Solusi
Menyeluruh
Iwan Pranoto ; Guru Besar ITB
|
KOMPAS,
12 April 2014
SAAT ini
pesawat antarplanet Mangalyaan sedang dalam penerbangan ke Mars. Jika sesuai
rencana, pada 24 September 2014 pesawat ini akan sampai di sana.
Ekspedisi
ini membuat satu torehan penting dalam sejarah sains dan rekayasa Asia. India
akan jadi negara Asia pertama yang mencapai Mars dan jadi negara ke-4 di
dunia yang melakukannya. Para peneliti dari Indian Space Research Organisation ini ingin tahu apa yang salah
pada planet Mars sehingga tak mampu mendukung kehidupan.
Solusi menyeluruh
Peluncuran
pesawat tadi tentu hebat. Namun, justru sikap gigih dalam mencari solusi
secara menyeluruh sekaligus tak terganggu kondisi serba kekurangan itulah
yang benar-benar dahsyat. Kendala keterbatasan dana malah melahirkan frugal innovation atau inovasi hemat.
Sikap kesungguhan mencari solusi menyeluruh itulah yang perlu dipelajari dan
berimbas ke kita.
Biaya ekspedisi
ke Mars ini hanya tiga perempat biaya pembuatan film Hollywood bertema
eksplorasi angkasa, yakni Gravity,
yang menghabiskan dana sekitar 100 juta dollar AS. Sebagai perbandingan,
ekspedisi NASA untuk ke Mars menghabiskan lebih dari 600 juta dollar AS. Oleh
karena itu, New York Times justru menyoroti ekspedisi ini sebagai sebuah
inovasi strategi bisnis yang cemerlang.
Kisah
sukses di atas langsung mengingatkan kembali penulis pada buku The Fortune at The Bottom of the Pyramid
karya CK Prahalad, seorang guru besar strategi dan bisnis internasional di University of Michigan Business School,
AS. Dalam buku itu diungkapkan bagaimana strategi pembangunan dan juga
kebijakan sangat mungkin bertolak pada dasar piramida ekonomi, yakni
masyarakat berpenghasilan paling rendah yang biasanya paling banyak. Lebih
dari itu, sebenarnya buku itu menyampaikan pemahaman mendalam bahwa solusi
dari permasalahan apa pun harus menyeluruh dan tak boleh mengabaikan kendala
dalam proses membuat solusinya.
Sebagai
ilustrasi, sebuah pabrik kaki palsu Jaipur Foot di India diminta mendesain
kaki palsu bagi masyarakat bawah, dasar piramida. Dalam mereka-cipta kaki
palsu ini, para pendesain dituntut memperhitungkan kendala yang ada. Pertama,
pengguna adalah kalangan masyarakat tak mampu. Kedua, proses pembuatannya
harus menggunakan bahan lokal. Ketiga, pengguna kaki palsu ini kebanyakan
petani yang harus berjalan jauh di jalanan buruk. Keempat, pengguna kaki
palsu dalam ritualnya perlu dapat menyilangkan kakinya. Kelima, para pegawai
pabrik yang ada punya keterbatasan keterampilan.
Akhirnya,
pabrik ini berhasil merancang kaki palsu yang memenuhi lima persyaratan tadi.
Jika di AS harga kaki palsu itu sekitar Rp 80 juta, pabrik ini berhasil
memproduksinya dengan harga Rp 300.000 saja dan cocok serta awet dipakai di
jalanan pedesaan.
Dari
ilustrasi tadi, tampak bahwa proses pembuatan solusi dalam bentuk strategi
bahkan desain harus terus-menerus memperhitungkan kendala dalam tiap
tahapannya. Jika saja pabrik kaki palsu itu menjiplak desain kaki palsu dari
AS yang mahal tadi, baru kemudian dimodifikasi untuk diproduksi di pabrik
sederhana tersebut, kemungkinan besar akan gagal diproduksi atau tak laku
dijual serta merugi. Tetapi, dengan selalu memasukkan unsur kendala dalam
proses pembuatan desain dan strategi, solusi akhir menjadi menyeluruh, tak
terhambat kendala lagi.
Teori
optimasi juga menyampaikan pesan mirip: kendala harus selalu dilibatkan dalam
proses penemuan solusi optimum. Kendala dipadukan ke dalam besaran obyektif
yang hendak dioptimumkan sejak awal.
Kebijakan pendidikan
Bagaimana
jika cara pandang yang sama diterapkan pada pembuatan kebijakan pendidikan?
Telah diketahui pendidikan dasar dan menengah di Indonesia punya kendala
fasilitas sekolah dan guru bermutu yang belum tersebar dan tersedia secara
mencukupi.
Lalu,
apakah kebijakan pendidikan seperti kurikulum terdahulu sampai Kurikulum
2013, misalnya, sudah memperhitungkan kendala pendidikan kita tadi? Apakah
desain pembelajaran yang direka-cipta sudah memungkinkan pelajar di daerah
terpencil tetap belajar secara bermakna walau guru bermutu tak tersedia di
sekolahnya? Atau apakah pelajar di pedalaman tetap bisa belajar sains secara
baik meski fasilitas laboratorium di sekolahnya tak ada? Apa inovasi hemat
Indonesia dalam strategi kebijakan pendidikan untuk keadaan di Tanah Air ini?
Kebijakan
pendidikan harus direka-cipta dengan senantiasa memperhitungkan kendala yang
ada. Kendala pendidikan tak boleh diabaikan. Cara menjiplak model pendidikan
Finlandia, Singapura, Korea Selatan, dan AS jelas meragukan. Metode
pendidikan mereka tak serta-merta cocok karena kendalanya berbeda. Indonesia
harus menemukan solusinya sendiri.
Kecuali
kurangnya guru bermutu serta penyebarannya yang terbatas dan fasilitas
sekolah yang jauh dari memadai, infrastruktur di beberapa daerah sangat
minim. Siswa di pedalaman ada yang harus berjalan kaki menembus hutan untuk
bersekolah karena di desanya belum ada sekolah. Banyak siswa di pulau
terpencil yang hanya punya satu guru. Buku dan listrik pun belum tentu
tersedia. Bagaimana model pembelajaran yang memperhitungkan kendala ini?
Kendala-kendala
di atas adalah fakta dunia pendidikan Indonesia, bahkan sampai hari ini.
Mencari dan menunjukkan siapa penyebabnya tak guna. Lebih penting segera mereka-cipta
solusi kebijakan pendidikan nasional yang membangun kasmaran belajar setiap
siswa serta sudah memperhitungkan kendala-kendala tadi sebagai faktor utama
dalam solusinya.
Sebaliknya,
perlu dihentikan berbagai kebijakan boros serta yang justru tetap dihambat
berbagai kendala. Misalnya, penciptaan model pembelajaran atau kurikulum yang
mensyaratkan gurunya harus sudah kompeten tentu kecil manfaatnya.
Ketersediaan guru kompeten di pelosok-pelosok jelas sulit atau mustahil
dipenuhi dalam waktu dekat. Lalu, apakah anak-anak bangsa ini harus menunggu
gurunya kompeten dahulu sebelum mereka dapat merasakan pendidikan bermutu?
Ini
tantangan bagi Balitbang Kemdikbud ke depan untuk mereka-cipta model
pembelajaran yang memang sungguh-sungguh memperhitungkan kendala yang ada.
Untungnya, saat ini teknologi informasi tersedia murah dan dapat dimanfaatkan
dalam mereka-cipta solusi pendidikan yang utuh menyeluruh. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar