Selasa, 15 Juni 2021

 

Pengeluaran Pertahanan sebagai Barang Publik

Akhmad Bayhaqi ;  Alumnus Fakultas Ekonomi UI, bermukim di Singapura

KOMPAS, 14 Juni 2021

 

 

                                                           

Anggaran belanja untuk pertahanan merupakan komponen penting bagi suatu negara. Sebagai barang publik, pertahanan dan keamanan barangkali adalah satu-satunya komoditi yang hanya bisa disediakan oleh negara. Dalam perspektif ekonomi, barang publik memiliki sifat non-rival dan non-eksklusif.

 

Dalam artian konsumsi barang publik tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan siapa saja yang dapat memperoleh manfaat dari konsumsi barang publik tersebut. Dalam hal jalan raya misalnya, pihak swasta bisa dilibatkan dalam penyediaan jasa transportasi tersebut, dalam bentuk jalan tol misalnya. Namun dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, negara merupakan satu-satunya institusi yang berperan penting.

 

Karena itu belanja publik untuk pertahanan memegang peranan yang utama dalam memastikan manfaat keamanan optimal yang dapat dirasakan oleh rakyat. Sebagai persentase dari PDB, di tahun 2020, Indonesia membelanjakan 0,9 persen dari PDB untuk belanja pertahanan (data dari Stockholm International Peace Research Institute, https://www.sipri.org/databases/milex).

 

Tentunya angka di atas masih jauh di bawah negara-negara maju seperti Amerika Serikat (3,7 persen), Inggris (2,2 persen), dan Perancis (2,1 persen). Sementara itu, negara-negara di Asia seperti China dan Korea Selatan membelanjakan sekitar 1,7 persen sampai 2,8 persen dari PDB untuk belanja pertahanan mereka.

 

Beberapa anggota ASEAN seperti Malaysia dan Filipina membelanjakan sekitar 1persen dari PDB; sementara Singapura menyumbangkan 3,2 persen dari PDB nasional mereka untuk keperluan pertahanan. Berdasarkan hitungan penulis, secara agregat, negara-negara maju membelanjakan sekitar 2,3 persen sampai dengan 2,6 persen dari PDB nya (per tahun) untuk belanja pertahanan selama 2015-2020.

 

Untuk Indonesia, tampak terjadi pergeseran sesudah krisis finansial Asia tahun 1998. Berdasarkan data yang ada, pengeluaran belanja pertahanan tertinggi terjadi di tahun 1975 (3,5 persen dari PDB). Sebelum tahun 1998, belanja pertahanan cukup konsisten untuk berada di atas 1 persen; bahkan masih mencapai 1,5 persen di tahun 1997.

 

Namun sejak 1999, belanja pertahanan selalu berada di bawah 1 persen dari PDB. Di tahun 2020, belanja pertahanan per kapita untuk indonesia mencapai 34,3 dollar AS setahun, sedikit di atas Filipina (34,1 dollar AS); namun terpaut cukup jauh dengan Malaysia (117,6 dollar AS), dan Thailand (105,2 dollar AS).

 

Dampak ekonomi belanja pertahanan

 

Walaupun ada kecenderungan bahwa negara maju membelanjakan porsi PDB yang lebih besar, hal ini belum menunjukkan hubungan kausalitas yang jelas. Beberapa studi menunjukkan dampak belanja pertahanan tidak terlalu signifikan dalam meningkatkan produktivitas ekonomi nasional; karena alokasi untuk sektor pertahanan berarti alokasi yang lebih sedikit untuk sektor-sektor lain seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

 

Di sisi yang lain, diperlukan stabilitas nasional yang memadai untuk menarik masuk investasi global dan memastikan iklim usaha yang kondusif. Contoh menarik adalah Singapura, yang merupakan pusat perdagangan dan investasi, membelanjakan 1.855,5 dollar AS per kapita setahun untuk belanja pertahanan.

 

Degan kondisi global pandemi saat ini, banyak negara dihadapkan pada kondisi resesi dan stagnasi ekonomi yang menyebabkan defisit fiskal, dan kebutuhan mendesak untuk menangani krisis kesehatan serta memacu pemulihan ekonomi. Berdasarkan data historis yang ada, setelah krisis Asia 1998, belanja pertahanan di Indonesia (sebagai komponen dari PDB) cenderung menurun. Belanja pertahanan Malaysia juga menurun signifikan setelah krisis global 2008/2009: pengeluaran pertahanan sebagai komponen dari PDB menurun dari 1,9 persen (2009) menjadi 1 persen (2019).

 

Krisis juga tampak berdampak bagi negara maju dalam mempengaruhi pola belanja pertahanan mereka. Setelah krisis finansial global tahun 2008/2009, belanja Amerika Serikat terlihat menurun dari 4,9 persen (2010) yang terus menunjukkan trend menurun hingga mencapai 3,3 persen dari PDB pada tahun 2018. Data terakhir tahun 2020 menunjukkan AS menyumbangkan sekitar 3,7 persen dari PDB nasional mereka untuk pertahanan. Inggris juga mengalami penurunan dari 2,7 persen (2009) menjadi 1,9 persen pada tahun 2018.

 

Tantangan ke depan

 

Belanja pertahanan di Indonesia cenderung menurun, dibandingkan dengan masa Orde Baru. Di satu sisi, penurunan belanja pertahanan bisa berarti lebih banyak sumber daya yang dapat dialokasikan ke sektor-sektor lain, seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

 

Di sisi yang lain, sebagai barang publik, sektor pertahanan juga memerlukan prioritas yang tinggi dari pemerintah. Untuk menunjang iklim investasi yang menarik dan aman bagi investor, diperlukan ketahanan nasional yang mumpuni.

 

Singapura, sebagai pusat perdagangan dan investasi global, membelanjakan hampir 2.000 dollar AS per kapita setiap tahun untuk belanja pertahanan. Industri pertahanan juga berpotensi untuk dapat berkontribusi terhadap industri nasional, dengan membangun kapasitas produksi di sektor-sektor usaha terkait seperti penerbangan, perkapalan, dan pertambangan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar