Gerakan
Mahasiswa dan Pemilu 2014
Inggar Saputra ; Mahasiswa Magister
Ketahanan Nasional Universitas Indonesia
|
OKEZONENEWS,
11 April 2014
Pemilihan
Umum 2014 berjalan semakin dekat. Berbagai persiapan terus dilakukan para
aktor politik strategis seperti penyelenggara pemilu dan partai politik.
Wajar memang sebab agenda pemilu dinilai akan menentukan wajah demokrasi dan
kepemimpinan nasional ke depan. Jika pemilu berjalan lancar dan sesuai
ekspektasi publik, masa depan rakyat Indonesia dalam berbagai dimensi
kehidupan diyakini akan semakin membaik. Sebaliknya, penundaan pemilu
berpotensi menghasilkan konflik, kerawanan sosial dan terganggunya stabilitas
pemerintahan dalam melayani kebutuhan masyarakat secara luas.
Sejujurnyanya
memang tidak ada yang salah jika masyarakat berharap besar kepada kesuksesan
pemilu yang akan menentukan kepemimpinan nasional. Wajar pula jika agenda itu
menjadi perhatian bersama masyarakat Indonesia, aktor politik, media massa,
dunia internasional dan kalangan yang peduli kepada demokrasi di Indonesia.
Sebab pemilu sejatinya merupakan indikator bagaimana proses demokrasi
Indonesia, apakah berjalan dengan tetap berpedoman kepada kepentingan masyarakat
atau segelintir elite politik saja. Padahal sejatinya demokrasi adalah
manifestasi kepentingan dari, oleh dan untuk rakyat.
Tapi
alih-alih menegakkan demokrasi, ajang pemilu meninggalkan proses yang
memiriskan hari. Meski masih menyisakan waktu dua bulan, proses menuju pemilu
yang luber dan jurdil masih meninggalkan banyak masalah. Mulai dari buruknya
rekrutmen caleg yang dilakukan parpol, ancaman politik transaksional selama
masa kampanye dan menjelang pencoblosan, belum beresnya logistik pemilu yang
seharusnya diselesaikan KPU dan munculnya gugatan pemilu serentak yang
belakangan diputuskan Mahkamah Konstitusi akan dimulai pada tahun 2019.
Segala persoalan itu meninggalkan sebuah pertanyaan mendasar apakah proses
pemilu akan dapat berjalan lancar? Kekhawatiran itu pantas dihadirkan,
mengingat waktu penyelenggaraan semakin dekat sehingga diperlukan kerja
efektif dan efisien dari semua pemangku kepentingan. Kita sepantasnya belajar
dari kesalahan pemilu 2009 yang diwarnai banyak kecurangan sehingga menimbulkan
protes dan melukai demokrasi.
Posisi Gerakan Mahasiswa
Dalam menghadapi pemilu yang akan berlangsung 9
April 2014, tentunya banyak unsur sosial-politik yang terlibat dengan
berbagai variansi kepentingannya. Mereka berburu, berlomba dan berkompetisi
mengejar kekuasaan yang dicerminkan dengan perjuangan mendapatkan
kepemimpinan baik dalam ranah eksekutif dan legislatif Itu dapat terlihat
dari maraknya wajah calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden
(capres) yang menghiasi media massa maupun baliho dan spanduk di sepanjang
jalan. Mereka mempromosikan dirinya
sehingga kelak mendapatkan simpati rakyat yang berujung kepada bagaimana
mampu melenggang ke kursi kekuasaan.
Di
tengah derasnya peta kekuatan politik, ada satu elemen politik yang tak dapat
dilupakan yakni mahasiswa. Mereka adalah kelompok strategis yang merupakan
bagian dari rakyat, berpendidikan tinggi dan melek politik yang tersebar di
berbagai kampus dan tergabung dalam Organisasi Kemahasiswaan dan pemuda
(OKP). Dengan bekal kemampuan intelektual, para mahasiswa adalah salah satu
kunci yang menentukan kesuksesan pemilu. Untuk itu, sudah selayaknya mereka
dilibatkan dalam mengawal pemilu melalui partisipasi aktif lembaga
kepemiluan.
Dalam
memandang Pemilu, aktivis mahasiswa sebagai insan terdidik-tercerahkan
memiliki empat tugas penting. Pertama, mendidik rakyat agar melek politik
sehingga tidak salah menentukan pilihannya. Mahasiswa diharapkan mampu
mendukung terciptanya demokratisasi, mendorong rakyat agar memilih pemimpin
berkualitas, kompeten dan memiliki gagasan segar untuk membuat Indonesia
lebih baik. Para aktivis mahasiswa juga diharapkan mampu menjagar jarak agar
tidak bersentuhan dengan politik praktis dalam wacana yang berlebihan
sehingga tetap mampu mempertahankan nilai independensinya sehingga idealisme
perjuangan lebih dapat terjaga. Ini penting sebab mengutip Rizky Umar (2013)
berkaca pada pengalaman sebelumnya, gerakan mahasiswa memiliki satu problem
serius yakni masih kuatnya cengkeraman dan hegemoni partai politik patron
(yang dibawa oleh senior), sehingga menyebabkan banyak aktivitas gerakan
seperti ewuh-pakewuh dan setengah-setengah.
Kedua,
mengkampanyekan pemilu yang berintegritas dan budaya politik santun. Tak
dipungkiri, kontestasi politik dalam pemilu sangat tinggi sehingga saling
sindir antar parpol, politik uang dan kampanye negatif banyak bermunculan.
Pada situasi inilah, aktivis mahasiswa dituntut kepekaan politik nilainya
sehingga ajang pemilu mampu menampilkan budaya politik santun sehingga mampu
mencapai demokrasi subtansial yang mentransaksikan gagasan dan visi
pembangunan Indonesia ke depan. Ketika itu terjadi, maka masyarakat akan
mendapatkan pencerdasan politik dari adanya pesta demokrasi tersebut.
Ketiga,
mengawal proses pemilu yang disinyalir akan meninggalkan beberapa problema
kerawanan sosial sehingga dikhawatirkan menimbulkan dampak kurang baik
terhadap keamanan dalam negeri. Tugas menjaga stabilitas keamanan jelas
merupakan pekerjaan bersama sehingga kedamaian tetap dirasakan masyarakat
ketika pemilu dijalankan. Konteks itu, mahasiswa harus mampu mendorong semua
pihak tetap mengedepankan rasionalitas, mentalitas siap menang dan kalah
serta tidak mengutamakan kekerasan dalam menyikapi hasil pemilu kelak. Ketika
terjadi perbedaan pandangan dalam menyikapi sebuah persoalan dalam pemilu,
perlu dikedepankan dialog intensif sehingga harmonisasi dan tertib sosial
dapat berjalan baik.
Keempat,
mengadvokasi berbagai temuan pelanggaran selama proses pemilu. Selama
pelaksanaan pemilu, pelanggaran dipastikan akan banyak dilakukan partai
politik untuk mendapatkan kemenangan. Kondisi ini membuat mahasiswa dituntut
berfikir kritis dalam menyikapi pelanggaran dengan mengedepankan kerjasama
dengan lembaga pemantau pemilu dan aparat penegak hukum sehingga pelanggaran
yang ada dapat diberikan sanksi tegas. Hukuman itu diperlukan agar
pelanggaran serupa tidak terulang dan menjadi pelajaran yang mendidik untuk
kehidupan demokrasi di masa mendatang.
Akhirnya
gerakan mahasiswa perlu mengingatkan dirinya agar dapat berperan maksimal
dalam menyongsong perubahan sosial di tahun politik ini. Untuk itu gerakan
mahasiswa harus mampu menampilkan dirinya sebagai poros kekuataan politik
alternatif yang visioner, tidak mudah terjebak kepada fragmatisme partai
politik. Sebab mahasiswa adalah kelompok netral dimana masyarakat menitipkan
harapan proses pengawalan pemilu dapat berjalan maksimal sehingga perbaikan
kesejahteraan hidup masyarakat dapat tercipta. Hidup Mahasiswa Indonesia! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar