Media
Artikulasi Politik
Lambang Trijono ; Dosen Fisipol UGM
|
KOMPAS,
08 April 2014
MUSIM kampanye telah berakhir dan kita memasuki
minggu tenang. Dengan peserta multipartai seperti sekarang, bagaimana menilai
artikulasi politik yang sudah terjadi, terutama melalui media massa, apakah
sudah berlangsung demokratis?
Ketersediaan
pilihan media untuk kampanye memang begitu terbuka. Kita saksikan kampanye
lewat memasang potret diri menggunakan baliho, berdiri di panggung terbuka,
atau berbicara di televisi. Di tengah partai yang masih begitu plural,
berbagai pilihan itu membawa konsekuensi tersendiri terhadap tingkat kualitas
demokrasi.
Bisa
saja tujuan kampanye terlepas begitu saja ketika publik tidak mampu menangkap
ide, gagasan, dan aspirasi yang disampaikan karena begitu bervariasinya
statement politik, baik oleh partai maupun calon pemimpin. Tanpa disertai
kesadaran akan arti penting kristalisasi ide dan gagasan oleh pemimpin,
kampanye akan kehilangan makna.
Di
tengah berbagai masalah ekonomi dan sosial bangsa sekarang adakah kampanye
yang mampu memberikan citra positif sekaligus menghadirkan preseden baik bagi
perkembangan demokrasi ke depan?
Artikulasi politik
Sudah
lama disadari bahwa media berpengaruh terhadap kualitas demokrasi. Media
massa, apabila tepat digunakan, akan membantu perkembangan demokrasi bukan
hanya pada tataran pembentukan ide-ide dan gagasan politik atau ideologi,
melainkan juga pembentukan identitas politik. Penggunaan media tidak hanya
berpengaruh linier terhadap publik, tetapi juga dialektika reversal dalam
membentuk identitas subyek politik.
Bahkan,
ketika demokrasi masih berkembang pada tahap awal, peran media sungguh besar.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana seorang Soekarno bisa menjadi
proklamator bangsa atau penyambung lidah rakyat atau pemimpin besar revolusi
tanpa kehadiran radio. Bahkan, boleh dikatakan radio telah membentuk pribadi
Soekarno sebagai seorang pemimpin.
Media
bisa menjadi sarana yang melipatgandakan suara aspirasi rakyat. Sebaliknya,
apabila tidak tepat digunakan bisa melipatgandakan floating signifier atau
penandaan politik yang semakin mengambang. Seperti dikemukakan Deleuze, media
bisa menjadi rizome yang menelan habis subyektivitas politik.
Bagaimana
menggunakan media secara bernas? Di sini berperan genuinitas dan kreativitas
calon pemimpin dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Bukan seperti sekarang, di
tengah sekian banyak pilihan media, ternyata sebagian besar calon pemimpin
lebih suka menggunakan representasi simbolis bersifat tetap dengan memasang
potret diri di arena publik. Bukan menggunakan media untuk artikulasi politik
menyuarakan aspirasi rakyat dan berbagai masalah bangsa.
Menjawab tantangan
Melalui
kampanye politik, perkembangan media sesungguhnya bisa menjawab berbagai
tantangan. Di tengah ketertinggalan pembangunan dan hambatan mencapai surplus
ekonomi, misalnya, pemimpin bisa menggunakan media untuk membangkitkan
semangat rakyat mengejar ketertinggalan.
Kampanye
politik melalui media juga bisa untuk mengatasi defisit politik keterwakilan.
Berbagai aspirasi dari bawah, baik secara individual maupun kolektif, dalam
hal ini bisa diartikulasikan melalui media.
Demikian
pula kampanye politik melalui media bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki
kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik yang kian tersendat sehingga
menurunkan kualitas kesejahteraan rakyat bisa diartikulasikan dalam kampanye
sehingga masalah cepat mendapat tanggapan perbaikan.
Pendek
kata, kampanye melalui media harus ditempatkan secara tepat sebagai bagian
dari strategi pembangunan dan pengembangan demokrasi. Bagaimana
menggunakannya secara bernas untuk artikulasi aspirasi rakyat dan tentu saja
memformulasikannya dalam pengambilan kebijakan menjadi kepedulian kita
bersama, terutama sebagai subyek politik para calon pemimpin kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar