Jumat, 11 April 2014

Integrasi UN 2014-PT, Mungkinkah?

Integrasi UN 2014-PT, Mungkinkah?

Sudaryanto  ;   Dosen FKIP Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
HALUAN, 10 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Jika tak ada aral melintang, Ujian Nasional (UN) ti­ng­­kat SMA/SMK/MA akan dilaksanakan pada 14-16 April 2014 ini. Salah satu bentuk “inovasi” dalam pelaksanaan UN SMA/SMK/MA kali ini ialah terin­tegrasinya ujian tersebut dengan perguruan tinggi (PT). Hal ini sejalan dengan pemikiran Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim. Pertanyaannya kini, mungkinkah UN dapat diintegrasikan dengan PT? Mari kita ulas!

Sebelum menjawab per­tanyaan di atas, mari kita pelajari betul-betul tiga komponen penting dalam setiap ujian, yaitu tujuan ujian, bentuk soal ujian, dan evaluasi hasil ujian. Tujuan pelaksanaan UN, yaitu mengukur kemampuan siswa dalam setiap mata pelajaran yang diujikan. Dari segi persentase nilai, bobot nilai UN 2014 dan UN 2013 tak jauh beda, yaitu 60 persen. Begitu pula dengan bobot nilai sekolah (NS) UN 2014 dan UN 2013, sama-sama sebesar 40 persen.

Sementara itu, tujuan pelaksanaan seleksi masuk PTN (baca: SNMPTN) ialah mengukur kemampuan calon mahasiswa dengan jurusan atau program studi yang telah dipilihnya. Sebagai contoh, ada seorang siswa lulusan SMA jurusan IPA yang memilih jurusan Farmasi UGM dan Teknik Sipil UGM. Melalui SN­MPTN, dia mengukur ke­mam­­puan diri apakah sesuai atau tidak dengan dua pilihan tadi. Jika sesuai, ia pun dapat masuk kuliah di antara dua pilihannya itu.

Bentuk Soal Ujian

Berikutnya, bentuk soal ujian. Dalam UN SMA/MA, jamak kita ketahui bentuk soal berupa pilihan ganda (multiple choice). Peserta ujian didorong untuk memilih satu ja­waban ya­ng benar di an­tara li­ma pi­­li­han­/op­si ja­­wa­ban ya­ng tersedia. Se­lain itu, jum­lah so­al UN SMA/MA u­­mum­nya 50 bu­tir so­al, ter­ke­cu­ali ma­ta pe­­­la­ja­ran Ma­t­e­ma­­tika. Da­­­ri a­wal pel­a­k­sa­na­an UN hing­ga kini, bentuk soal UN berupa pilihan ganda dan tak pernah di­tambah soal esai.

Sementara i­tu, bentuk soal SN­M­PTN be­ru­­pa “pi­­li­han ga­n­­da ber­­­­sy­a­rat”. Sa­­ya sebut be­­gitu, ka­­­­rena se­tiap pilihan/o­p­si ja­wa­ban ya­ng ter­sedia ter­kait a­da­nya tahap ber­­­­pi­kir kritis dan logis. Dengan kata lain, peserta SNMPTN diajak untuk berpikir kritis dan logis sebelum memilih jawaban yang dianggapnya benar. Hal itu wajar, meng­ingat peserta SNMPTN meru­pakan calon mahasiswa yang semestinya memiliki pola pikir kritis, logis, dan komprehensif.

Di sini, saya tidak me­nga­takan bahwa soal UN SMA/MA tidak mengajarkan siswa SMA/MA untuk ber­pikir kritis dan logis. Sekali lagi tidak! Sebab, tahap berpikir siswa SMA/MA sangat berbeda dengan calon mahasiswa. Hemat saya, soal-soal UN SMA/MA lebih menuntut ke­mam­p­uan sis­­wa dalam menye­rap materi pe­lajaran ya­­ng di­be­ri­kan o­leh gu­ru di kelas. Se­da­ng­­­kan so­al-soal SN­MPTN lebih menuntut ke­mampuan ca­lon ma­ha­sis­wa se­suai de­ngan ju­ru­san pili­han­nya.

Sela­n­­­jut­nya, e­va­­luasi ha­sil u­jian. E­va­luasi ha­sil UN SMA/M­A­ (ju­ga U­N­­ S­M­P­/MTs)­ se­­su­­­ng­­­guh­nya di­a­­­rah­kan un­tuk mem­per­baiki mu­tu pem­be­la­jaran di kelas. Da­lam hal ini, sub­yek ya­ng di­ke­nai a­da­nya per­baikan ialah guru mata pelajaran ya­ng di­ujikan. Misal­nya, ha­­sil UN Ba­­hasa In­donesia di sebuah SMA dinyatakan “kur­ang baik”, maka para guru Bahasa Indonesia men­dapatkan perhatian yang ekstra berupa pelatihan guru dan mutu pembe­lajaran.

Alih-alih perbaikan mutu pembelajaran dilakukan, justru hal itu nyaris terl­upakan oleh guru dan pimpinan sekolah. Banyak guru lebih memilih diam, kendatipun hasil UN mata pelajaran yang diampunya “kurang baik”. Setali tiga uang, pimpinan sekolah juga menganggap evaluasi hasil UN kurang penting. Aki­batnya bisa ditebak, pem­belajaran di kelas ber­langsung layaknya sebuah rutinitas yang menjenuhkan, baik siswa maupun guru.

Mengatasi hal itu, saya mengusulkan beberapa hal. Pertama, guru seluruh mata pelajaran didorong untuk mengembangkan diri, terutama dalam inovasi dan kreativitas pembelajaran, seperti penelitian tindakan kelas (PTK). Kedua, guru seluruh mata pelajaran diajak untuk mengikuti berbagai pelatihan mutu guru dan mutu pem­be­lajaran, baik yang disel­enggarakan di sekolah maupun di luar sekolah, serta didorong untuk studi lanjut ke program pasca­sarjana (S-2).

Catatan Penutup

Dari segi tujuan ujian, bentuk soal ujian, hingga evaluasi akhir ujian seperti dikemukakan di atas, jelas­lah bahwa peluang integrasi UN 2014 tingkat SMA/MA dengan ujian masuk PT sangat kecil. Hal itu wajar, mengingat, sekali lagi bahwa tujuan ujian, bentuk soal ujian, dan evaluasi akhir ujian antara UN 2014 dan SNMPTN berbeda. Alang­kah baiknya jika pihak Kemendikbud dapat mema­hami perbedaan subs­tansi keduanya, dari tujuan ujian hingga evaluasi akhir ujian.

Sebagai catatan penutup, ada tiga hal yang dapat dilakukan dalam waktu dekat ini. Pertama, seluruh pihak dari Kemendikbud, Dinas Pendidikan, hingga guru dapat memaksimalkan pelaksanaan UN 2014 ting­kat SMA/MA yang tinggal sebulan lagi. Saya sepen­dapat dengan Plt Kepala Puspendik Kemendikbud Nizam bahwa seluruh pihak terkait dengan UN harus bersikap jujur. Siswa, guru, tenaga penga­was UN, hing­ga pihak Kemendikbud harus berlaku jujur dan terbuka.

Kedua, bagi guru mata pelajaran yang diujikan didorong untuk berani mengevaluasi diri dan mutu pengajarannya di kelas. Dengan cara begitu, guru pun akan terdorong untuk belajar. Filosofinya seder­hana: “guru yang layak mengajar ialah guru yang rajin belajar.” Belajar tak harus dimaknai studi lanjut (S-2), tetapi bisa juga melalui kegiatan mem­baca, berdiskusi, mela­kukan PTK, mengikuti pelatihan guru, hingga merancang model pembelajaran yang menyenangkan.

Ketiga, bagi pimpinan sekolah atau madrasah dapat melakukan pelbagai ikhtiar yang bervisi perbaikan mutu pembelajaran dan kemam­puan belajar siswa. Misal­nya, memfasilitasi labora­torium, perpustakaan seko­lah, serta sumber-sumber belajar yang lengkap bagi guru. Selain itu, dapat pula memberikan suntingan dana bagi guru yang rutin melak­sanakan PTK dan mela­hirkan model pembela­jaran yang inovatif. Semoga hal-hal ini dapat dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar