Sabtu, 12 April 2014

Noah

Noah

Agus Dermawan T  ;   Pengamat Budaya dan Seni
TEMPO.CO, 11 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Film Noah yang dibintangi Russel Crowe dilarang beredar di Indonesia oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Alasannya, cerita film yang memakan biaya US$ 125 juta itu tidak sesuai dengan yang tertulis dalam kitab suci!

Noah, atau Nuh, adalah manusia paripurna. Namanya menjadi legenda besar dalam Injil Perjanjian Lama. Sosoknya menjadi perbincangan dalam kitab-kitab Taurat. Bahkan Surat Hud ayat 25 dalam Al-Quran menobatkan Nuh sebagai Nabi. Lalu, pada suatu kali, Nuh menerima wahyu: Tuhan akan menenggelamkan jagad para pendosa lewat banjir dahsyat akibat hujan selama 40 hari 40 malam.

Namun Tuhan tidak ingin memusnahkan semua isi dunia. Menurut Alkitab, Genesis 6-9, sebelum banjir datang, Nuh diperintahkan untuk membuat perahu berpanjang 300 hasta dan berlebar 50 hasta. Dengan perahu itu, Nuh diminta menyelamatkan semua mahkluk yang percaya kepada jalan kebenaran, yang diperlukan untuk kelangsungan hidup mahkluk di bumi pada kemudian hari. Syahdan, perahu Nuh selesai tujuh hari sebelum banjir datang.

Hujan akhirnya diturunkan. Negeri-negeri tenggelam, ratusan ribu manusia mati. Termasuk satu putra Nuh sendiri yang bernama Kan'an. Menurut cerita, setelah air surut, perahu Nuh itu kandas di atas puncak Gunung Ararat di daerah Armenia.

Bagi orang-orang pengandal rasio, dan bagi para seniman pengembang imajinasi, cerita Nuh ditangkap sebagai hiperbolisme cerita nyata. Namun substansinya sungguhlah senantiasa dipercaya: bahwa Tuhan bisa marah besar, dan ada orang terpilih yang diutus untuk menuntaskan problem. Karena itu, kisah nyata Nuh selalu menjadi bahan penelitian oleh para ilmuwan, dan menjadi inspirasi bagi seniman.

Dari situ lantas muncul sangat banyak versi atas kisah Nuh. Ada yang menemukan fakta bahwa hewan yang dibawa Nuh hanya 135 pasang. Tapi hal ini pun diragukan. Sementara itu, BBC Worldwide Limited lewat film ilmiah Noah and the Great Flood mengungkap bahwa panjang perahu Nuh sesungguhnya hanya belasan meter. Dan yang diselamatkan cuma 7 pasang hewan halal, yang notabene adalah ternak peliharaannya. Di situ malah disebut bahwa Nuh adalah petani anggur yang kadang mabuk. Bahkan punya utang kepada pedagang.

Dalam dunia seni di berbagai negara, kisah Nuh telah menjadi inspirasi tak ada habisnya. Pengembangan dan penafsiran lantas muncul dalam drama, tari, puisi, novel, musik sampai seni rupa. Ada yang berangkat dari pemahaman religi, ada yang bertolak dari pemahaman moral dan sosial. Ada yang semata-mata dari aspek visual.

Kisah dan sosok Nabi Nuh sudah jadi mitos (dan mitologi) yang terus-menerus diinterpretasi. Puluhan tahun lalu guru pencak-silat saya di Rogojampi, Gunadi, juga menegaskan mitos penuh tafsir ini. Ia mengatakan, dalam pemahaman Jawa, yang jadi lakon utama dalam mitos Nuh malah bukan Nabi Nuh, melainkan air. Lantaran sang air di situ adalah Tuhan itu sendiri. Peluhuran Tuhan sebagai air termanifestasi lewat ungkapan "banyu pinerang ora bakal pedhot". Air adalah benda yang tak pernah bisa dibelah, seperti Tuhan.

Majalah Tempo (7/4/2014) menulis bahwa pelarangan LSF atas film Noah adalah bentuk pelecehan terhadap kecerdasan masyarakat. Mungkin benar. Padahal kesalahan LSF cukup sederhana: para anggota LSF kurang pengetahuan dan kurang keterbukaan dalam memahami kisah Nuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar