pemilihan umum (pemilu)
sesungguhnya merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi pemerintahan
demokrasi pada zaman modern.
Dengan
demikian, pemilu menjadi instrumen yang sangat penting bagi keberlangsungan
demokrasi di sebuah negara. Kesuksesan penyelenggaraan pemilu akan
berpengaruh besar terhadap kesuksesan demokrasi. Dalam konteks ini, pemilu
legislatif (pileg) yang akan digelar pada 9 April 2014 oleh Pemerintah
Indonesia dapat dimaknai sebagai ikhtiar untuk mempertahankan dan memperkuat
sistem demokrasi yang sekarang ini sedang berjalan, terlepas dari segala
kekurangannya. Tidak heran kalau pemerintah dan terutama pihak-pihak
penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan sebagainya berusaha sekuat
tenaga untuk menyukseskan pemilu.
Pada
sisi lain, masyarakat Indonesia sebagai para pemilih sebenarnya juga memiliki
kepentingan yang sama terhadap keberhasilan pemilu tersebut. Sebagai
masyarakat yang telah menyatakan dirinya sebagai pemegang nilai-nilai
demokrasi, tentu konsekuensinya adalah bagaimana mereka mampu menerapkan
nilai-nilai tersebut di dalam kehidupan politik antara lain menyukseskan
pemilu dengan berpartisipasi aktif di dalamnya.
Partisipasi Politik
Partisipasi
politik aktif masyarakat dalam pemilu misalnya dengan memberikan suara tidak
dapat dimungkiri merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi kesuksesan pemilu. Salah satu
indikator paling kasatmata dari kesuksesan pemilu adalah tingkat partisipasi
publik dalam memberikan suara. Semakin tinggi tingkat partisipasinya, semakin
besar tingkat kesuksesannya.
Menurut
hemat penulis, dalam situasi politik seperti sekarang memberikan suara atau
memilih merupakan alternatif terbaik. Terlepas dari (kemungkinan) berbagai
kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu, jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu
yang pernah diselenggarakan pada zaman Orde Baru (Orba), kita menyadari betul
bahwa pemilu yang digelar sejak zaman reformasi jauh lebih baik dalam
berbagai hal.
Memilih
untuk tidak memilih atau yang biasa disebut golongan putih (golput) agaknya
bukanlah langkah yang tepat untuk saat ini. Jikapada masa Orba hampir tidak
ada gunanya berpartisipasi dalam pemilu karena sudah di-setting sedemikian rupa oleh pihak penguasa. Maka itu, golput
tentu memiliki makna sebagai penegasan sikap.
Namun,
saat ini ketika perubahan politik ke arah yang lebih baik terbuka dengan
pemilu tentu golput akan sia-sia. Pemilu misalnya memiliki fungsi politik
yang sangat penting terkait keajekan demokrasi yakni sirkulasi elite, di
samping fungsi-fungsi lain seperti legitimasi politik, perwakilan politik,
dan pendidikan politik. Sirkulasi elite menjadi penting karena bisa membuat
kekuasaan lebih terdistribusikan. Pemilulah yang memungkinkan terjadi
sirkulasi elite tersebut.
Menjadi
persoalan besar ketika sirkulasi elite tidak berjalan dengan baik. Akibat
itu, kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok orang yang pada gilirannya
dapat menimbulkan oligarki politik. Itulah yang terjadi pada masa Orba.
Karena itu, jika masyarakat berpartisipasi politik dengan memberikan suaranya
pada pemilu, mereka telah memainkan peran dalam melancarkan sirkulasi elite
tersebut. Sirkulasi elite akan semakin bermakna bagi demokrasi jika didukung
oleh aktor-aktor politik yang memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai
demokrasi.
Dalam
hal ini, peran masyarakat sangat penting untuk menyeleksi calon-calon
legislator (caleg) yang memegang komitmen tersebut. Pada sisi lain,
perhelatan demokrasi yang masif seperti pemilu tentu tidak akan terlepas dari
kemunculan persaingan dan konflik di tengah masyarakat yang diakibatkan
banyak parpol kontestan pada Pemilu 2014. Sebagaimana diketahui terdapat 12
parpol ditambah tiga parpol lokal yang akan bersaing. Namun, dalam perspektif
demokrasi, persaingan dan konflik tersebut dianggap sesuatu yang positif
selama dilakukan dalam koridor-koridor demokrasi.
Persaingan
tersebut bisa saja berubah menjadi konflik, justru di situlah letak
pentingnya pemilu. Seorang pakar politik Ramlan Surbakti misalnya menegaskan
bahwa pemilu sebenarnya merupakan sebuah mekanisme untuk memindahkan konflik
kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat agar
integrasi masyarakat tetap terjamin. Dengan demikian, pemilu dapat digunakan
untuk menjaga konflik sehingga tidak sampai terus berlanjut pada tingkat akar
rumput.
Pengetahuan Politik
Partisipasi
politik masyarakat dalam pemilu akan lebih sempurna jika dibarengi dengan
bekal-bekal politik antara lain pengetahuan politik (political knowledge) yang memadai. Dengan kata lain, masyarakat
bukan sekadar berpartisipasi dengan memberikan suara mereka saat pemilu, melainkan
juga memiliki pengetahuan politik yang cukup misalnya mengenal betul siapa
caleg-caleg yang mereka akan pilih.
Dalam
konteks ini masyarakat tidak perlu segan-segan untuk mencari tahu misalnya
dengan menelusuri rekam jejak (track
record) dari para caleg yang hendak mereka pilih. Ini menjadi penting
karena dengan bekal pengetahuan politik yang memadai, masyarakat dapat
memilih caleg-caleg yang layak untuk mengisi gedung parlemen. Memang sekarang
ini ada kecenderungan bahwa banyak sekali caleg yang tidak dikenal
masyarakat. Selain karena sosialisasi dari penyelenggara pemilu kurang masif,
ini juga karena kerja-kerja politik parpol selama ini kurang intensif.
Pada
umumnya parpol hanya aktif melakukan kerja-kerja politik menjelang pemilu
sehingga tidak cukup waktu untuk menyosialisasikan caleg-calegnya ke
masyarakat. Karena itu, inisiatif masyarakat untuk melakukan penelusuran
terhadap rekam jejak para caleg jauh lebih baik. Inilah sebenarnya bentuk
dari literasi politik masyarakat. Artinya, ketika masyarakat sudah melek (literate) politik, partisipasi politik
mereka di dalam pemilu jauh lebih berkualitas.
Partisipasi
aktif yang didasarkan pada pengetahuan politik dari segenap masyarakat
Indonesia inilah yang sesungguhnya dapat menjadikan pemilu sukses dan pada
gilirannya menjadikan demokrasi sukses. Maka itu, sukses pemilu adalah sukses
demokrasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar