Tiga
Kunci Pemulihan Ekonomi Pelaku Seni Rupa Bambang Asrini Widjanarko ; Penulis, Esais, dan Kurator Seni Rupa |
Kompas.com, 15 Juni 2021
Sesuai
dengan riset sejumlah kalangan pada saat pandemi, baik pemerintah atau
institusi independen, ada tiga kunci utama pemulihan pelaku ekonomi kreatif.
Yakni, kapabilitas sumber daya personal, penguatan ekosistem, dan
transformasi digital secara integratif. Dalam
webinar akhir Mei 2021 lalu, tiga hal diatas kembali diulik menjadi rujukan
bersama merespons topik yang ditawarkan penyelenggara UOB Indonesia: Peran
dan Potensi Seni Rupa dalam Ekonomi Kreatif. Webinar
mengundang narasumber dengan sejumlah praktisi pelaku industri, pakar ekonomi
dan staf ahli Kemenparekraf. Mereka adalah periset senior UOB Indonesia,
Direktur Art Fair, mantan diplomat, impresariat seni merangkap seniman,
sampai penyelenggara UOB painting of the Year. Head
of Economic and Research UOB Indonesia, Tinjauan Enrico Tanuwidjaja, cukup
menggugah audiens aktif menyimak dan berbagi bersama, dengan menyebut istilah
unik kondisi global ekonomi dunia sebagai tantangan di era “vaccine”. Paper
singkat yang dikirimkan ke penulis, Enrico menyebut bahwa vaccine merupakan
akronim dari volatility, yakni pergerakan cepat disebabkan penguncian
ekonomi, yang berangsur-angsur dilepas. Ambiguity,
ketidakjelasan tentang seberapa cepat vaksin memulihkan kondisi ekonomi?
Complexity, secara global kompleks keragaman vaksinasi banyak kendala,
termasuk distribusi dan jumlah populasi. Sedangkan
confusion, kondisi kebingungan kontrol dan layanan medis yang berbeda di tiap
negara. Inoculation, yakni mayoritas populasi mungkin hanya melakukan
vaksinasi saat masa kritis jumlah terinfeksi merebak, bukan pencegahan. New
normal, yakni mencipta kenormalan baru via bisnis digital serta emerging
stronger yaitu upaya akselerasi adaptasi digital lebih baik. Enrico
memaparkan prediksi tahun 2045, usai pemulihan ada prediksi bahwa Indonesia
mampu meningkatkan potensi ekonomi kreatifnya dengan pertumbuhan mencapai 46
persen yang sekarang nomor wahid masih dipegang oleh negara China. Selanjutnya
Enrico menjelaskan bahwa ia optimistis 17 subsektor ekonomi kreatif, seperti
aplikasi, game, arsitektur, desain interior, desain visual, desain komunikasi
publik, musik, film, fashion, seni rupa dan seni pertunjukkan mampu memberi
performa baik di masa depan. Visi 2045, Digitalisasi dan Ekosistem
Seni Sejumlah
strategi dijabarkan oleh Enrico tentang visi 2045 jika pemerintah dan pelaku
ekonomi kreatif mampu menyesuaikan diri dengan penerapan protokol kesehatan
pada aktifitas off lines selain digitalisasi, adanya stimulus kepada pelaku
bisnis, seperti reduksi pajak, kompensasi fiskal tertentu, dll. Sementara,
kalangan usaha kecil dan menengah mendapatkan intensif bantuan langsung tunai
sampai pinjaman lunak yang diterapkan secara konsisten. Selain
itu, ia menekankkan lagi akselerasi atas iklim investasi dan peraturan
kebijakan fiskal dan industri yang jelas, pemberdayaan ketrampilan lewat
pelatihan, lokakarya, seminar dan tentu saja ini: adaptasi digitalisasi
seluruh perangkat kerja dan aktifitas dari hilir sampai hulu (ekosistem) yang
memproduksi seni rupa serta peningkatan pemasaran di dalam negeri dan manca
negara. Wakil
Kemenparekraf, Joshua Simanjuntak, sebagai staf ahli Menteri Bidang Inovasi
dan Kreativitas menyampaikan bahwa kuncinya memang pemerintah memulai
menerapkan digitalisasi ekonomi, agar kembalinya produktifitas para pekerja
kreatif. Seperti
pemilik galeri, balai lelang, art fair, terutama seniman untuk menciptakan
kondisi adaptasi digital menemukan beragam inovasi, Joshua
menyitir pula agenda pemerintah kampanye pemulihan ekonomi kreatif dengan
anjuran membeli produk lokal yang disebut sebagai BBI, Bangga Buatan
Indonesia. Harapan
dari ekonom Enrico pun pernyataan Joshua bisa jadi kita memang mampu
menggapai visi 2045 dan akselarasi pemulihan saat ini bisa terwujud. Namun,
tentu saja pemerintah selayaknya menimbang beberapa hal, bahwa aspek seni
rupa selama ini memiliki kluster dan klasifikasi yang berbeda-beda. Selayaknya,
bantuan individu dilakukan konsisten (kecenderungan seniman berkarya secara
personal/soliter tanpa manager), selain mereka yang bekerja secara kolektif,
yakni bergabung di komunitas yang mapan dengan sistem manajerial jelas. Terutama,
untuk pendistribusian dukungan dan fasilitasi yang merata dengan pemilihan
penerima bantuan sejumlah daerah baik di dalam dan diluar Jawa dan Bali
secara geografis. Realitas
menunjukkan bahwa memang ada dukungan hibah (bantuan langsung tunai dan
pendampingan manajerial dan fasilitas pada sejumlah komunitas ) juga sejumlah
pelatihan, lokakarya serta seminar dihelat (sejak 2020). Tapi
data data empiris, dari lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku
industri dan profesional mandiri dalam skala menengah dan kecil, terutama
seniman, pekerja pendukung event organizer, kurator dan penulis lepas,
jurnalis seni di media menengah dan kecil, akademisi dan periset independen,
penulis buku dan jurnal seni, pembuat program di galeri dan studio, pengusaha
produk material seni, sampai pekerja art displayer tak tersentuh. Hal
yang lebih urgen adalah ketersediaan data dari pemerintah yang akurat jumlah
produsen seni dan profesi pendukung ekosistem seni rupa di Indonesia. Hal
lainnya adalah jalur distribusi dukungan tanpa perantara (one stop door:
bantuan via akses internet dan seluruh persyaratan teknis yang terkurasi);
serta fasilitasi untuk benar-benar mencapai sasaran yang tepat. Sejumlah
komunitas seni rupa besar dengan program-program besar pula pada 2020 sempat
mendapat hibah; namun justru sebagian besar yang lain, yang skala kecil pun
menengah tentu dengan persyaratan/ kriteria tertentu yang lemah, sama sekali
belum tersentuh. Perlu
ditimbang pula bahwa iklim usaha seni rupa tentunya lebih sehat jika ada
bantuan hutang cukup lunak bunganya dalam jangka panjang. Bagi pelaku usaha
kecil seni rupa (seperti adanya dukungan pada studio seni seniman); menimbang
jika hibah cenderung akan habis untuk konsumsi. Tentunya,
pinjaman jangka panjang ini memberi energi produksi lebih lama dan ada ikatan
pertanggung jawaban atas hasil utang. Kompensasi,
misalnya pada pelaku kecil, masih minim bagi pelaku seni dan seniman sebagai
misal, layak mendapatkan dukungan wifi gratis tak hanya keterampilan digital,
juga prioritas penerapan beberapa kriteria pemilihan yang objektif dan
terukur: konsistensi berkarya, prestasi seniman dalam berpameran dan waktu
yang lebih lama menjalani profesi yang perlu ditimbang dengan hasil riset
yang seksama. Industri Besar Seni Rupa, Seniman dan
Pencitraan Diri Pemerintah
memang sempat ada semacam koordinasi lintas sektoral, dengan kondisi pandemi
masih berlangsung. Sejak
2020 lalu, ada kolaborasi Kemdikbud dan Kemenparekraf juga bulan Mei 2021,
terjadi koordinasi Kemenlu, Departemen Pajak, dan Kemenparekraf serta
institusi independen perwakilan masyarakat dan publik industri kreatif yang
membincangkan skema dan strategi tertentu untuk percepatan pemulihan ekonomi,
namun realisasinya memang perlu segera diwujudkan. Tom
Tandio, Direktur Art Jakarta, salah satu Art Fair di Jakarta selaku
narasumber webinar akhir Mei 2021 lalu yang menjadi pelaku industri besar
seni rupa mengatakan bahwa dalam upaya penguatan ekosistem seni dan promosi
produk Indonesia, pihaknya memberi ruang tak hanya dalam bentuk digital
berupa pameran online dan transaksi karya seni. Tapi,
juga melakukan eksperimen langsung secara offline, seperti yang dilakukan
oleh Art Jakarta melalui perencanaan Art Jakarta Garden 2021. “Acara
Art Jakarta Garden adalah sebuah perhelatan seni terbatas di ruang terbuka
dengan menampilkan karya patung dan jumlah tertentu partisipan galeri.
Menurut saya dengan sistem open air seperti ini, keselamatan pengunjung bisa
lebih diutamakan dan ini semestinya pemerintah bisa memberi dukungan,” ujar
Tom. Pada
perspektif lain, menurut Astari Rasjid, narasumber lainnya, Perupa dan Duta
Besar RI untuk Bulgaria, Albania dan Makedonia Utara (Periode 2016-2020)
mengatakan bahwa seniman sebagai pelaku ekonomi adalah duta informal kultur
penting buat Indonesia di mancanegara. “Potensi
seni di mancanegara sangat tergantung bagaimana seniman membangun pencitraan
kuat dan komunikasi yang efektif. Kita harus meninggalkan karakter pergaulan
lokal, dalam artian mampu menciptakan kemasan yang profesional secara
global,” ungkapnya. Astari
menekankan bahwa kita wajib bangga dengan nafas kesenian yang memuat kultur
lokal, tapi manifestasi pemasarannya semestinya bercita rasa mengglobal. Tatkala
Astari menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Bulgaria, Albania, dan Makedonia
Utara, selama periode jabatannya terdapat beberapa capaian prestasi semacam
memamerkan maestro seniman Indonesia di Galeri Nasional Bulgaria, kemudian
menginisiasi Festival Asia yang diwakili oleh hampir seluruh partisipan benua
Asia. Narasumber
terakhir, dari Maya Rizano, Strategic Communications and Brand Head, UOB
Indonesia juga setuju jika misi utama perhelatan UOB Painting of the Year
tahun 2021 adalah menciptakan panggung lokal yang bertransformasi ke global. Proses
pertukaran ide-ide besar, visi kultural lewat karya seni rupa para seniman
Indonesia dipentaskan secara lokal pun regional. UOB
Indonesia, sebagai institusi privat, secara objektif adalah contoh kongkret
dari upaya mandiri korporat besar mendukung komunitas seni rupa Indonesia
dengan sebuah sayembara. Hal tersebut setiap tahun digelar dan memberi
kesempatan talenta-talenta terbaik seniman Indonesia. Penguatan
pencitraan personal seniman penting dalam jangka panjang memang akan
memberikan kontribusi pada sektor ekonomi yang melekat pada karya-karyanya
dengan sayembara itu. Dari
sana, kekuatan kemandirian pemulihan ekonomi seperti yang dilakukan UOB Indonesia
dengan komitmennya atas ajang sayembara seni sebagai salah satu pilar dalam
infrastruktur seni kita, patut diapresiasi. Sementara,
seperti kita tahu bahwa masih minim tersedianya infrastruktur pun
suprastruktur di seni rupa Indonesia, dibincangkan pula dalam sesi webinat
tersebut; taruhlah sebagai misal: terbatasnya jumlah museum, galeri nasional,
kantung-kantung komunitas, sumber daya manusia, seperti: akademisi seni,
penulis dan kurator dll. UOB
Indonesia cukup bisa ditauladani bagi korporat privat yang lain, yang mungkin
di masa depan ikut memberi sumbangsih membangun ekosistem seni rupa yang baik
dan sehat. Mengingat
bahwa karya seni, seniman dan ekosistem didalamnya tak hanya menyoal ekonomi,
tapi lebih upaya semacam kemampuan manusia menemukan diri dan lingkungannya,
yakni lewat pendidikan seumur hidup melalui transmisi ilmu pengetahuan dan
estetika didalamnya; selain ada juga energi spiritual di dalamnya. Karya
seni dan seniman juga sebagai gambaran tentang sejauh mana sebuah masyarakat
multukultural memberi jejak dan merayakannya, serta tentu saja: identitas
tentang keindonesiaan kita dalam kancah global. Kembali
pada kompetisi seni, sayangnya sejumlah korporasi raksasa milik negara, yang
sempat beberapa waktu lalu menyelenggarakan sayembara sejenis, tak mampu
konsisten bertahan. Beberapa Institusi berbentuk BUMN itu, dalam hitungan
tahun, tak sampai sebelah jari tangan penyelenggaraan sayembara terpaksa
terhenti dengan berbagai sebab. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar