Rhoma,
Dhani, dan Ariel
Karjudi Sutajah Putra ; Tenaga Ahli
DPR
|
SUARA
MERDEKA, 14 April 2014
ANDAI
benar klaim Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bahwa Rhoma Irama dan Ahmad Dhani
sangat membantu dalam konsolidasi sehingga suara partainya melonjak pada
Pileg 9 April 2014, maka selain menjungkirbalikkan hasil survei, juga
membuktikan bahwa memilih di negeri ini, termasuk ibu-ibu rumah tangga, abai
terhadap isu-isu yang tidak properempuan, seperti poligami.
Dalam
Pemilu 2009 PKB meraih 4,94% suara, dan berdasarkan hitung cepat berbagai
lembaga survei, suara partai tersebut dalam Pemilu 2014 terdongkrak hingga
kisaran 9%.
Rhoma,
Raja Dangdut yang diwacanakan PKB sebagai salah satu capres, selain Jusuf
Kalla dan Mahfud MD, memang ikut berkampanye untuk PKB. Begitu pun musisi
Ahmad Dhani. Keduanya dikenal sebagai ’’pendukung’’ poligami.
Hasil
survei Charta Politika pada 1-8 Maret 2014 menunjukkan Rhoma sebagai capres
yang paling tidak disukai publik, terutama ibu-ibu rumah tangga. Persentase
ketidaksukaan responden terhadap Rhoma bahkan mencapai 15,8%, disusul
ketidaksukaan terhadap Aburizal Bakrie (11,3%) dan Megawati Soekarnoputri
(7,2%). Andai klaim Cak Imin itu benar, maka hasil survei ini terbantahkan.
Menurut
peneliti Charta Politica, Yunarto Wijaya, kelompok pemilih ibu rumah tangga
menjadi penyumbang 25% suara pemilu. Ibu rumah tangga memiliki preferensi
sendiri dalam menggunakan hak politik mereka, tak ingin lagi dikuasai suami.
Ibu rumah tangga juga bisa menjadi orang berpengaruh dalam pilihan politik
anggota keluarga.
Banyaknya
waktu yang dihabiskan ibu rumah tangga bersama anak dan kerabat membuka ruang
diskusi lebih lama tentang pilihan politik. Ibu rumah tangga juga lebih
berkesempatan bertukar pikiran dengan tetangga mengenai pilihan politik
antarmereka sehingga bisa saling memengaruhi.
Dari
sisi karakter, ibu rumah tangga juga bisa tumbuh menjadi pemilih independen,
dan kecenderungan tingkat partisipasi pemilih independen cukup tinggi. Dalam
menentukan pilihan, kelompok ibu rumah tangga punya karakteristik yang
terbilang unik. Mereka lebih mudah terdorong memilih karena alasan emosional.
Mereka cenderung memilih sosok yang mampu menyentuh kepentingan mereka
seperti aspek kesehatan, pendidikan, dan isu-isu perempuan.
Apakah
ibu-ibu rumah tangga memang menjadi pemilih yang berkarakteristik unik,
sehingga meskipun katakanlah mereka tidak menyukai Rhoma sebagai capres,
namun ketika Rhoma datang sebagai penyanyi yang menghibur mereka di arena
kampanye, lalu ibu-ibu menjatuhkan pilihan pada parpol yang didukung Rhoma,
dan kemudian muncul “Rhoma Effect”?
Untuk
memastikan ada “Rhoma Effect” atau tidak, menurut Ketua Lembaga Pemenangan
Pemilu (LPP) PKB Saifullah Maíshum, perlu kajian mendalam. Pasalnya, kampanye
Rhoma dibatasi hanya di Aceh Nanggroe Darussalam, Jawa Barat, dan NTB. Bila
suara PKB di ketiga wilayah itu melonjak tajam, berarti memang ada pengaruh “Rhoma
Effect”.
Ketidakpedulian
Ahmad
Dhani juga menjadi juru kampanye PKB di Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Analoginya, bila suara PKB di dua wilayah ini juga melonjak, berarti “Dhani
Effect” mempunyai pengaruh terhadap elektabilitas partai yang didukung.
Ketidakpedulian
publik dan ibu-ibu rumah tangga terhadap isu-isu perempuan juga tercermin
dari kasus Ariel Peterpan. Konser penyanyi bernama asli Nazriel Irham yang
kini beralih ke grup Noah tersebut selalu dipadati penonton, terutama ibu-ibu
dan perempuan muda. Bahkan Ariel menjadi bintang sebuah iklan kosmetik. Padahal,
Ariel pernah dipenjara gara-gara video tidak etisnya bersama artis Luna Maya
dan Cut Tari yang beredar luas.
Begitu
pun Luna dan Tari, tidak canggung lagi tampil di depan publik dengan menjadi
bintang berbagai acara televisi swasta. Artinya, publik dengan mudah menerima
kehadiran mereka kembali. Publik menafikan isu-isu perselingkuhan dan
perzinahan.
Apakah
publik, khususnya ibu-ibu, dapat memisahkan kapasitas Rhoma, Dhani, dan Ariel
sebagai penyanyi yang mereka gemari lagu-lagunya di satu sisi, dengan
kapasitas pribadi yang dibiarkan menjadi urusan privat ketiganya di sisi
lain; termasuk poligami Rhoma, ketidakharmonisan rumah tangga Dhani-Maia
Estianty yang kemudian disusul kehadiran Mulan Jameela, serta skandal cinta
segi tiga Ariel dengan Luna dan Tari yang diketahui dari beredarnya video
porno mereka?
Ataukah
profesi Rhoma, Dhani, dan Ariel sebagai penyanyi mampu “menenggelamkan”
isu-isu perempuan di mata para ibu? Buktinya, ketika Aceng Fikri berpoligami,
ibu-ibu protes lalu Aceng dilengserkan dari kursi Bupati Garut Jabar.
Namun
bukti lebih konkret akan terlihat bila Rhoma jadi dicapreskan PKB dan pada
Pilpres 9 Juli 2014, ia terpilih, dan mayoritas, atau minimal 25%, pemilihnya
adalah ibu-ibu. Bila itu yang terjadi berarti hasil survei tersebut
benar-benar terbantahkan di satu sisi, dan di sisi lain ibu-ibu abai terhadap
isu perempuan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar