Apresiasi
Menjelang Transisi Kekuasaan
Antonius Purwanto ; Litbang
Kompas
|
KOMPAS,
21 April 2014
SETENGAH
tahun menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah relatif membaik.
Salah satu penyebabnya adalah kemampuan pemerintah menjaga kondisi politik
dan ekonomi sehingga pemilu legislatif berjalan aman dan lancar.
Memasuki
empat setengah tahun periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 20 April 2014, dua persoalan besar yang mengindikasikan
kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas negara. Pertama, menyangkut
persiapan dan pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014. Kedua, kemampuan
pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi di tengah proses
transisi kekuasaan politik tersebut.
Untuk
penyelenggaraan pemilu legislatif, pemerintah terbukti mampu mengakomodasi
sistem pemilu yang relatif berlangsung aman dan lancar serta tak diganggu isu
kecurangan sebagaimana Pemilu 2009. Hal ini memberikan peluang bagi
partai-partai politik untuk bersaing secara lebih sehat dan melahirkan
kader-kader potensial untuk ditawarkan kepada pemilih.
Meskipun
penyelenggaraan pemilu legislatif masih ditandai sejumlah insiden di beberapa
daerah, secara keseluruhan peristiwa-peristiwa itu tidak mengganggu proses
pemilu. Dari sisi hasil pemilu legislatif, pemerintah dinilai mampu
mengantisipasi potensi konflik sosial pasca pemilu setelah sejumlah proses
hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei menempatkan komposisi
parpol pemenang Pemilu Legislatif 2014 yang berbeda dari komposisi Pemilu
2009.
Di
bidang ekonomi, penilaian publik tidak lepas dari upaya pemerintah
mempertahankan stabilitas makroekonomi di tengah hiruk-pikuk penyelenggaraan
pemilu dan pemulihan ekonomi global. Kondisi nyata yang dihadapi publik saat
ini adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok. Walaupun inflasi relatif
rendah (Maret 2014 hanya 0,08 persen), sejumlah komoditas justru mengalami
kenaikan harga, seperti beras, cabai, dan minyak goreng. Untuk hal ini,
sebagian besar responden menyatakan kekecewaan.
Pemilu aman
Sejumlah
persoalan membayangi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 lalu, di antaranya
kisruh daftar pemilih tetap, keterlambatan distribusi logistik, dan
penghitungan suara di sejumlah daerah. Sejumlah insiden politik juga terjadi
menjelang pelaksanaan pencoblosan, seperti temuan Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bahwa sejak tahun 2013 sedikitnya
terjadi 19 kasus kekerasan yang motifnya diduga terkait politik. Sementara
itu, dari Januari hingga Februari 2014, sudah terjadi enam kasus kekerasan,
yang meliputi penembakan, penganiayaan, teror, intimidasi, pembakaran mobil,
dan perusakan atribut kampanye.
Temuan
serupa juga diungkapkan Jaringan Pemilu Aceh. Menurut lembaga ini, telah
terjadi 54 kasus kekerasan pemilu di sejumlah daerah di Aceh selama Maret
2014. Sebut saja kasus penembakan terhadap posko pemenangan calon anggota legislatif
dan penganiayaan yang menewaskan Ketua Partai Nasional Aceh Kecamatan Kuta
Makmur, Aceh Utara, Juwaini pada Februari lalu.
Meski
diiringi sejumlah peristiwa kekerasan yang bersifat sporadis di daerah
tertentu, pemilu kali ini relatif berjalan sukses, aman, dan lancar. Ini
berarti, pemerintah mampu meredam kekerasan politik tersebut sehingga tidak
memicu kekerasan lain yang berskala besar. Apresiasi publik terhadap
kemampuan pemerintah menjaga stabilitas politik dan keamanan terbilang
tinggi.
Dalam
jajak pendapat tiga bulanan Kompas terungkap, 45 persen responden menyatakan
puas dengan kinerja pemerintah dalam menjaga keamanan di tahun politik ini.
Kepuasan responden kali ini meningkat hampir 8 persen dibandingkan dengan
hasil jajak pendapat 3 bulan sebelumnya. Apresiasi publik kali ini terbilang
paling tinggi semenjak April 2011.
Hukum dan ekonomi
Terlepas
dari pelaksanaan pemilu, evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan punya
penilaian tersendiri. Dalam bidang hukum, korupsi masih dipandang sebagai
kasus terpenting. Sorotan publik terhadap kelambanan aparat penegak hukum
dalam merespons kasus korupsi yang terungkap masih mendominasi penilaian
mereka terhadap kinerja penegakan hukum. Proses hukum yang berbelit-belit
menyisakan keraguan publik tentang keseriusan pemerintah memberantas korupsi.
Berdasarkan
data Komisi Pemberantasan Korupsi, sebanyak 74 politikus terjerat kasus
korupsi sejak tahun 2007 hingga April 2014. KPK juga mencatat, ada 327
pejabat negara tingkat pusat dan lokal yang terlibat korupsi. Dengan kondisi
ini, wajar kalau peringkat korupsi Indonesia masih berada di urutan bawah.
Tahun 2013, survei Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International menempatkan Indonesia pada peringkat
ke-114 dari 176 negara dengan skor 32. Skor itu sama dengan hasil survei
serupa yang dilansir Transparency International tahun 2012. Itu berarti,
penanganan korupsi yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil
signifikan.
Fenomena
ini kembali terungkap dalam jajak pendapat 54 bulan pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono. Kepuasan responden terhadap kinerja pemerintah dalam
menangani kasus korupsi kembali terpuruk dibandingkan dengan tiga bulan yang
lalu. Hanya tiga dari sepuluh responden (34,2 persen) yang menyatakan puas. Tiga
bulan sebelumnya, tingkat kepuasan responden hampir mendekati 40 persen (38,2
persen).
Citra positif
Meskipun
kinerja pemerintahan dinilai belum optimal, di usia pemerintahannya yang
ke-54 bulan ini citra terhadap Yudhoyono mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Dalam jajak pendapat kali ini, sebagian besar (60,1 persen)
responden memandang positif terhadap Yudhoyono. Penilaian ini bisa dianggap
sebagai prestasi setelah hampir tiga tahun citra Yudhoyono terus merosot.
Kemampuan
Yudhoyono menjaga sikap ketika diterpa isu tentang keterlibatan dirinya dalam
kasus korupsi menimbulkan simpati publik terhadap kepemimpinannya.
Keberhasilan Yudhoyono dalam menjaga stabilitas politik di tengah hiruk pikuk
parpol dan sejumlah tokoh dalam pertarungan politik menjelang pemilu dan
pemilu presiden juga memberi kesan positif kepada publik.
Boleh
jadi, kemampuan Yudhoyono mengelola peran dirinya dalam menghadapi kedua isu
tersebut telah membuahkan citra positif bagi dirinya. Apresiasi positif yang
muncul pada pengujung masa pemerintahannya ini bisa juga menggambarkan
harapan publik menjelang transisi kekuasaan, yaitu terbentuknya pemerintahan
baru yang lebih kuat, lebih berkualitas, dan lebih aspiratif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar