Rubah
dan Buaya : Duet Ideal 2014
Satrio Wahono ; Pengajar FE
Universitas Pancasila,
Penulis Animal-Based Management
|
JAWA
POS, 01 April 2014
Menjelang
perhelatan besar pemilihan presiden 2014, publik bertanya-tanya pemimpin
seperti apakah yang akan muncul tahun depan? Juga, apakah duet pemimpin
presiden dan wakil presiden mendatang akan mampu membawa kesejahteraan bagi
masyarakat luas?
Untuk menjawab
itu, orang mau tak mau akan menengok prototipe pemimpin sukses dalam sejarah
Indonesia. Tanpa banyak perdebatan lagi, rasanya, prototipe itu bisa
ditemukan dalam duet Soekarno-Hatta sebagai dwitunggal yang mampu membangun
bangsa ini dari nol menjadi merdeka dan berwibawa. Menariknya, duet tersukses
itu sejatinya kombinasi dari kepemimpinan rubah dan buaya.
Kepemimpinan Rubah
Rubah
tersohor sebagai perlambang bagi kecerdikan yang dekat dengan kemampuan
strategi dan perancangan tipu-muslihat. Isaiah Berlin dalam esainya The
Hedgehog and the Fox (dalam Russian
Thinkers, 2002) menganalisis rubah sebagai perlambang "orang yang mengejar banyak tujuan
yang sering tidak berkaitan atau kontradiktif." Dia tidak
terkungkung pada satu sudut pandang tertentu, tapi justru berkelana
menelusuri bidang-bidang lain dalam pemecahan masalah.
Selanjutnya,
Nicolo Macchiaveli dalam The Prince
(terjemahan, Gramedia, 1995) menasihati penguasa Firenze, Lorenzo de Medici,
untuk bertindak laiknya rubah yang menaklukkan lawan dengan strategi. Dalam
kata-kata sang filsuf, "seorang
penguasa harus meniru perbuatan seekor rubah."
Tak
ayal, nasihat Machiavelli ini membuat Lorenzo Medici dikenal sebagai salah
seorang bangsawan yang mengayomi banyak orang dan menciptakan suasana
kondusif bagi pemikiran kreatif pada masanya. Dalam the Medici Effect (Serambi,
2007), Frans Johansson menceritakan pada masa pemerintahan Medici di
Italia abad ke-15 terjadi ledakan kreativitas yang dahsyat. Kala itu, Medici
mendanai para pencipta gagasan dari berbagai disiplin. Hasilnya, kota
tersebut menjadi episentrum ledakan kreatif. Efek berpadunya beragam
pemikiran dari berbagai disiplin berbeda inilah yang disebut sebagai Medici
Effect atau pemikiran titik temu dan menyintesis (intersectional) yang menjadi bahan bakar dahsyat untuk
mengobarkan inovasi.
Dari
perspektif ini, Soekarno jelas perwakilan dari karakter rubah yang memiliki
pikiran serbabisa dan komprehensif. Soekarno adalah seorang insinyur yang
memiliki jiwa seni luar biasa dan kemampuan retorika berpidato yang dahsyat.
Belum lagi pemikiran-pemikiran cemerlangnya mampu melintasi berbagai
disiplin: politik, sosial, budaya, dan lain-lain. Karena itulah, Soekarno
mampu menyajikan visi-visi cemerlang di masanya guna menyalakan harapan dan
kebanggaan bagi rakyat Indonesia yang kala itu masih terpuruk ekonominya.
Alhasil, meskipun miskin, masyarakat Indonesia merasa punya martabat sebagai
warga negara Indonesia serta menyatu sebagai satu bangsa kompak oleh visi
sang Proklamator.
Kepemimpinan Buaya
Sementara
itu, buaya dalam literatur kepemimpinan punya banyak sifat positif. Misalnya,
ia disiplin dan fokus. Rhenald Khasali dalam salah satu artikelnya (2009)
pernah mengutarakan, buaya adalah hewan berdarah dingin yang cocok untuk
menyerang. Ia pemberani karena tidak perlu pergi beramai-ramai. Selain itu,
buaya bersikap disiplin, tidak suka menunda-nunda, selalu mem-follow up, dan kuat dalam
hitung-hitungan ekonomi.
Dalam
bahasa manajemen, karakter buaya ini identik dengan tipe kepemimpinan
eksekutor. Dalam Alpha Male Syndrome (Serambi, 2007), Ludeman dan Erlandson
mengklasifikasikan sifat alfa eksekutor adalah memburu hasil dengan disiplin
tanpa kenal lelah, hebat dalam hitung-hitungan, memberikan masukan balik, dan
menggerakkan orang-orang untuk bertindak. Kelemahannya, mereka terlalu
mengurusi hal mikro, tak sabar, amat kritis, awas terhadap kelemahan, dan
suka memperlihatkan ketidakpuasan alih-alih apresiasi.
Nah,
Bung Hatta termasuk tipe pemimpin seperti ini. Lihat saja, Bung Hatta
terkenal sebagai pakar ekonomi yang selalu berpikir rasional dalam
tindak-tanduknya. Beliau juga sangat terkenal dengan sikap disiplin dan tepat
waktunya.
Salah
satu prestasi Bung Hatta adalah memasukkan perlindungan HAM dalam UUD 1945,
sesuatu yang ditentang Soekarno. Hatta menyangkal pendapat Soekarno bahwa
proteksi HAM itu kebarat-baratan dan akan merusak spirit kolektif Indonesia.
Menurut Hatta, proteksi HAM perlu dimasukkan ke dalam konstitusi guna
menjamin pemimpin Indonesia mendatang -yang belum tentu sebaik
Soekarno-Hatta- tidak akan sewenang-wenang melanggar hak rakyat.
Beranjak
dari kondisi di atas, mafhumlah kita bahwa kepemimpinan rubah dan buaya
saling melengkapi dan akan ideal jika berkumpul dalam satu tubuh organisasi
pemerintahan. Karena itu, bangsa ini perlu memilih kombinasi pemimpin rubah
dan buaya untuk 2014 nanti. Semoga itu
yang terjadi nanti! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar