Sistem
Pembayaran di Ekonomi Berbasis Tambang
Achmad Deni Daruri ; President Director Center for Banking Crisis
|
KORAN
SINDO, 17 April 2014
Upaya
industrialisasi sektor pertambangan di dalam negeri menuntut dukungan sistem
pembayaran yang berbasis Volcker Rule
yang menjamin stabilitas sistem pembayaran tanpa moral hazard. Intinya, Volcker Rule menjamin bahwa sektor
keuangan akan beroperasi untuk kepentingan pelanggan. Dengan demikian, sistem
pembayaran akan menghadapi risiko yang minimal. Sektor keuangan tidak akan
terjebak dengan permainan perdagangan komoditas tambang dengan segala
variasinya, seperti perdagangan derivatif. Untuk itulah maka Otoritas Jasa
Keuangan dituntut untuk segera mengadopsi aturan baru ini, yang bukan hanya
akan diterapkan oleh sistem keuangan di Amerika Serikat, melainkan juga
Eropa.
Dalam
jangka pendek, OJK harus membentuk komisi khusus untuk menerapkan aturan ini,
dan diharapkan pada pertengahan 2014 ini sudah dapat diterapkan secara
sempurna. Dalam kaitannya untuk meningkatkan industrialisasi sektor
pertambangan, aturan ini juga harus berorientasi pada perbaikan sistem
pembayaran. Pergeseran yang sedang berlangsung dari sistem pembayaran tunai
dan kertas ke sistem pembayaran elektronik berpotensi membawa manfaat ekonomi
yang besar.
Namun,
kartu pembayaran pada khususnya tetap mahal untuk pedagang, dan regulasi
mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan oleh pasar industri
pertambangan. Tidak ada konsensus di antara para ekonom dan pembuat kebijakan
tentang apa yang merupakan struktur biaya yang efisien untuk pembayaran
berbasis kartu, dan tidak jelas apakah kompetisi pembayaran mungkin dapat
segera diterapkan.
Peraturan
harus diarahkan untuk menghilangkan hambatan masuk di pasar pembayaran dan
melarang pembatasan pedagang. Kanada merupakan contoh dari negara yang
perekonomiannya berbasis pertambangan, sehingga sistem pembayarannya didesain
untuk menopang aktivitas industrialisasi tambang.
Kanada
memiliki infrastruktur kartu pembayaran yang sangat maju. Akar dari sistem
ini dimulai pada akhir 1960-an, ketika kartu kredit yang bertujuan umum
diterbitkan pertama kali di Kanada. Merek Visa diperkenalkan di Kanada pada
1977, diikuti oleh merek MasterCard
pada 1979. Saat ini Visa dan MasterCard secara kolektif mencapai
sekitar 92% dari nilai transaksi kartu kredit di Kanada.
American Express, yang memasuki pasar Kanada
awal 1990-an, adalah merek kartu kredit terbaru yang mendapatkan penerimaan
dan penggunaan di Kanada, dan saat ini memegang pangsa pasar sekitar 8%. Pada
tahun 1994, Pembayaran Langsung Interaksi (“Interac”), sebuah jaringan debit PIN, diluncurkan di Kanada.
Kompatibilitas
antara debit Interac dan kartu
mesin perbankan otomatis (ABM) yang dibawa oleh mayoritas dari bangsa Kanada
memberikan kontribusi terhadap adopsi luas dan cepat dari yang ada sebelumnya
sebagai sistem pembayaran pilihan bagi konsumen.
Dengan
cara yang sama, dengan biaya yang relatif rendah (dan umumnya tetap) dari
proses pembayaran Interac membuat
sistem ini sangat menarik bagi pedagang, terutama bila dibandingkan dengan ad valorem, biaya berbasis persentase
yang dibebankan kepada pedagang oleh Visa, Master-Card, dan American Express.
Kartu
debit interaksi telah terbukti sangat populer bagi pedagang maupun konsumen,
dan telah melampaui kartu kredit sebagai yang media pembayaran ritel
elektronik yang paling banyak digunakan di Kanada. Debit interaksi adalah bentuk
pembayaran termurah yang bisa diterima oleh banyak pedagang Kanada, dengan
biaya transaksi rata-rata diperkirakan sebesar 12 sen per transaksi.
Biaya
rendah berlanjut untuk proses pembayaran yang dipastikan oleh Persetujuan
Orde beragam yang disepakati oleh Interac dan Biro pada 1996, salah satu
unsur yang diharuskan adalah Interac beroperasi secara cost recovery. Berbeda dengan di Indonesia di mana cost recovery justru dilakukan di
sektor hulu pertambangan, sedangkan di Kanada justru diterapkan pada sektor
jasa keuangan.
Dengan
prinsip seperti ini, kemajuan dalam pertumbuhan total factor productivity sektor pertambangan di Kanada bukan hanya
sangat tinggi, melainkan juga mampu menghindari dari perangkap moral hazard.
Mengikuti
pertumbuhan Interac, lanskap kartu
pembayaran elektronik Kanada relatif stabil, dari sudut pandang persaingan,
hingga MasterCard dan Visa melakukan penawaran umum perdana mereka masing-masing
pada 2006 dan 2008. Penawaran umum perdana ini menandai konversi Visa dan MasterCard
dari asosiasi bank yang berlomba-lomba ke asosiasi independen, korporasi
berorientasi profit.
Jika
Indonesia ingin mengikuti kisah sukses Kanada, pembangunan sektor
pertambangan harus koheren dengan pembangunan sektor pembayaran. Idealnya cost recovery sektor hulu pertambangan
segera dihapus dan diganti dengan cost
recovery sektor pembayaran pada level ritel.
Jika
langkah ini dilakukan, dead weight loss
dari mubazirnya subsidi negara untuk sektor pertambangan di Indonesia akan
menghilang dalam jangka pendek. Sementara itu, permintaan domestik akan
produk industri tambang justru akan meningkat. Prinsip yang dilakukan oleh
Kanada pada dasarnya bersifat supply
creates its own demand. Terbukti bahwa Kanada mampu menciptakan sinergi
yang sehat antara industri tambang dan sistem pembayarannya!
Bagaimana
dengan Indonesia? Hal ini masih menjadi tantangan yang sangat besar karena
program hilirisasi sektor pertambangan jalan tidak secepat yang terjadi di
negara industri maju. Hal ini dapat terjadi karena orientasi penciptaan nilai
tambah masih kurang dihargai, sehingga ekspor barang tambang secara murah
terjadi secara besar-besaran.
Masalahnya,
ketika harga produk tambang menurun maka penerimaan ekspor juga menurun,
sehingga terjadi defisit dalam neraca berjalan. Pada gilirannya, defisit ini
mengganggu neraca pembayaran yang merupakan tonggak penting bagi sistem
pembayaran di Indonesia.
Jika
sedari awal hilirisasi sektor ini sudah dilakukan maka akan terjadi
stabilisasi pada neraca pembayaran Indonesia, yang pada gilirannya juga
mendorong sistem pembayaran berbasis tambang yang lebih sehat di dalam
perekonomian Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar