Rabu, 16 Juni 2021

 

UFO Tetap Tak Terpecahkan

Muchamad Zaid Wahyudi ;  Wartawan Kompas

KOMPAS, 16 Juni 2021

 

 

                                                           

Departemen Pertahanan Amerika Serikat ”Pentagon” tengah menyiapkan laporan tentang fenomena udara tak dikenal atau unidentified aerial phenomena (UAP). Awam mengenal UAP sebagai piring terbang atau UFO (unidentified flying objects). Namun, jangan harap laporan itu akan mengungkap bukti keberadaan makhluk luar angkasa dengan pesawat canggihnya.

 

Laporan itu disusun setelah komite intelijen Senat AS pada 2020 meminta Pemerintah AS menyelidiki kesaksian melihat UAP karena bisa membahayakan keamanan nasional. Setidaknya, ada 120 insiden UAP selama 20 tahun terakhir yang diselidiki dan akan diserahkan laporannya pada akhir Juni 2021.

 

Bocoran informasi dari pejabat berwenang, seperti dikutip Livescience, 3 Juni 2021, menyebutkan salah satu simpulan tegas dari laporan itu hanya menyebut UAP dengan berbagai manuver terbangnya bukanlah berasal dari program teknologi canggih AS. Laporan ini diprediksi akan makin menguatkan pandangan mereka yang memercayai UFO bahwa Pemerintah AS sengaja menutupi informasi soal UFO.

 

Saat menyebut UFO, pikiran manusia biasanya langsung membayangkan pesawat terbang bulat yang mampu bergerak sangat cepat dan dikendarai oleh makhluk luar angkasa atau alien (artinya asing). Gambaran ini umumnya kita peroleh dari film-film fiksi ilmiah. Namun, istilah UFO sejatinya baru dikenal beberapa dekade terakhir.

 

Sejak ribuan tahun lalu, manusia sudah banyak melaporkan penampakan cahaya aneh di langit dan menginterpretasinya, mulai dari asteroid, komet, meteor, hingga gerhana. Makna dari setiap kemunculan cahaya aneh itu tentu disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan pola pikir masyarakat saat itu.

 

Laporan pertama UFO baru muncul akhir tahun 1800-an, meski saat itu dia baru disebut sebagai kapal terbang (airships). Temuan dramatis kapal udara yang jatuh di Texas, AS, itu dilaporkan wartawan Dallas Morning News, EE Haydon, pada 1897 yang nyatanya hanya cerita bohong untuk menarik wisatawan.

 

Laporan piring terbang baru muncul pada 1947 saat pilot Kenneth Arnold melaporkan melihat sembilan obyek menyerupai bumerang di langit dan bergerak seperti piring yang terbang di muka air. Pernyataan itu disalahpahami reporter yang mewawancarainya sebagai piring terbang. Dari penyelidikan, benda terbang membentuk huruf V itu diduga sebagai rombongan burung pelikan.

 

Dari sini, laporan melihat piring terbang atau UFO mulai muncul dari sejumlah negara, termasuk dari Indonesia. Namun, sebagian besar fenomena yang dilaporkan itu sulit dibuktikan kebenarannya secara ilmiah meski masyarakat telanjur memercayainya sebagai UFO.

 

Sementara itu, isu penculikan oleh UFO pertama berlangsung pada 1961 saat Barney dan Betty Hill mengaku dikejar dan diculik UFO. Tidak adanya saksi atau laporan penculikan saat itu membuat cerita ini juga diragukan.

 

Di awal abad ke-21, kesaksian melihat UFO juga banyak bermunculan di AS. Salah satu yang terkenal adalah kesaksian pilot Angkatan Laut AS yang melihat sejumlah obyek terbang aneh dan melakukan manuver pada 2014-2015. Namun, obyek aneh itu juga belum terjelaskan.

 

Fenomena Bumi

 

Andrew Fraknoi, astronom Universitas San Fransico, AS seperti dikutip Scientific American, 8 Juni 2021, menilai kuatnya keyakinan soal UFO tidak bisa dilepaskan dari besarnya perhatian media pada klaim sensasional bahwa cahaya samar di langit yang tidak jelas bentuknya itu adalah makhluk atau pesawat luar angkasa. Padahal, tidak ada bukti atau penyelidikan yang menyebut obyek yang bergerak cepat itu sebagai benda dari luar Bumi.

 

Sebagian penampakan, UFO sebenarnya bisa dikaitkan dengan fenomena di atmosfer Bumi atau langit. Dikutip dari Livescience, 11 November 2010, peristiwa langit yang bisa dipersepsi sebagai UFO, antara lain, kilatan cahaya lemah (sprite) di atmosfer bagian atas yang dipicu oleh petir, uji peluru kendali, formasi awan yang aneh, balon udara, cahaya Venus di langit senja, cahaya pesawat terbang lain, penelitian milter, hingga masuknya sampah antariksa.

 

”Tidak ada alien (makhluk asing dari luar angkasa) di Bumi. Pemerintah tidak memiliki buktinya,” kata penyelidik UFO Robert Sheaffer. Sebagian orang menganggap pemerintah tahu lebih banyak atau menyembunyikan informasi tentang UFO. Padahal, apa yang diketahui Pemerintah AS diyakini hanya sedikit lebih banyak dibandingkan yang diketahui penyelidik sipil.

 

Ketidakjelasan inilah yang selama beberapa dekade telah memicu ketidakpercaayan terhadap pemerintah dan komunitas ilmiah yang dianggap menutupi sesuatu oleh mereka yang meyakini adanya UFO. Terlebih, pemerintah AS memang memiliki sejumlah program untuk menyelidiki obyek aneh tersebut.

 

Sejumlah penyelidikan soal kesaksian melihat UFO memang membuat komunitas ilmiah menilai penyelidikan UFO sebagai hal yang percuma. Salah satunya diungkap William Hartman, ilmuwan senior di Institut Ilmu Keplanetan (PSI) di Tucson, AS, dan ahli fotografi yang terlibat dalam penelitian UFO pada 1966-1968 yang didanai Angkatan Udara AS. Dari sejumlah foto yang diselidikinya ditemukan banyak kepalsuan hingga membuat teknik ilmiah sulit diterapkan dalam penyelidikan UFO.

 

Di sisi lain, otak manusia penuh keterbatasan persepsi saat mengamati obyek apa pun, terutama benda di langit pada malam hari. Agar tidak terjebak oleh ilusi optik dan bisa mempersepsikan obyek tersebut dengan benar, manusia harus bisa memprediksi jarak benda tersebut. Saat jarak diketahui, maka ukuran dan kecepatan gerak benda lebih mudah ditentukan.

 

Masalahnya, memperkirakan jarak benda di langit sangat sulit. Fenomena ini sering terjadi hingga manusia melihat Bulan di horizon terlihat lebih besar dibandingkan Bulan di atas kepala. Padahal, itu hanya ilusi optik yang terjadi karena manusia membandingkan ukuran Bulan dengan benda-benda yang lebih kecil di depannya.

 

Kesalahan dalam mempersepsikan inilah yang membuat kesaksikan melihat UFO meski dilaporkan oleh orang yang kompeten, seperti pilot, tetap harus diragukan. Terlebih, proses mempersepsikan pantulan cahaya yang masuk ke mata manusia itu tidak bisa dilepaskan dari pengalaman masa lalu dan keyakinan seseorang.

 

Otak manusia juga cenderung menghubungkan informasi yang hilang dari sekumpulan informasi. Proses ini berpeluang menyesatkan. Sebagai contoh, saat melihat tiga titik cahaya di langit, otak akan cenderung memersepsikannya sebagai segitiga. Padahal, benda aslinya belum tentu berbentuk segitiga.

 

Selain itu, keyakinan manusia akan adanya kehidupan di luar Bumi juga wajar. Bumi hanya salah satu planet di Tata Surya. Matahari yang jadi pusat Tata Surya hanyalah salah satu dari ratusan miliar bintang di galaksi Bimasakti. Sementara Bimasaksi hanya satu di antara anggota Grup Galaksi Lokal (GGL), GGL bagian dari Gugus Galaksi Virgo (GGV), dan GGV bagian dari Supergugus Galaksi Laniakea. Sementara Laniakea hanya bagian kecil dari struktur alam semesta yang sudah diketahui.

 

Karena itu, sebelum ada bukti ilmiah soal keberadaan UFO, penulis Guy P Harison di Psychology Today, 6 Februari 2020, menilai sikap skeptis, kritis, dan apresiasi terhadap proses ilmiah harus senantiasa dikedepankan. Dorongan untuk memercayai atau tidak memercayai UFO seharusnya tidak membebani tanggung jawab seseorang untuk terus berpikir.

 

”Kegagalan fundamental dari pemikiran kritis itu sangat mudah dicegah dengan mengingat bahwa ketidaktahuan bukanlah bukti,” tulisnya. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar