Senin, 07 April 2014

Dari Bill Gates hingga Iklan Rokok

Dari Bill Gates hingga Iklan Rokok

Endang Suarini  ;   Pemerhati kesehatan masyarakat,
Bekerja di sebuah perusahan farmasi
JAWA POS, 07 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
MENGHARUKAN sekali, menjelang Hari Kesehatan Sedunia 7 April 2014, orang terkaya sejagat raya, Bill Gates, menyumbang USD 40 juta atau sekitar Rp 450 miliar untuk mengatasi penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia (Jawa Pos, 6/4, hal 1).

Mengapa TBC masih marak di negeri ini, salah satunya tidak lepas dari kegemaran sebagian besar warga kita untuk merokok. Salah satu korban rokok adalah pemilik sekaligus pendiri Toko Buku Toga Mas, Johan Budhie Sava, yang meninggal dunia di RS Panti Waluya I, Malang, dalam usia 50 tahun, Jumat (4/4). Menurut penuturan keluarga, sebelum meninggal, almarhum dirawat di rumah sakit karena radang paru-paru (TBC). Johan memang dikenal sebagai perokok berat. Jelas Johan hanyalah salah satu korban rokok.

Angka kematian akibat rokok di dunia memang termasuk tinggi. Seperti dilansir www.tobaccoatlas.org, tembakau telah membunuh 50 juta orang dalam 10 tahun terakhir. World Bank pernah memperingatkan: "Dengan pola merokok seperti sekarang ini, 500 juta orang yang hidup hari ini akhirnya akan terbunuh oleh penggunaan tembakau. Lebih dari separo di antaranya saat ini adalah anak dan remaja".

Konyolnya, kampanye antirokok dinilai masih lambat dibanding sukses iklan rokok. Menurut AC Nielsen Media Research, belanja iklan rokok menduduki rating kedua sebesar Rp 119 triliun (2012), naik hampir 10 kali lipat dari 2007 (Rp 1,5 triliun. Belanja iklan rokok setiap tahun selalu naik, terbesar hampir 90 persen. Iklan memang diperlukan untuk mendukung produksi rokok. Pada 1995 produksi rokok hanya 199,45 miliar batang dan pada 2012 menjadi 260 miliar batang. Indonesia pun tetap menjadi pasar cerah bagi rokok. Bahkan, sektor rokok kebal krisis.

Gencarnya iklan rokok jelas berdampak buruk, karena membunuh akal sehat sehingga merokok justru dipersepsi sebagai tindakan yang menyehatkan. Akal sehat pun dibuai sehingga lupa disclaimer di bungkus rokok bahwa "merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin".

Para perokok pun terus merokok, tak peduli melanggar HAM sesama di dekatnya yang tidak merokok. Meski kita yang tidak merokok sering dirugikan, kita jangan pernah kehilangan empati kepada perokok. Sesungguhnya perokok bukan hanya menjadi korban iklan, tapi juga korban nikotin.

Nikotin merupakan zat adiktif. Bayangkan, nikotin 5-10 kali lebih kuat daripada kokain dan morfin. Ketika seseorang merokok, nikotin terserap dalam darah dan diteruskan ke otak. Di otak, nikotin menempel pada reseptor, mengakibatkan pelepasan zat dopamin dari otak. Terlepasnya dopamin memberikan rasa nyaman. Namun, berselang beberapa waktu, nikotin terlepas dari reseptor, dopamin berkurang, rasa nyaman pun berkurang. Karena itu, timbul keinginan untuk merokok lagi dan lagi.

Kalau jerat nikotin sudah mencengkeram, segala macam aturan atau kehadiran orang lain dengan mudah bisa diabaikan. Peringatan bahwa sebatang rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia dan 25 jenis penyakit dianggap sepele. Jutaan kematian akibat rokok juga dianggap biasa.

Memang begitulah kuasa nikotin. Gara-gara jeratnya, banyak bapak dari keluarga miskin lebih suka merokok daripada membelikan anaknya makanan bergizi. Gara-gara rokok, masa depan anak-anak justru sengaja dibuat suram. Bayangkan, 43 juta anak Indonesia saat ini hidup serumah dengan perokok dan mereka terancam menderita penyakit mematikan. Konyol­nya, justru kian banyak anak tergoda untuk merokok.

Luar biasa memang daya pesona rokok sehingga membuat orang bisa mengabaikan jantung, paru-baru, bahkan nyawanya sendiri. Jadi, makin banyak saja yang menjadi korban rokok.

Mempertimbangkan hal itu, jelas diperlukan banyak tim penolong, apalagi jumlah korban rokok yang meninggal konon lebih banyak daripada jumlah korban bencana alam mana pun. Jadi, apa pun profesi diri kita, mari menjadi penolong bagi korban rokok agar bisa bebas dari rokok. Syukurlah, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Peraturan ini mulai efektif berlaku pada Juni 2014. Berdasar PP ini konten iklan rokok kini berubah sejak awal Januari tahun ini.

Sebelumnya, peringatan bahaya merokok berbunyi, "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin". Kini bunyinya lebih menusuk, "Rokok Membunuhmu". Tak hanya itu, gambar tengkorak pun turut menjadi ilustrasi. Juga ada angka 18+ di gambar tengkorak. Peringatan yang baru itu masih terlihat di papan-papan reklame.

Setiap kemasan rokok juga harus memasang gambar bahaya merokok sebesar 40 persen dari seluruh kemasan. Bandingkan dengan Singapura dengan persentase gambar 50 persen, Thailand dengan persentase gambar 55 persen, Malaysia dengan persentase gambar 60 persen.

Jika Bill Gates peduli, kita justru harus lebih peduli dengan memilih menjauh dari rokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar