Noah
Agus Dermawan T ; Pengamat Budaya dan
Seni
|
TEMPO.CO,
11 April 2014
Film
Noah yang dibintangi Russel Crowe dilarang beredar di Indonesia oleh Lembaga
Sensor Film (LSF). Alasannya, cerita film yang memakan biaya US$ 125 juta itu
tidak sesuai dengan yang tertulis dalam kitab suci!
Noah,
atau Nuh, adalah manusia paripurna. Namanya menjadi legenda besar dalam Injil
Perjanjian Lama. Sosoknya menjadi perbincangan dalam kitab-kitab Taurat.
Bahkan Surat Hud ayat 25 dalam Al-Quran menobatkan Nuh sebagai Nabi. Lalu,
pada suatu kali, Nuh menerima wahyu: Tuhan akan menenggelamkan jagad para
pendosa lewat banjir dahsyat akibat hujan selama 40 hari 40 malam.
Namun
Tuhan tidak ingin memusnahkan semua isi dunia. Menurut Alkitab, Genesis 6-9,
sebelum banjir datang, Nuh diperintahkan untuk membuat perahu berpanjang 300
hasta dan berlebar 50 hasta. Dengan perahu itu, Nuh diminta menyelamatkan
semua mahkluk yang percaya kepada jalan kebenaran, yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup mahkluk di bumi pada kemudian hari. Syahdan, perahu Nuh
selesai tujuh hari sebelum banjir datang.
Hujan
akhirnya diturunkan. Negeri-negeri tenggelam, ratusan ribu manusia mati.
Termasuk satu putra Nuh sendiri yang bernama Kan'an. Menurut cerita, setelah
air surut, perahu Nuh itu kandas di atas puncak Gunung Ararat di daerah
Armenia.
Bagi
orang-orang pengandal rasio, dan bagi para seniman pengembang imajinasi,
cerita Nuh ditangkap sebagai hiperbolisme cerita nyata. Namun substansinya
sungguhlah senantiasa dipercaya: bahwa Tuhan bisa marah besar, dan ada orang
terpilih yang diutus untuk menuntaskan problem. Karena itu, kisah nyata Nuh
selalu menjadi bahan penelitian oleh para ilmuwan, dan menjadi inspirasi bagi
seniman.
Dari
situ lantas muncul sangat banyak versi atas kisah Nuh. Ada yang menemukan
fakta bahwa hewan yang dibawa Nuh hanya 135 pasang. Tapi hal ini pun
diragukan. Sementara itu, BBC Worldwide
Limited lewat film ilmiah Noah and
the Great Flood mengungkap bahwa panjang perahu Nuh sesungguhnya hanya
belasan meter. Dan yang diselamatkan cuma 7 pasang hewan halal, yang notabene
adalah ternak peliharaannya. Di situ malah disebut bahwa Nuh adalah petani
anggur yang kadang mabuk. Bahkan punya utang kepada pedagang.
Dalam
dunia seni di berbagai negara, kisah Nuh telah menjadi inspirasi tak ada
habisnya. Pengembangan dan penafsiran lantas muncul dalam drama, tari, puisi,
novel, musik sampai seni rupa. Ada yang berangkat dari pemahaman religi, ada
yang bertolak dari pemahaman moral dan sosial. Ada yang semata-mata dari
aspek visual.
Kisah
dan sosok Nabi Nuh sudah jadi mitos (dan mitologi) yang terus-menerus diinterpretasi.
Puluhan tahun lalu guru pencak-silat saya di Rogojampi, Gunadi, juga
menegaskan mitos penuh tafsir ini. Ia mengatakan, dalam pemahaman Jawa, yang
jadi lakon utama dalam mitos Nuh malah bukan Nabi Nuh, melainkan air.
Lantaran sang air di situ adalah Tuhan itu sendiri. Peluhuran Tuhan sebagai
air termanifestasi lewat ungkapan "banyu
pinerang ora bakal pedhot". Air adalah benda yang tak pernah bisa
dibelah, seperti Tuhan.
Majalah
Tempo (7/4/2014) menulis bahwa pelarangan LSF atas film Noah adalah bentuk
pelecehan terhadap kecerdasan masyarakat. Mungkin benar. Padahal kesalahan
LSF cukup sederhana: para anggota LSF
kurang pengetahuan dan kurang keterbukaan dalam memahami kisah Nuh. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar