Senin, 28 Juni 2021

 

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Ki Cahyono Agus ;  Ketua Umum Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa; Guru Besar UGM; Anggota Dewan Pendidikan DIY

KOMPAS, 25 Juni 2021

 

 

                                                           

Indonesia masih mengalami krisis pendidikan nasional berkepanjangan, yang lebih diperparah dengan krisis global akibat pandemi Covid-19. Sejumlah lembaga survei internasional masih menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di urutan bawah. Laporan The Learning Curve, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), TIMS and PIRLS, World Education Forum PBB, World Literacy, menunjukkan kualitas kita termasuk rendah. Demikian juga penilaian oleh UNESCO lewat Programme for International Student Assessment (PISA) maupun UNDP melalui The Global Knowledge Index.

 

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 alinea keempat salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan sebagaimana tertera di Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945, tetapi angka partisipasi kasar dan kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong sangat rendah.

 

Pemerintah juga harus menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Sementara perundangan di bidang pendidikan cenderung tumpang tindih, egosektoral, dan belum mendukung ekosistem dan atmosfer untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

 

”Omnibus law” bidang pendidikan

 

Indonesia tampaknya belum mampu mencerdaskan kehidupan bangsa karena kualitas pendidikan, daya literasi, dan numerik warganya masih memprihatinkan. Ki Hadjar Dewantara telah menyampaikan sejak seabad yang lampau perlunya ”Lawan Sastra Ngesti Mulya”, dengan ilmu pengetahuan menuju kemuliaan.

 

Menyongsong seabad kemerdekaan RI dan megatren dunia 2045, tampaknya restorasi sistem pendidikan nasional menjadi sangat urgen. Diperlukan perundangan, kebijakan, kepemimpinan, implementasi, komitmen, dan partisipasi yang kuat dari semua insan pendidikan.

UU Cipta Kerja akhirnya telah mengeluarkan kluster pendidikan yang ditolak insan pendidikan. Namun, masih menyisakan satu pasal tentang ”perizinan berusaha” dalam investasi. Padahal, ini justru menjadi lubang jebakan utama menuju komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi. Tampaknya perlu dikembangkan omnibus law tentang mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioal (Sisdiknas) terdapat beberapa pasal dan ayat yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Alokasi dana pendidikan sebesar minimal 20 persen dari APBN dan APBD telah diubah MK agar sudah termasuk biaya pendidikan kedinasan dan gaji.

 

Terdapat pasal yang secara substantif bertentangan dengan jiwa Pancasila dan cenderung liberalistik, serta pelajaran Pancasila tidak ditetapkan sebagai pelajaran wajib. Padahal, profil pelajar Pancasila sekarang menjadi jargon misi baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Setidaknya terdapat 20 perundangan yang perlu disinkronkan, di antaranya UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Perpustakaan, UU Gerakan Pramuka, UU Perguruan Tinggi, UU Keinsinyuran, UU Pendidikan Kedokteran, UU Sistem Perbukuan, UU Pesantren, UU Cagar Budaya. Juga UU Karya Cetak dan Karya Rekam, UU Sisnas Iptek, UU Pemajuan Kebudayaan, UU Kepemudaan, UU Sistem Keolahragaan Nasional. Selain itu, UU Keuangan Negara, UU Pemerintah Daerah, UU Perbendaharaan Negara, UU Perfilman, UU Kepariwisataan, dan UU Aparatur Sipil Negara.

 

Restorasi pendidikan nasional

 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mencanangkan program Merdeka Belajar dan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2035. Hal ini untuk menjawab tesisnya bahwa kita berada pada era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, lulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, akreditasi tidak menjamin mutu, dan masuk kelas tidak menjamin belajar.

 

Konsep bagus yang mengacu dari luar negeri itu tampaknya kurang cocok kalau diterapkan begitu saja di Indonesia. Ekosistem, atmosfer, infrastruktur, serta nilai budaya dan indikator keberhasilan masyarakat kita sangat berbeda. Administrasi dan keuangan juga masih jadi panglima, belum berorientasi keluaran dan tujuan.

 

Peta jalan pendidikan bermaksud mewujudkan profil Pelajar Pancasila, tetapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan justru menuai kontroversi baru.

 

Pancasila dan bahasa Indonesia tidak secara eksplisit disebutkan, menghilangkan frasa iman dan takwa, serta tidak mencantumkan standar pendidikan bagi jalur informal dan nonformal. PP juga menghilangkan nomenklatur Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), badan akreditasi pada semua jenjang, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

 

PP juga tidak mencantumkan peran Dewan Pendidikan, manajemen berbasis sekolah, pengawas dan penilik sekolah, serta tidak membedakan antara tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini menunjukkan tidak satu dan serasinya kebijakan dan implementasi secara vertikal dan horizontal.

 

Kemendikbud dan Ristek mencanangkan delapan program prioritas Merdeka Belajar pada 2021.

 

Delapan prioritas ini meliputi: Kartu Indonesia Pintar, digitalisasi sekolah, prestasi dan penguatan karakter, guru penggerak, kurikulum baru, revitalisasi pendidikan vokasi, kampus merdeka, pemajuan kebudayaan, dan bahasa. Inovasi dan kreativitas pembelajaran yang menghibur (edutainment) bagi generasi Covid-19 yang lebih banyak ghosting (menghilang bagai hantu) dan mager (malas gerak) tidak menjadi prioritas.

 

Padahal, telah menjadi bencana besar yang meluluhlantakkan tidak hanya pendidikan, tetapi juga semua sektor kehidupan di bumi ini.

 

Diperlukan restorasi sistem pendidikan nasional menyeluruh berdasarkan pada keunggulan jati diri bangsa sendiri bagi generasi emas saat seabad Indonesia. Pendidikan yang menstimulasi wawasan, cipta, rasa dan karsa secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik untuk berkontribusi nyata pada kesejahteraan seluruh alam semesta pada masa sekarang dan masa mendatang. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar