Pandemi
Hambat Industri Wisata di Arab Saudi Musthafa Abd Rahman ; Wartawan Kompas di Kairo, Mesir |
KOMPAS, 25 Juni 2021
Keputusan Arab Saudi pada
12 Juni lalu tentang pembatasan jumlah calon jemaah haji 2021 mencerminkan
betapa industri pariwisata di negara itu masih sangat berat. Pada musim
pandemi ini, negara itu membatasi calon jemaah haji hanya 60.000 orang. Ibadah haji plus umrah
yang bisa disebut wisata religi adalah bagian dari industri pariwisata di
Arab Saudi. Haji dan umrah dirancang sebagai pendukung utama industri
pariwisata yang sedang dikembangkan secara besar-besaran di negara yang
didirikan oleh Raja Abdul Aziz pada tahun 1932 itu. Industri haji dan umrah
pun ditetapkan menjadi andalan dari diversifikasi ekonomi dalam visi Arab
Saudi 2030 yang dideklarasikan oleh Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran
Mohammed bin Salman (MBS) pada 2016. Potensi pendapatan dari
ibadah haji dan umrah diperkirakan bisa mencapai 12 miliar dollar AS. Arab
Saudi selama ini secara tradisi hanya mengandalkan wisata religi, persisnya
haji dan umrah, untuk pendapatan devisa dari industri pariwisatanya. Namun, seiring dengan Visi
Arab Saudi 2030, negara itu mencanangkan mengembangkan industri wisata tidak
hanya wisata religi, tetapi lebih luas lagi. Oleh karena itu, Arab Saudi pada
tahun 2019 mengeluarkan keputusan jemaah umrah diizinkan mengunjungi semua
tempat di negara itu. Keputusan tersebut untuk
memberi peluang kepada jemaah umrah agar tidak hanya mengunjungi
tempat-tempat wisata religi di Mekkah dan Madinah, tetapi juga obyek-obyek
wisata lainnya di Arab Saudi secara umum. Sebelumnya, jemaah umrah hanya
diizinkan mengunjungi Mekkah dan Madinah. Arab Saudi sesuai Visi
2030 mencanangkan jemaah umrah bisa mencapai 30 juta hingga tahun 2030 dan
mereka bisa mengunjungi tempat wisata di luar kedua kota suci. Selain
menyasar jemaah umrah, mereka juga mempermudah warga asing mendapatkan visa
turis untuk mengunjungi berbagai obyek wisata di seantero negeri. Negara ini sesungguhnya
terinspirasi oleh keberhasilan negara Arab tetangganya, Uni Emirat Arab,
khususnya Dubai, yang berhasil secara gemilang mengembangkan industri
pariwisatanya. Bahkan, industri pariwisata di Dubai menjadi salah satu tulang
punggung dalam meraih devisa. Dubai menjadi satu dari
empat kota dunia paling banyak dikunjungi turis pada 2019. Sebelum pandemi,
kota itu dikunjungi sekitar 20 juta turis dari mancanegara dengan pendapatan
devisa sekitar 30 miliar dollar AS. Arab Saudi, yang memiliki
kekayaan alam dan peninggalan sejarah yang jauh lebih komplet dari UEA,
merasa memiliki potensi untuk menjadi tujuan wisata dunia yang lebih menarik
dari UEA. Akan tetapi, ambisi negara itu mengembangkan industri wisatanya
buyar dengan datangnya pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Memasuki tahun 2021, Arab
Saudi sesungguhnya cukup optimistis industri wisatanya bisa pulih lagi secara
bertahap seiring dengan proses vaksinasi di banyak negara, termasuk negara
itu. Bahkan, mereka merancang 70 persen dari 33 juta penduduk negara itu
telah tuntas mendapat vaksin Covid-19 pada akhir 2021. Mereka membangun lebih
dari 500 pusat vaksinasi di seluruh negeri dalam upaya mencapai target herd
immunity (kekebalan kelompok). Negara itu telah menandatangani kesepakatan
dengan China, Rusia, AS, dan Jerman untuk pengadaan vaksin Covid-19. Arab Saudi tercatat telah
melakukan vaksinasi Covid-19 kepada warganya sejak Desember 2020, paling
cepat di dunia Arab. Hal itu berangkat dari keinginan kuat agar kehidupan di
negara itu segera pulih kembali, termasuk pariwisatanya, khususnya industri
haji dan umrah. Pada 4 Oktober 2020,
mereka sudah berani mengizinkan sebanyak 108.041 orang melakukan ibadah
umrah. Jumlah tersebut terdiri dari 42.873 untuk warga Arab Saudi, 65.168
untuk pemegang izin tinggal (residents), termasuk ekspatriat, dan 10.041
untuk warga yang mendaftar via aplikasi EatMarna. Mulai 1 November 2020,
Arab Saudi juga mengizinkan warga asing, termasuk warga Indonesia, melakukan
ibadah umrah. Pada Ramadhan lalu, mereka bahkan mengizinkan 50.000 orang
menunaikan ibadah umrah setiap hari di Mekkah. Namun, karena laju
penyebaran Covid-19 di Arab Saudi dan banyak negara lain cukup tinggi serta
proses vaksinasi yang lamban di banyak negara, pada 2 Februari 2021, Arab
Saudi mengumumkan melarang warga dari 20 negara, termasuk Indonesia, masuk ke
negara itu. Kemudian pada 4 Juni, mereka mencabut larangan masuk ke Arab
Saudi untuk warga 11 negara dari 20 negara yang dilarang masuk pada Februari. Ke-11 negara tersebut
adalah UEA, Jerman, Amerika Serikat, Irlandia, Italia, Portugal, Inggris,
Swedia, Swiss, Perancis, dan Jepang. Warga negara Indonesia sampai sekarang
masih termasuk yang dilarang masuk ke Arab Saudi. Itulah dinamika kebijakan
Arab Saudi dalam menghadapi penyebaran Covid-19 yang masih cukup tinggi dan
lambannya proses vaksinasi di banyak negara. Puncak kecemasan Arab
Saudi atas masih tingginya penyebaran Covid-19 itu adalah keputusan negara
itu membatasi jumlah calon jemaah haji tahun ini hanya maksimal 60.000 orang.
Itu pun hanya untuk warga negara setempat dan orang yang tinggal di negara
tersebut. Maka, paruh pertama tahun
2021 bagi Arab Saudi adalah semester yang buruk. Optimisme Arab Saudi akan
pulihnya kehidupan pada tahun 2021 harus terkubur. Bagaimana semester II atau
Juli-Desember 2021 nanti? Akan sangat bergantung pada tingkat penyebaran
Covid-19 dan proses vaksinasi di Arab Saudi dan negara-negara lain. Menurut data Worldometers,
kasus positif Covid-19 di Arab Saudi hingga Rabu (23/6/2021) mencapai 476.882
kasus, 7.691 orang meninggal, dan 458.048 orang dinyatakan sembuh. Kasus
harian di Arab Saudi cukup tinggi, yakni 1.212 kasus positif pada Senin
(21/6/2021) dan 1.487 kasus positif pada Selasa lalu. Arab Saudi sampai sekarang
belum mencabut larangan masuk bagi warga sembilan negara, yaitu Indonesia,
Mesir, Pakistan, Lebanon, India, Afrika Selatan, Brasil, Turki, dan
Argentina. Sebagian besar dari sembilan negara ini berpenduduk mayoritas
Muslim atau berpenduduk Muslim dalam jumlah besar. Ini artinya Arab Saudi
akan kehilangan potensi calon jemaah umrah dalam jumlah besar jika tidak
segera mencabut larangan masuk warga dari sembilan negara tersebut. Tentu
mereka akan melihat sejauh mana sembilan negara itu, termasuk Indonesia,
mampu menekan jumlah penyebaran Covid-19 dan proses vaksinasinya. Khusus Indonesia harus
segera bisa menurunkan penyebaran Covid-19 yang pada akhir Juni ini mencapai
rata-rata di atas 10.000 kasus per hari jika ingin segera dicabut dari daftar
negara yang warganya dilarang masuk Arab Saudi. Kalau gagal menurunkan
tingkat penyebaran Covid-19, Indonesia harus rela lebih lama lagi masuk
daftar negara yang warganya dilarang masuk Tanah Suci. Arab Saudi tentu akan
terus memantau secara intensif pergerakan penyebaran Covid-19 di setiap
negara, termasuk Indonesia. Pasalnya, hal itu terkait dengan kebijakan
pelaksanaan ibadah haji dan umrah serta industri pariwisatanya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar