Minggu, 13 April 2014

Kebijakan Pembukaan Lahan Pasca-SBY

Kebijakan Pembukaan Lahan Pasca-SBY

Riza Suarga  ;   Doktor Politik Hukum Lingkungan, Universitas Indonesia;
Ketua Umum Angkatan Muda Restorasi Indonesia
MEDIA INDONESIA, 12 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
KASUS pembukaan lahan dengan membakar yang menyebabkan bencana asap sudah menjadi ritual tahunan pasca-Orde Baru. Kendali menertibkan pembukaan lahan yang dilakukan ‘masyarakat’ di era reformasi dan otonomi daerah ini ternyata tidak mudah. Secara teori, lahan-lahan masyarakat yang dibuka seharusnya berskala kecil, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat membakar secara serentak di berbagai lokasi sehingga memberi dampak kerusakan lingkungan maupun gangguan kesehatan yang amat masif.

Mampukah pemerintahan baru pasca-SBY berbuat lebih baik demi memastikan kelestarian lingkungan maupun kesehatan masyarakat yang lebih terjamin? Mengulas kembali kasus Riau beberapa waktu lalu yang sampai memaksa SBY selaku presiden turun langsung memimpin operasi pemadaman api sehingga melibatkan TNI perlu dijadikan pelajaran penting di masa depan. Apakah perlu sejauh itu seorang kepala negara melibatkan diri? Lalu apa yang seharusnya dilakukan maupun solusi jangka panjangnya?

Kasus hukum

Kasus pembakaran lahan di Riau yang baru terjadi murni sebuah kasus hukum. Pasalpasal pidananya sangat jelas. Yang paling mencolok dalam pengamatan saya justru adanya pembiaran yang terstruktur mengingat kejadian asap Riau sempat berlangsung selama 2 bulan tanpa ada tindakan apa pun dari aparat terkait. Baru setelah masyarakat Riau berteriak di berbagai media sosial, SBY langsung reaktif mengumpulkan anggota kabinetnya dan mengambil alih kendali operasi penanganan asap tersebut.

Oleh karenanya, menurut saya, pembiaran pembakaran lahan merupakan kasus hukum yang serius pula. Kepulan asap yang melanda sebuah daerah seperti Riau bahkan menyebar ke daerah lain sampai ke negara tetangga tidaklah mungkin luput dari pengetahuan aparat terkait khususnya pemerintah daerah, aparat kehutanan setempat maupun kepolisian daerah apalagi dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, aparat terkait sepatutnya juga harus dimintai pertanggungjawaban semaksimal mungkin.

Selain Pasal 55 KUHP, yakni turut serta dalam sebuah tindak kejahatan, Pasal 56 KUHP karena aktif dalam membantu kejahatan, ditambah Pasal 421 KUHP tentang Kejahatan Jabatan, yaitu seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Kemudian dengan teknologi citra satelit maupun foto udara, sebenarnya sangatlah mudah mengidentifikasi titik-titik api apakah berada di wilayah kawasan budi daya kehutanan (KBK) atau nonkehutanan (KBNK).

Hal itu penting untuk menentukan siapa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap penegakan hukumnya, Menteri Kehutanan untuk KBK atau Kapolri untuk KBNK. Kedua pejabat negara itu ialah pembantu langsung presiden sehingga jelas seharusnya me rekalah yang lebih bertanggung jawab serta pantas menanggung segala risiko jabatan mereka.

Pencegahan

Membuka lahan pada dasarnya bisa dilakukan dengan tiga metode; dibakar, menggunakan bahan kimia, dan dibersihkan menggunakan alat berat. Secara metodologi, membakar lahan merupakan yang paling efektif, paling murah, telah menjadi tradisi turun-temurun masyarakat, dan mampu memperbaiki kualitas tanah sehingga kualitas buah yang dihasilkan lebih baik. Di negara-negara maju sekalipun, metode membakar lahan masih dilakukan, tapi pelaksanaannya diatur sehingga dampaknya bisa dikelola dengan efektif.

Di Indonesia, pemerintah sudah telanjur menetapkan metode pembukaan lahan dengan dibakar dilarang secara hukum. Kemudian penggunaan bahan kimia memiliki dampak lingkungan yang lebih berbahaya sehingga alternatif penggunaan alat berat menjadi pilihan. Sayangnya, biaya pengoperasian alat berat relatif mahal dan sangat tidak ekonomis bagi lahan-lahan masyarakat skala kecil apalagi bila dikerjakan secara individual. Larangan membuka lahan dengan membakar tentunya mudah dipatuhi perkebunan atau hutan tanaman industri skala besar, tapi perkebunan maupun hutan rakyat pasti akan menemui masalah.

Solusi jangka panjang

Solusi jangka panjang, menurut saya, pertama berupa penegakan hukum yang efektif dan tepat sasaran, yaitu bukan sekadar menangkap pelaku dan aktor intelektual, tapi juga sanksi bagi aparat terkait yang membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi. Sehingga efek jera benarbenar diterapkan terhadap semua pihak.

Kedua, pemerintah sebaiknya segera merumuskan bantuan terhadap kebun-kebun atau hutan-hutan tanaman rakyat dalam melakukan persiapan atau pembukaan lahan. Biaya pengoperasian alat berat bisa dicarikan solusi pendanaannya sehingga mampu menanggulangi risiko pembukaan lahan secara individu yang tidak lain dari cara membakar.

Betapa pun, merupakan tugas negara membina rakyatnya, ketika mereka dilarang berbuat sesuatu, perlu dibantu dalam menjalankan alternatifnya, apalagi sesuatu yang biayanya sulit mereka penuhi kalau harus dilakukan secara individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar