Pesan
Buya Bangsa di Masa Darurat David Krisna Alka ; Deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan
dan Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah (2018-2022) |
KOMPAS, 14 Juli 2021
Kasus Covid-19 di
Indonesia melonjak lagi. Jumlah pasien positif sudah lebih dari 2 juta.
Petugas kesehatan sudah pontang-panting berusaha menyelamatkan korban. Jangan
sampai pula pemerintah kewalahan sehingga negeri ini centang perenang dan
tunggang-langgang. Oleh karena itu, perlu
pesan solidaritas kebangsaan dan ”teguran” dari tokoh-tokoh bangsa untuk
menjaga negeri ini tetap berdiri. Buya Bangsa itu adalah Ahmad Syafii Maarif.
Sejak awal Covid-19 muncul, interaksi virtual penulis dengan Buya Maarif ini
bisa dikatakan hampir setiap hari. Guru Bangsa ini acap kali
mengirim pesan-pesan kegelisahan tentang kondisi moral bangsa dan situasi
aktual fenomena keumatan dan kondisi sosial-politik di republik ini. Penulis
mencari lagi beberapa pesan Buya yang pernah ”menegur” pemerintah dan
mengingatkan kita semua (rakyat) di masa wabah korona. Ya, wabah yang kini
menularnya makin tak karuan. Jerit
batin Pada 24 Maret 2020,
penulis mendapatkan pesan Buya Maarif yang mengatakan bahwa info tentang
Covid-19 begitu masif disiarkan melalui media cetak, TV, dan media sosial.
Namun, peringatan agar tetap waspada dan tidak panik kurang begitu diacuhkan
publik. Kata Buya, tetapi bukankah akan lebih baik kita mau merenung untuk
meningkatkan stamina spiritual kita agar terlihat jelas keterbatasan manusia
dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya. Menurut Buya Maarif,
teknologi kedokteran semakin canggih, tetapi jenis penyakit pun tidak mau
kalah. Inilah dunia tempat kita bermukim sementara untuk kita pelihara
bersama, bukan untuk ditaklukkan. Bahkan, pada 31 Agustus 2020, Buya sampai
berujar seperti ini: ”Ya, Allah, kami mohon
agar Covid-19 yang mematikan ini segera menghilang dari muka bumi. Sudah 100
hamba-Mu para dokter yang wafat akibat keganasan wabah ini. Ya, Allah, ampuni
segala dosa kami, amin.” Pada 13 September 2020,
kegelisahan Buya Maarif kian menjadi. Buya Maarif mengirim jerit batinnya
kepada Presiden. Jerit batin Buya Maarif itu diunggah akun Twitter
@SerambiBuya. Sudah 3.000 lebih akun yang retweet jerit batin Buya itu. Apa
isi surat batin Buya Maarif kepada Presiden? Buya Maarif menulis,
sebagai salah seorang yang tertua di negeri ini, batinnya menjerit dan
guncang membaca berita kematian para dokter yang sudah berada pada angka 115
pagi itu, plus tenaga medis yang juga wafat dalam jumlah besar pula. Pesan
Buya kepada Presiden, mohon diperintahkan kepada Menteri Kesehatan dan
jajarannya untuk berupaya semaksimal mungkin menolong nyawa para dokter. Jika
begini terus, bangsa ini bisa oleng karena kematian para dokter saban hari
dalam tugas kemanusiaannya di garis paling depan. Sembilan bulan setelah
Buya Syafii mengungkapkan jerit batinnya itu, pada Juni 2021 tenaga kesehatan
yang meninggal karena Covid-19 melonjak. Data di LaporCovid-19 menunjukkan,
jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang meninggal karena Covid-19 hingga 22 Juni
2021 mencapai 974 orang. Sebagian besar nakes meninggal adalah dokter (374 orang),
perawat (311 orang), bidan (155 orang), disusul beragam profesi nakes lain
(Kompas.id, 23 Juni 2021). Beban
hidup Selain itu, dalam beberapa
tulisannya, kegelisahan Buya acap kali hadir menyuarakan beratnya beban
kehidupan rakyat dalam menghadapi wabah korona. Buya pernah mengungkapkan,
drama tragis dan mematikan akibat serangan Covid-19 tidak akan pernah selesai
dibicarakan. Jangankan untuk ukuran
dunia, laporan tentang dampak destruktifnya terhadap Indonesia saja bisa
ditulis dalam ribuan halaman. Mulai dari korban para dokter, petugas
kesehatan, ekonomi yang jatuh, plus derita rakyat banyak. Dalam resonansinya Bangsa ini Jangan Sampai Retak (2020),
Buya kembali mengingatkan, saat itu, ada pihak yang semula tak memperkirakan
seburuk ini akibatnya. Maut mengancam di setiap sudut bumi Nusantara,
terutama di kawasan perkotaan. Presiden jelas pusing dibuatnya. Ekonomi sulit
bergerak, persatuan bangsa terasa agak goyang. Teguran Buya kepada pihak
”ikan lele” pun tak ketinggalan. Menurut Buya, pihak dengan ”mental ikan
lele” tetap saja memperkeruh keadaan dengan segala kegenitannya, tak peduli
jika bangsa ini retak. Baru-baru ini dalam acara
Seri Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2021 bertajuk ”Kontribusi Kaum
Agamawan dalam Penanganan Pandemi” yang penulis ikuti secara daring, Buya
menyampaikan pesan kepada semua tokoh lintas agama perlu menjadi teladan dan
senantiasa mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kedisiplinan dalam
menerapkan protokol kesehatan. Yang
terbayang Pada 23 Februari 2021,
Buya Bangsa Ahmad Syafii Maarif mengabarkan bahwa dirinya pernah merasakan
wabah korona sekalipun dalam bentuk tanpa gejala (OTG). ”Macam-macamlah yang
terbayang. Awak yang sudah sepuh ini diserang pandemi lagi, sekalipun dalam
bentuk OTG. OTG seperti saya ini mungkin yang masih beruntung karena
perlindungan Allah belaka,” demikian kesah Buya. Begitulah, selain berharap
perlindungan dari Sang Pencipta, demi menjaga kelangsungan hidup kita semua,
semangat solidaritas sosial dan saling membantu perlu selalu diingatkan. Kita
tidak mungkin hidup sendirian di muka bumi, kita memerlukan orang lain. Tanpa
orang lain, kita tidak punya arti apa-apa. Demikianlah beberapa pesan
kearifan Buya Ahmad Syafii Maarif. Jika ditelusuri coretan-coretan batin Buya
Maarif, tak cukup rasanya ditorehkan semua dalam artikel ini. Semua pesan moral Buya
Bangsa di masa pandemi itu penting kita bumikan dalam pelaksanaan sehingga
tak macam-macam yang terbayang, apalagi di masa darurat ini. Sedarurat apa
pun itu, republik ini harus kita jaga dan tetap berdiri dalam
keberbagaiannya. Salam. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar