Sabtu, 17 Juli 2021

 

Pesan Buya Bangsa di Masa Darurat

David Krisna Alka ;  Deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan dan Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah (2018-2022)

KOMPAS, 14 Juli 2021

 

 

                                                           

Kasus Covid-19 di Indonesia melonjak lagi. Jumlah pasien positif sudah lebih dari 2 juta. Petugas kesehatan sudah pontang-panting berusaha menyelamatkan korban. Jangan sampai pula pemerintah kewalahan sehingga negeri ini centang perenang dan tunggang-langgang.

 

Oleh karena itu, perlu pesan solidaritas kebangsaan dan ”teguran” dari tokoh-tokoh bangsa untuk menjaga negeri ini tetap berdiri. Buya Bangsa itu adalah Ahmad Syafii Maarif. Sejak awal Covid-19 muncul, interaksi virtual penulis dengan Buya Maarif ini bisa dikatakan hampir setiap hari.

 

Guru Bangsa ini acap kali mengirim pesan-pesan kegelisahan tentang kondisi moral bangsa dan situasi aktual fenomena keumatan dan kondisi sosial-politik di republik ini. Penulis mencari lagi beberapa pesan Buya yang pernah ”menegur” pemerintah dan mengingatkan kita semua (rakyat) di masa wabah korona. Ya, wabah yang kini menularnya makin tak karuan.

 

Jerit batin

 

Pada 24 Maret 2020, penulis mendapatkan pesan Buya Maarif yang mengatakan bahwa info tentang Covid-19 begitu masif disiarkan melalui media cetak, TV, dan media sosial. Namun, peringatan agar tetap waspada dan tidak panik kurang begitu diacuhkan publik. Kata Buya, tetapi bukankah akan lebih baik kita mau merenung untuk meningkatkan stamina spiritual kita agar terlihat jelas keterbatasan manusia dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya.

 

Menurut Buya Maarif, teknologi kedokteran semakin canggih, tetapi jenis penyakit pun tidak mau kalah. Inilah dunia tempat kita bermukim sementara untuk kita pelihara bersama, bukan untuk ditaklukkan. Bahkan, pada 31 Agustus 2020, Buya sampai berujar seperti ini:

 

”Ya, Allah, kami mohon agar Covid-19 yang mematikan ini segera menghilang dari muka bumi. Sudah 100 hamba-Mu para dokter yang wafat akibat keganasan wabah ini. Ya, Allah, ampuni segala dosa kami, amin.”

 

Pada 13 September 2020, kegelisahan Buya Maarif kian menjadi. Buya Maarif mengirim jerit batinnya kepada Presiden. Jerit batin Buya Maarif itu diunggah akun Twitter @SerambiBuya. Sudah 3.000 lebih akun yang retweet jerit batin Buya itu. Apa isi surat batin Buya Maarif kepada Presiden?

 

Buya Maarif menulis, sebagai salah seorang yang tertua di negeri ini, batinnya menjerit dan guncang membaca berita kematian para dokter yang sudah berada pada angka 115 pagi itu, plus tenaga medis yang juga wafat dalam jumlah besar pula. Pesan Buya kepada Presiden, mohon diperintahkan kepada Menteri Kesehatan dan jajarannya untuk berupaya semaksimal mungkin menolong nyawa para dokter. Jika begini terus, bangsa ini bisa oleng karena kematian para dokter saban hari dalam tugas kemanusiaannya di garis paling depan.

 

Sembilan bulan setelah Buya Syafii mengungkapkan jerit batinnya itu, pada Juni 2021 tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 melonjak. Data di LaporCovid-19 menunjukkan, jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang meninggal karena Covid-19 hingga 22 Juni 2021 mencapai 974 orang. Sebagian besar nakes meninggal adalah dokter (374 orang), perawat (311 orang), bidan (155 orang), disusul beragam profesi nakes lain (Kompas.id, 23 Juni 2021).

 

Beban hidup

 

Selain itu, dalam beberapa tulisannya, kegelisahan Buya acap kali hadir menyuarakan beratnya beban kehidupan rakyat dalam menghadapi wabah korona. Buya pernah mengungkapkan, drama tragis dan mematikan akibat serangan Covid-19 tidak akan pernah selesai dibicarakan.

 

Jangankan untuk ukuran dunia, laporan tentang dampak destruktifnya terhadap Indonesia saja bisa ditulis dalam ribuan halaman. Mulai dari korban para dokter, petugas kesehatan, ekonomi yang jatuh, plus derita rakyat banyak.

 

Dalam resonansinya Bangsa ini Jangan Sampai Retak (2020), Buya kembali mengingatkan, saat itu, ada pihak yang semula tak memperkirakan seburuk ini akibatnya. Maut mengancam di setiap sudut bumi Nusantara, terutama di kawasan perkotaan. Presiden jelas pusing dibuatnya. Ekonomi sulit bergerak, persatuan bangsa terasa agak goyang. Teguran Buya kepada pihak ”ikan lele” pun tak ketinggalan. Menurut Buya, pihak dengan ”mental ikan lele” tetap saja memperkeruh keadaan dengan segala kegenitannya, tak peduli jika bangsa ini retak.

 

Baru-baru ini dalam acara Seri Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2021 bertajuk ”Kontribusi Kaum Agamawan dalam Penanganan Pandemi” yang penulis ikuti secara daring, Buya menyampaikan pesan kepada semua tokoh lintas agama perlu menjadi teladan dan senantiasa mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan.

 

Yang terbayang

 

Pada 23 Februari 2021, Buya Bangsa Ahmad Syafii Maarif mengabarkan bahwa dirinya pernah merasakan wabah korona sekalipun dalam bentuk tanpa gejala (OTG). ”Macam-macamlah yang terbayang. Awak yang sudah sepuh ini diserang pandemi lagi, sekalipun dalam bentuk OTG. OTG seperti saya ini mungkin yang masih beruntung karena perlindungan Allah belaka,” demikian kesah Buya.

 

Begitulah, selain berharap perlindungan dari Sang Pencipta, demi menjaga kelangsungan hidup kita semua, semangat solidaritas sosial dan saling membantu perlu selalu diingatkan. Kita tidak mungkin hidup sendirian di muka bumi, kita memerlukan orang lain. Tanpa orang lain, kita tidak punya arti apa-apa. Demikianlah beberapa pesan kearifan Buya Ahmad Syafii Maarif. Jika ditelusuri coretan-coretan batin Buya Maarif, tak cukup rasanya ditorehkan semua dalam artikel ini.

 

Semua pesan moral Buya Bangsa di masa pandemi itu penting kita bumikan dalam pelaksanaan sehingga tak macam-macam yang terbayang, apalagi di masa darurat ini. Sedarurat apa pun itu, republik ini harus kita jaga dan tetap berdiri dalam keberbagaiannya. Salam. ●

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar