Basa-Basi
Poros Tengah
Bambang Arianto ; Peneliti Politik di Bulaksumur Empat Yogyakarta
|
TEMPO.CO,
17 April 2014
Banyak
kalangan menilai kenaikan suara partai Islam lebih disebabkan oleh adanya
sentimen politik Islam, yang akhirnya membantu mengkonsolidasikan kesadaran
kolektif kalangan muslim bila umat Islam juga memiliki saluran-saluran
politik. Prediksi sigi sejumlah lembaga survei yang menilai akan mandulnya
suara partai Islam dalam Pemilu 2014 tidak terbukti.
Hasil
hitung cepat (quick count) yang
dilansir CSIS memaparkan terdongkraknya suara partai Islam, seperti Partai
Kebangkitan Bangsa (9,3 persen) dan Partai Amanat Nasional (7,4 persen).
Sedangkan yang lain cenderung stagnan, seperti PKS (6,9 persen), PPP (6,6
persen), dan PBB (1,6 persen). Dengan asumsi perolehan suara gabungan,
terdapat lebih dari 30 persen suara umat Islam dalam Pileg 2014. Sinyal ini
membuka mimpi lama partai Islam yang ingin mengajukan calon presiden dan
wakil presiden sendiri.
Dalam
historiografi politik Islam, memang pernah dikenal istilah penyatuan politik
Islam, kala digelarnya konvensi pada awal November 1945, yang melahirkan
Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam. Sayangnya, setelah periode
tersebut, justru konflik dan perpecahan politik Islam yang lebih mengemuka.
Hal yang sama pernah terjadi ketika poros tengah pada Pemilu 1999 mampu
mengusung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden terpilih. Namun kala
itu juga langkah politik poros tengah (minus PKB) akhirnya memaksa turun Gus
Dur dari kursi kepresidenan.
Sinyalemen
politik ini sebenarnya membuktikan bahwa sejak ritual Pemilu 1999, 2004, dan
2009, Islam politik di Indonesia tidak tunggal. Ideologinya sama tapi
pemaknaannya variatif, simbolik dan figur-figurnya beraneka ragam. Islam di
Indonesia memang dikenal berdimensi banyak. Tapi, untuk urusan politik, tetap
berdimensi tunggal. Jadi, bila dimensi tunggal bersentuhan dengan politik,
kepentinganlah yang akan mengedepan. Tingginya ego elite politik Islam
membuat partai Islam di Indonesia tidak solid secara politik. Alhasil,
basa-basi poros tengah jilid dua benar adanya. Gagasan poros Islam terkesan
hanya sebatas politik elektoral semata atau bertujuan menaikkan posisi tawar
partai Islam.
Sementara
itu, ekses efek Jokowi memang tidak berlaku dalam pemilihan legislatif 2014,
tapi hal ini akan berbeda dalam gelaran pemilihan presiden 2014. Tentu saja
hal ini didasari oleh hasil exit poll yang dilansir SMRC bahwa suara pemilih
partai berbasis massa Islam dan berideologi Islam akan lari ke calon presiden
dari PDIP, Jokowi, dan capres Gerindra, Prabowo Subianto.
Hal ini
diperkuat oleh konflik internal yang terjadi dalam tubuh PPP. Seakan
memberikan sinyal bahwa klaim Mukernas PPP telah menyatakan jauh-jauh hari
telah memutuskan mendukung calon presiden dari PDI Perjuangan. Jadi kegalauan
sikap politik, baik PAN, PKB, maupun PPP, jelas mempersulit lahirnya poros
Islam, kecuali PKS.
Partai
Islam seharusnya berkaca untuk tidak bersikap pada satu arah, tapi mampu
lebih ke tengah. Indonesia perlu perpaduan Islam-nasionalis. Politik aliran
bukan masanya lagi. Poros Islam diyakini semakin memaksa massa pemilih umat
Islam untuk terus membelah diri. Sinyalemen politik yang berkembang membuktikan
peluang poros tengah jilid dua hanyalah sebatas basa-basi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar