Menerbangkan
Garuda Kian Tinggi
(Wawancara)
Emirsyah Satar ; Direktur Utama PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk
|
KOMPAS,
13 April 2014
Orang
lebih mengetahui Emirsyah Satar sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk, padahal Emir masuk Garuda ketika perusahaan itu tertimpa
masalah keuangan. Ia diminta pulang oleh pemerintah untuk menjadi Direktur
Keuangan Garuda 1998-2003. Pada saat itulah, ia membidani restrukturisasi
keuangan Garuda agar Garuda terbang kian tinggi.
Dengan
pengalaman yang luas di bidang keuangan dan di berbagai perusahaan
multinasional, Emir berperan sebagai dirigen dalam restrukturisasi keuangan
yang dilakukan Garuda pada tahun 2001. Setelah beberapa tahun, utang yang
mencapai 1,8 miliar dollar AS itu bisa dibereskan. Langkah tersebut
menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman kebangkrutan. Atas keberhasilan
tersebut, restrukturisasi keuangan Garuda pada tahun 2001 telah ditetapkan
oleh majalah Travel Finance yang
berbasis di New York sebagai Financial
Restructuring of the Year.
Emir
didapuk sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada 2005
hingga sekarang. Garuda terus mengepakkan sayap. Prestasi yang membanggakan
adalah ketika maskapai ini untuk pertama kali meraih penghargaan dari
Skytrax, perusahaan periset penerbangan dunia, sebagai The World’s Best Economy Class pada tahun 2012. Emir mengakui
semua itu adalah hasil kerja keras karyawan.
Saat pertama kali Anda diminta menjadi pemimpin di
perusahaan ini, apa yang Anda pikirkan?
Awalnya
saya menolak. Saat itu, Menteri BUMN adalah Sugiharto, sementara saya masih
bekerja di bank, saya waktu itu Wakil Dirut Bank Danamon. Sementara waktu itu
Dirut Bank Danamon Gatot Suwondo. Saat diminta untuk menjabat Dirut Garuda,
saya sempat meminta, melalui Gatot Suwondo, yang lain saja untuk mengurus
Garuda, tetapi Sugiharto mencari saya. Pak, silakan cari orang lain saja!
Pada pertemuan kedua, saya mengetahui bahwa Pak Sugiharto kenal dengan Pak
Abdul Gani dan meminta beliau menjadi komisaris utama. Akhirnya, saya
bersedia, setelah mengetahui Abdul Gani menjadi Komisaris Utama Garuda.
Mungkin Pak Sugiharto tahu bahwa saya tidak bisa menolak jika komisaris utamanya
Pak Abdul Gani.
Apakah hanya karena perasaan tidak enak?
Saya
pikir, sepertinya melalui Garuda, saya bisa berkontribusi kepada negeri ini.
Akan tetapi, saya juga minta tiga hal ke Pak Sugiharto, yaitu Garuda jangan
didikte harus terbang ke mana, pemilihan jenis pesawat dan jenis mesin kita
jangan didikte, serta karena ada utang 900 juta dollar AS saya melihat kita
butuh injeksi modal 400 juta dollar AS. Saya minta injeksi itu. Yang pertama
dan kedua dipenuhi, tetapi yang ketiga hanya dipenuhi 100 juta dollar, tetapi
alternatifnya kita boleh menawarkan saham perdana atau IPO.
Sekarang Garuda tidak dipandang sebelah mata lagi
di dunia. Perubahan apa yang dilakukan maskapai Anda?
Itu
ceritanya panjang. Kita selalu melihat transformasi. Transformasi adalah
perubahan, perubahan untuk perbaikan. Garuda sudah melaksanakan hal ini
secara konsisten dan bertahap. Saat awal tahun 2006, kami sudah membuat peta
jalan yang ada tahapannya. Kalau Anda melihat laporan keuangan kami, Anda
akan melihat segitiga yang terkenal. Kami realistis, dua tahun pertama adalah
tahapan survival, dua tahun berikutnya masuk ke tahap putar haluan, lalu
masuk ke tahap pertumbuhan. Kalau kami melihat ke belakang, kami benar-benar
konsisten. Mungkin ada yang lolos, mungkin ada yang bisa dilakukan, tetapi
tidak dilakukan, tetapi kami tetap pada jalan kami. Namun, ini semua, kan,
bagus di atas kertas. Baru menjadi sangat bagus jika bisa dieksekusi.
Prinsip
kami, kamu punya rencana, kamu mengeksekusinya. Akan tetapi, eksekusi itu
kesannya membunuh. Ada kata yang bagus, yaitu deliver, seperti dalam delivering baby, bukan mengeksekusi.
Untuk bisa menyampaikan yang kami rencanakan, kami mempersiapkan
perangkat-perangkat yang diperlukan. Semua yang melaksanakan adalah karyawan.
Kami ingin karyawan Garuda mau berubah seperti yang kami mau.
Butuh
waktu berapa lama untuk memastikan rencana strategis itu berjalan?
Sekitar
tiga tahun dari mulai saya menjabat sampai 2009. Transformasi akan mudah
dilakukan kalau kami mempunyai duit banyak. Masalahnya kami tidak mempunyai
duit banyak, malah utang. Saat transformasi itu biasanya orang yang
kinerjanya buruk selalu minta bantuan-bantuan pihak luar untuk memasukkan
kepentingannya, tetapi kami konsisten saja. Keputusan yang kami buat adalah
yang terbaik buat perusahaan, bukan buat direksi, bukan untuk karyawan, dan
bukan untuk pemegang saham. Yang terbaik untuk perusahaan sehingga kami
melakukan justifikasi mudah. Hingga akhirnya, kami sepakat untuk
menandatangani perjanjian kerja bersama.
Penandatanganan
itu dilakukan setelah enam tahun, sembilan bulan, dan dua hari. Kami harus
berpikir menyelamatkan perusahaan. Perusahaan tidak ada, serikat pekerja
tidak ada, direksi tidak ada, dan karyawan tidak ada. Ujung-ujungnya ke
kesejahteraan pegawai. Saya kemudian membuat konsep MMC untuk menghargai
karyawan. Meritocracy, karyawan tidak dibayar sama rata, tetapi berdasarkan
prestasi. Market price, kami berusaha membayar karyawan berdasarkan harga
pasar. Kami sudah hapus indeks gaji yang berdasarkan gaji pilot, sekarang
semua berdasar pasar. Kemudian Company capability, karyawan boleh minta
dibayar sesuai harga pasar, tetapi kalau perusahaan tidak mampu, tidak bisa
dipenuhi. Kami memakai konsultan untuk membantu menangani masalah ini.
Ketika kerap berhadapan dengan
perusahaan-perusahaan produsen pesawat, bagaimana kita memosisikan?
Dulu
kalau ada pameran penerbangan, kalau kita ingin bertemu dengan bankir atau
investor, waduh dulu susah, tetapi kita selalu berusaha. Akan tetapi,
sekarang berbeda, kita selalu yang dicari. Mereka ingin bertemu dengan kita.
Saya melihat kalau kita akan bertemu dengan mereka, bersiaplah dengan apa
yang kita mau. Kita konsisten dengan apa yang kita inginkan karena dulu
setiap pertemuan kita tidak tahu apa yang kita inginkan. Contohnya, kita
ingin membeli pesawat dengan harga murah. Nah, kita harus mampu menjelaskan
lalu dengan cara apa?
Karena
setiap orang pasti mau membeli pesawat dengan harga murah. Untuk itu, kita
harus mencari cara-cara kreatif bukan sekadar harga murah itu. Semisal,
Airbus sudah menandatangani kerja sama dengan Garuda Maintenance Facility
untuk meningkatkan kapasitas teknisi di luar Toulouse. Seingat saya tidak
banyak pusat pelatihan ini di negara lain. Misalkan dengan General Electric, kita minta membangun
pusat layanan untuk mesin di sini. Kita mesti agresif, tetapi kita mesti
realistis. Akhirnya, kita mendapatkan yang kita mau. Kalau hanya minta harga
murah, orang lain akan melihat kita. Saya selalu bilang tempatkan Anda di
posisi orang lain.
Kini Garuda masuk ke daerah-daerah terpencil
dengan Garuda Explore. Apa tujuan Garuda?
Saya
melihat dengan perkembangan Indonesia, kita tahu kota-kota kelas dua justru
berkembang lebih tinggi. Kita juga melihat dengan MP3EI masyarakat
membutuhkan konektivitas. Kita melihat peluang di situ. Oleh karena itu, kita
ingin mengembangkan. Ini rencana lama, tetapi waktu itu perkembangan ini kita
serahkan ke Merpati. Namun, dengan berjalannya waktu kita ingin masuk ke
situ. Kita juga ingin membuka kesempatan untuk para wisatawan untuk masuk ke
tempat-tempat itu. Mereka sering bertanya, Garuda terbang ke sana? Di
beberapa negara, asuransi tidak ditanggung kalau dengan maskapai lain.
Alasannya semua itu.
Bagaimana dengan bandara yang sangat sibuk dan
kadang membuat penundaan kepergian ataupun kedatangan pesawat?
Sekarang
pesawat harus berputar-putar di atas bandara hingga ada tambahan avtur yang
nilainya puluhan juta dollar AS setahun. Semisal 737 butuh 2,6 ton avtur per
jam. Kalau pesawat menunggu setengah jam saja, bisa dihitung kerugian akibat
hal itu. Belum lagi kita harus menunggu saat hendak terbang. Semuanya adalah
pekerjaan rumah kita, bukan hanya bandara, melainkan juga pengaturan lalu
lintas udara. Perusahaan penerbangan juga harus disiplin.
Apa yang
berubah pada diri Anda, dari mulai masuk dengan berbagai masalah dan sekarang
Garuda dikenal di dunia internasional?
Kalau
sekarang sih saya melihat enak semua. Kadang-kadang saya merasa, kadang kita
butuh intervensi dari pemegang saham. Nah, itu kita kurang saya rasakan sehingga
lama-lama kok ini perusahaan seperti milik pribadi saya. Perasaan seperti ini
baik karena kalau kita ingin menyelamatkan perusahaan, kita harus merasa
sebagai bagian dari perusahaan. Karena kalau tidak, kita merasa capai dan
udah deh seperti lempar handuk saja, berhenti bekerja. Akan tetapi, saya suka
tantangan dan ada perbedaan antara perusahaan penerbangan dan perbankan.
Kalau di perbankan, kita memperbaiki portofolio agar sehat, perubahannya
tidak terlihat kasatmata. Akan tetapi, kalau di perusahaan penerbangan, kalau
kita perbaiki satu saja penumpang langsung merasa. Namun, sebaliknya kalau
kita tidak melakukan perbaikan, penumpang juga akan merasakan. Ini mungkin
tantangan yang kita nikmati.
Orang melihat Anda identik dengan Garuda dan
sebaliknya. Bagaimana Anda menilai anggapan ini?
Ha-ha-ha,
tidak seperti itulah. Sekarang, saya hanya ingin membuat satu sistem di mana
ke depan siapa pun yang memimpin Garuda sistem itu sudah jalan. Jadi, ke
depan ada tiga hal yang harus diciptakan agar menjadi perusahaan kelas dunia
yang menyangkut sumber daya manusia, proses, dan teknologi. Dengan quantum
leap, kita ingin Garuda menjadi perusahaan kelas dunia yang didukung dengan
sumber daya manusia serta proses dan teknologi kelas dunia. Proses menyangkut
pelayanan jasa dan juga pemeliharaan, sementara teknologi bukan hanya
teknologi informasi, melainkan juga pesawat baru. Saya tidak mau Garuda itu
Emir dan Emir itu Garuda, lama-lama kasihan saya.
Apakah pencapaian seorang CEO itu salah satunya
adalah ada perasaan terlibat terlalu dalam ke perusahaan itu?
Memang
seperti itu. Saya percaya, kita bekerja, kita harus punya hasrat, apa pun
pekerjaan kita. Tanpa hasrat pekerjaan itu akan monoton terus ke kantor
terasa terpaksa. Terus terang kalau saya ke kantor sebelum berangkat, saya
selalu berpikir, hari ini mau ngapain, ya, apa saja yang harus dilakukan atau
yang belum dilakukan agar perusahaan efisien. Pagi biasanya saya menelepon
teman-teman di Garuda untuk mengecek pekerjaan. Kadang tidak enak sih
pagi-pagi saya sudah menelepon mereka, tapi menurut saya sebagai CEO hal itu
pasti akan terjadi dengan sendirinya. Hal ini karena kita nyaman dan terlibat
terlalu dalam dalam pekerjaan. Hal-hal ini yang membuat kita kerja lebih
keras. Tetapi, saya menyeimbangkan kerja dengan kegiatan lain, seperti pada
malam hari dengan teman-teman saya menikmati makan malam dan lain-lain.
Anda biasa mengontak anak buah dan memastikan
pekerjaan. Mengapa demikian?
Saya
tidak tahu persis apakah karena kebiasaan saya kerja di perbankan atau itu
kebiasaan saya pribadi. Saya terbiasa tidak bisa melihat sesuatu yang tidak
sempurna. Itu suatu kebiasaan. Dalam sehari-hari sebelum mobil ada
bunyi-bunyi, sopir saya selalu sudah memperbaiki karena menurut saya kalau
kita tidak memperbaiki hal kecil sejak awal, akhirnya menjadi kebiasaan dan
nantinya akan lebih mahal. Orang bilang the
devil is in the detail. Akan tetapi, tetap saya akui masih banyak juga
yang kelewatan. Kadang ada masalah yang muncul karena saya tidak melihat
detail. Masalah ini terjadi karena sejak semula saya hanya berasumsi semuanya
akan beres. Untuk itu, kita yang bekerja di Garuda bagaimana kita
memperhatikan detail-detail pekerjaan.
Ada yang hendak membajak Anda?
Tawaran
pasti banyak, tetapi saya berpikir mau menyelesaikan tugas saya, baru
berpikir hal lain. Ada yang bertanya, Pak Emir setelah di Garuda mau ke mana?
Saya sih sederhana, saya bertanggung jawab dan fokus terhadap pekerjaan
sekarang serta berusaha untuk menyelesaikan, nanti baru berpikir mau ke mana.
Apakah Anda terpikir untuk masuk ke dunia politik?
Tidak,
saya tidak pernah berpikir menjadi politisi. Ada banyak hal atau cara kita
berkontribusi bagi negeri ini. Dalam hal ini, saya tidak mengambil jalan
melalui politik. Paling tidak sampai sekarang masih berpikir seperti itu.
Saya tetap sebagai profesional karena kompetensi inti saya di situ. Saya
fokus di situ saja. Kadang orang banyak kemauan, nanti malah tidak ada yang
selesai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar