Rabu, 23 Juni 2021

 

Pengendalian Resurgensi Pandemi

Ari Kuncoro ;  Rektor Universitas Indonesia

KOMPAS, 22 Juni 2021

 

 

                                                           

Peningkatan kasus Covid-19 setelah liburan Lebaran mengulangi pola yang terjadi pada akumulasi beberapa liburan panjang di triwulan IV-2020. Kejadian serupa juga dialami beberapa negara lain. Bahkan beberapa negara yang sebelumnya disebut-sebut sebagai kisah sukses pengendalian pandemi seperti Taiwan, Vietnam, Jepang, Korea Selatan, dan lain-lain sekarang berjuang keras mengendalikan resurgensi.

 

Resurgensi pandemi hampir selalu dimulai dengan adanya peningkatan mobilitas masyarakat yang tidak harus berasal dari sektor formal. Seringkali kegiatan yang mempunyai aspek perayaan atau festival yang cenderung informal, bersifat kekerabatan (kinship), menjadi pemicu.

 

Namun, kemudian dampaknya langsung akan menyentuh sektor formal akibat mobilitas antar-sektor. India misalnya, sebelum resurgensi pandemi di triwulan I-2021 mencatat pertumbuhan tahunan positif 1,6 persen. Akibat resurgensi, Nomura Insitute memperkirakan pertumbuhan India di triwulan II-2021 akan terkontraksi sebesar 1,5 persen.

 

Sebelum resurgensi

 

Resurgensi pandemi ini di Indonesia terjadi pada saat perekonomian mulai menunjukkan momentum pemulihan akibat rentetan ekspektasi positif yang saling terkait antara sisi permintaan dan sisi produksi.

 

Sudah dua bulan berturut-turut Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dipublikasikan BI berada di zona optimis (di atas 100). Untuk April dan Mei 2021 tercatat skor 101,5, dan 104.4. Indeks ini masih berada pada zona pesimis di angka 93,4 pada Maret lalu.

 

Perbaikan IKK terutama didorong oleh Indeks Ekspektasi Konsumen yang mencerminkan prospek ke depan. Indeks pembelian barang tahan lama yang sudah membaik dari 84,6 pada April menjadi 87,8 di bulan Mei. Jika dilihat dari pengeluaran konsumsi dari Maret ke April, terjadi peningkatan proporsi konsumsi terhadap pendapatan dari 75,5 ke 75,8.

 

Sementara tabungan turun tipis dari 14,8 ke 14,6 persen. Ini menunjukkan masyarakat mulai berbelanja. Daya beli tampaknya juga tidak menjadi masalah karena semua ekspektasi ke depan cukup optimistis. Tercatat indeks ekspektasi 6 bulan ke depan seperti indeks ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha masing-masing pada zona optimis (di atas 100).

 

Di sisi produksi besaran indeks manajer pengadaan sektor (PMI) manufaktur yang dipublikasikan IHS Markit juga terus menunjukkan ekspansi. Angka PMI Mei 2021 mencapai 55,3 yang merupakan rekor baru. Tiga bulan berturut-turut angka PMI terus naik, setelah sejak November 2020 mencatat skor di atas 50 atau mulai menunjukkan ekspansi produksi.

 

Salah satu yang membantu kenaikan PMI adalah meningkatnya ekspor Indonesia termasuk manufaktur yang pada bulan Mei mencatat pertumbuhan tahunan 58,6 persen. Sisi impor menunjukkan pertumbuhan tahunan 68,6 persen, didominasi oleh impor bahan baku yang naik 68,68 persen.

 

Belajar dari pengalaman

 

Pada 17 Juni 2021, kasus positif baru Covid-19 bertengger pada angka 12.624 dengan rerata 7 harian sebesar 9.191. Belajar dari pengalaman pada Januari lalu, saat angka positivitas menembus 14.000 terjadi penurunan IKK cukup tajam (reversal of expectation) dari 96,5 pada Desember 2020 ke 84,9 di Januari 2021. Bulan berikutnya di Februari, angkanya praktis stagnan pada 85,8. Baru membaik ke 93,4 di bulan Maret setelah PPKM diterapkan pada bulan Februari yang kemudian menurunkan angka positivitas harian.

 

Tampaknya ada pergeseran struktur (structural break) ekspektasi jika dalam waktu singkat terjadi lonjakan kasus positif harian. Hal ini dapat berujung pada pola belanja yang lebih konservatif.

 

Dampak lonjakan kasus positif baru di Januari 2021 terlihat dari pertumbuhan tahunan konsumsi masyarakat triwulan I-2021 yang tetap negatif sebesar 2,23 persen. Memang sudah membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, tetapi hanya mampu membawa pertumbuhan ekonomi membaik ke minus 0,74 persen, belum masuk ke zona positif.

 

Sisi produksi juga mengalami penurunan angka PMI. Bedanya dengan IKK, PMI tidak sampai menyeberang ke zona kontraksi. Sebagian tertolong karena kegiatan ekspor-impor Indonesia yang meningkat pesat di bulan Mei 2021, dengan mulai menggeliatnya rantai pasokan dunia khususnya di China dan AS. PMI mencatat angka 50,9 di bulan Februari, turun dari 52,2 di bulan sebelumnya. Namun, kemudian segera melanjutkan tren positif sampai mencapai rekor tertinggi di bulan Mei.

 

Prioritas pengendalian

 

Ekspektasi positif saling terkait satu sama lain. Untuk mempertahankan prospek pemulihan jangka panjang pemerintah perlu mencegah pembalikan ekspektasi. Belajar dari pengalaman Januari-Februari 2021, pengendalian resurgensi saat ini sehingga angka positivitas turun di bawah 10.000 harus menjadi prioritas.

 

Seperti halnya semua kebijakan, kredibilitas akan ditentukan oleh waktu implementasi dan efek pemberitahuan (Krebs dan Wilson,1982). Efek pemberitahuan yang sering disebut juga sebagai headline effect atau media effect sukar diprediksi arahnya (Chen, 2020).

 

Efeknya akan cenderung negatif jika perubahan kebijakan terlalu drastis atau sama sekali baru. Di sisi lain, efek negatif terjadi jika aspek koordinasi dan implementasi kebijakan tidak terlihat (Backus dan Driffill, 1985). PSBB ketat di salah satu provinsi pernah dilakukan di tahun 2020 tanpa penjelasan cukup tentang koordinasi dan implementasi di lapangan dengan pemerintah pusat, sehingga ekspektasi masyarakat bergerak menuju negatif.

 

Baru setelah implementasinya di lapangan diperjelas melalui komunikasi publik, ekspektasi berubah arah ke positif yang membantu pemulihan ekonomi. Berdasarkan hal itu improvisasi dalam bentuk PPKM Mikro dilakukan ketika resurgensi terjadi bulan Januari 2021.

 

Resurgensi pandemi terjadi sangat cepat sehingga pilihan yang meminimalkan head line effects dan implementation policy delay adalah dengan lebih mengefektifkan/memperketat PPKM Mikro dengan melibatkan aparat Kemendagri, TNI-POLRI sampai ke tingkat mikro (RT/RW) atau bahkan ke tingkat ultra mikro (rumah tangga). Penurunan disiplin masyarakat terjadi juga karena faktor kebosanan (pandemic fatigue). Untuk menyadarkan masyarakat diperlukan pendekatan inovatif yang lebih langsung.

 

Beberapa sudah mulai dilakukan pada tingkat nasional dan lokal seperti membatasi mobilitas penduduk antar aglomerasi, WFH mendekati 100 persen bagi pekerja non-essential, himbauan tokoh masyarakat, patroli prokes oleh PEMDA, serbuan vaksinasi di sentra-sentra produksi/pabrik/pasar/perkantoran pekerja kerah putih oleh TNI-POLRI serta perguruan tinggi. Masyarakat juga dilibatkan pada tingkat ultra mikro sebagai penambah kredibilitas kebijakan.

 

Apapun payung kebijakan yang akan dipilih, substansi lebih penting, terutama koordinasi dan implementasi di lapangan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar