Selasa, 29 Juni 2021

 

Kiprah Generasi Z dan Milenial dalam Upaya Bela Negara

Indradjat Soehardomo ;  Bekerja di Badan Pengusahaan (BP) Batam; Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

KOMPAS, 26 Juni 2021

 

 

                                                           

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, total populasi Indonesia pada tahun 2020 tercatat 270,2 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 32,6 juta jiwa dibandingkan hasil sensus penduduk satu dekade sebelumnya yang sebesar 237,63 juta jiwa.

 

Komposisi penduduk Indonesia pada saat ini didominasi oleh generasi Z dan milenial. Jumlah penduduk generasi Z (yang lahir di rentang tahun 1997-2012) mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94 persen dari total populasi, sedangkan penduduk generasi milenial atau bisa juga disebut generasi Y (yang lahir antara tahun 1981-1996) mencapai 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen dari total populasi. Dengan demikian, kedua generasi tersebut merupakan sumber daya nasional yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kekuatan bangsa yang tangguh dan kokoh di masa depan.

 

Persaingan antarbangsa di era globalisasi sekarang ini yang mencakup segala aspek, seperti ekonomi, perdagangan, pertahanan, teknologi informasi, dan komunikasi. Selain itu, masih banyak aspek lain yang mengharuskan setiap bangsa untuk melindungi dan mempertahankan kedaulatannya, baik ke dalam maupun ke luar, agar tidak terancam eksistensinya sebagai bangsa.

 

Timbulnya persaingan atau permusuhan antarbangsa tidak mustahil bisa menjadi ancaman ke arah peperangan atau konflik bersenjata. Bisa saja hal ini dipicu dari ketegangan atau eskalasi sengketa wilayah perbatasan antarnegara, perang dagang, sabotase internasional, kegiatan spionase, dan akar permasalahan yang timbul lainnya. Juga ancaman yang berasal dari dalam, seperti terorisme, radikalisme, separatisme, penyelundupan senjata, dan amunisi, untuk menyebut beberapa contoh, mengharuskan peningkatan kekuatan pertahanan dari dalam negeri sendiri.

 

Dari kenyataan inilah, timbul ide/gagasan dari pemerintah untuk melibatkan komponen bangsa lainnya, selain Tentara Nasional Indonesia (TNI), untuk pertahanan dan keamanan negara. Dengan total penduduk 270 juta jiwa dan memiliki jumlah tentara aktif sekitar 438.000 orang, dirasa perlu untuk membentuk tentara cadangan sebagai backup kekuatan pertahanan dan keamanan.

 

Pembentukan komponen cadangan

 

Dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksanaannya, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan memutuskan untuk membentuk komponen cadangan (komcad) dalam sistem pertahanan semesta. Hal ini juga sejalan dengan amanat yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (3) yang mengamanatkan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Selain itu, Pasal 30 Ayat (1) yang menegaskan tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

 

Perekrutan menurut rencana akan dimulai bulan Juni 2021 sebanyak 25.000 orang untuk matra darat, laut, dan udara secara bertahap, dengan dimulai tahap awal alokasi sebanyak 2.500 orang di Pulau Jawa. Mereka akan dibekali pendidikan dasar kemiliteran selama tiga bulan di Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) Kodam Jayakarta, Kodam III/Siliwangi, Kodam IV/Diponegoro, dan Kodam V/Brawijaya. Dengan persyaratan yang ditetapkan antara lain usia 18-35 tahun, sehat jasmani dan rohani, serta catatan berkelakuan baik dari pihak kepolisian, pendaftaran dapat diikuti dari beragam profesi, seperti dosen, mahasiswa, aparatur sipil negara, karyawan BUMN/swasta, dan wartawan, kesempatan terbuka ini tentunya menyasar kaum generasi Z dan milenial yang menjadi target bidikan.

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina, yang notabene jumlah penduduknya lebih sedikit dibandingkan Indonesia, ternyata mereka sudah melaksanakan program wajib militer bagi kaum mudanya, terutama laki-laki, dengan rentang usia 18-27 tahun. Sebagai ilustrasi, kalau kita berjalan-jalan di pusat keramaian di Singapura (sebelum pandemi Covid-19), kita banyak menjumpai anak-anak muda laki-laki berjalan beriringan dengan mengenakan seragam dan atribut militer.

 

Jadi, berkaca dari hal tersebut, sudah saatnya bagi kita untuk membentuk tentara cadangan. Bedanya, kalau mereka bersifat wajib (compulsory), tidak bisa menghindar tanpa adanya alasan yang kuat, program komponen cadangan yang akan diterapkan di Indonesia bersifat sukarela (voluntary) dan tidak ada pemaksaan. Namun, sejatinya tidak ada alasan bagi anak muda Indonesia yang masuk golongan generasi Z dan milenial untuk memandang program ini dengan sebelah mata dan inilah saat yang tepat untuk membuktikan kiprah positif guna mewujudkan kedisiplinan, ketangguhan, dan kemandirian sebagai warga negara yang memiliki komitmen tinggi dalam konteks upaya bela negara.

 

Secara eksplisit dapat dipahami bahwa pemerintah telah menyediakan panggung yang legitimate kepada generasi Z dan milenial melalui program komcad untuk membuktikan ketangguhan dan keandalan sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab dan etika moral untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa dan negara.

 

Selama ini generasi milenial, yang diciptakan dan dipopulerkan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe, pada tahun 1991, melalui buku-buku mereka, Generations: The History of America’s Future Generations, 1584 to 2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000), dicap sebagai generasi santai dan suka berfoya-foya (the leisure generation) dengan memolakan gaya hidup (lifestyle) yang hedonis dan kurang peduli terhadap masalah-masalah strategis bangsa. Demikian pula hal yang tak jauh berbeda dengan kondisi generasi Z.

 

Peran serta aktif dalam komcad akan menghapus stigma yang melekat pada mereka. Memang pada awal pelaksanaan program komcad ini diperkirakan belum berjalan mulus karena masih ada pihak-pihak yang kontra dengan menganggap mobilisasi sumber daya nasional ini belum waktunya untuk diluncurkan. Ibarat pepatah ”tak kenal maka tak sayang”, pastinya program yang mulia ini mesti disosialisasikan dengan intens agar mendapat respons positif dari semua pemangku kepentingan, hingga pada akhirnya dapat mencapai misi dan tujuan yang diharapkan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar