Senin, 14 April 2014

Koalisi Rahmatan Lil ’Alamin

Koalisi Rahmatan Lil ’Alamin

Samsudin Adlawi  ;   Wartawan Jawa Pos
JAWA POS, 14 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
HASIL hitung cepat (quick count) Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 oleh sejumlah lembaga survei cukup menarik. Tidak ada parpol yang meraih suara mayoritas. Juga tidak ada parpol yang mampu meraih angka sakral 20 persen. Ambang batas bawah partai bisa mengajukan calon presiden. Berarti dalam pilpres (pemilihan presiden) Juli mendatang, dipastikan tidak ada satu pun parpol yang bisa mencalonkan presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain.

Versi Lembaga Survei Indonesia (sampai pukul 23.00 Rabu, seperti dikutip Jawa Pos edisi Kamis, 10/4), PDI Perjuangan yang tampil sebagai pemenang hanya meraup 19,72 persen suara. Padahal, partai berlambang banteng moncong putih itu sebelumnya optimistis bisa meraih minimal 27 persen berkat "Jokowi effect". Nyatanya, pencapresan Jokowi menjelang pileg tidak terlalu signifikan untuk mendongkrak suara PDI Perjuangan.

Nasib serupa dialami Golkar dan Gerindra. Dua partai yang sama-sama lebih dini mengumumkan capresnya tersebut hanya menempati posisi kedua dan ketiga.

Dari gambaran hasil sementara itu, menurut beberapa pengamat, hampir bisa dipastikan minimal akan ada tiga poros yang mengusung capres pada pilpres nanti. Poros pertama dipimpin PDI Perjuangan. Poros kedua dimotori Golkar. Sedangkan poros terakhir dikomandani Gerindra. Dasar pemetaan kekuatan seperti itu cukup logis. Alasan utamanya, sangat sulit menyatukan tiga parpol tersebut. Meski dalam politik berlaku kamus "tidak ada yang tidak mungkin", justru mendudukkan mereka dalam satu kepentingan dan satu tujuan rasanya merupakan sesuatu yang tidak mungkin itu sendiri. Penyebabnya sangat gamblang. Pertama, baik PDI Perjuangan, Golkar, maupun Gerindra sudah resmi mendeklarasikan capres masing-masing.

Penyebab kedua, suasana kebatinan ketiga (pimpinan) parpol itu sejak dulu dan saat ini dalam kutub yang berlawanan. Terutama antara PDI Perjuangan dan Gerindra. Masih hangat dalam ingatan kita semua, tensi PDI Perjuangan dan Gerindra dalam kampanye pileg kemarin sempat meninggi dan belum ada tanda-tanda akan menurun sampai kini.

Karena itu, tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali merangkul partai-partai kelompok menengah. Yakni, partai yang perolehan suaranya antara sembilan sampai lima persen. Partai-partai itu adalah Demokrat, PKB, PKS, PPP, Nasdem, dan Hanura. Tapi, itu juga tidak akan mudah. Selain faktor ideologi, seperti yang sudah-sudah, faktor pembagian jatah kekuasaan akan menyebabkan perdebatan sengit selama proses penjajakan koalisi berlangsung.

Sementara itu, Demokrat sebagai peraih suara tertinggi di kelompok partai menengah, sebetulnya berpeluang memimpin koalisi di antara mereka. Jika hal itu dilakukan partai berlambang mercy tersebut, tidak hanya ada tiga poros dalam pilpres nanti, tapi menjadi empat poros. Kelahiran poros keempat itu sangat bergantung pada kelihaian dan kegesitan Demokrat dalam memengaruhi partai kelompok menengah.

Kalau Demokrat gagal mewujudkan koalisi baru, masih ada harapan akan hadirnya poros keempat yang akan lebih berkarakter. Selain itu, ada ikatan emosional yang kuat. Emosi itu diikat oleh roh yang sama. Poros keempat itu tidak lain adalah partai Islam. Lebih tepatnya, koalisi partai Islam.

Perolehan suara partai-partai Islam yang bertarung dalam Pileg 2014 sangat signifikan untuk membentuk koalisi pengajuan capres. Perinciannya, PKB di kisaran 9 persen, PAN 7 persen, PPP 7 persen, PKS 6 persen, dan PBB 1 persen. Kalau ditotal menjadi 30 persen. Jauh dari cukup. Bahkan, kalau lima partai Islam ini benar-benar bersatu, PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra akan kelimpungan mencari partner koalisi.

Namun, peluang besar itu akan terbuang sia-sia jika partai Islam tersebut masih menomorsatukan egonya. Jangankan membuat kompak dua atau beberapa partai, ada beberapa partai Islam yang pecah kepengurusannya. Lalu mereka membuat tandingan partai baru. Demi kepentingan yang lebih besar -yakni mengurus negara dan bangsa- dibutuhkan kerendahhatian setiap parpol Islam untuk melepaskan sekat-sekat yang selama ini membuat mereka terpolarisasi. Bagi partai Islam, tidak ada yang lebih tinggi daripada ruhul Islam. Dan, tidak ada tujuan utama dari ruhul Islam kecuali rahmatan lil 'alamin. Yakni, mewujudkan keamanan dan kesejahteraan dunia. Alangkah elegannya jika PKB sebagai peraih suara tertinggi kelompok partai Islam memelopori koalisi partai Islam. Yaitu, koalisi rahmatan lil 'alamin.

Soal figur yang akan dicapreskan, koalisi rahmatan lil 'alamin juga tidak usah minder dengan tiga poros yang lain. Ada beberapa tokoh Islam yang bisa disejajarkan dengan tiga capres dari tiga poros yang sudah ada. Untuk sementara, nama seperti Mahfud M.D. dan Dahlan Iskan bisa dijadikan alternatif capres dari koalisi rahmatan lil 'alamin. Selain memiliki elektabilitas yang tinggi, keduanya relatif bisa diterima oleh kalangan partai Islam.

Peluang dan kesempatan tidak datang dua kali. Kita tunggu, apakah partai Islam punya keberanian mengubur egonya dan membentuk koalisi rahmatan lil 'alamin. Pastinya, kesempatan tidak akan pernah datang dua kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar