Selasa, 29 Juni 2021

 

Solidaritas Akar Rumput

Budiman Tanuredjo ;  Wartawan Senior Kompas

KOMPAS, 26 Juni 2021

 

 

                                                           

Jumat 18 Juni 2021, sebuah video berisi kesaksian dr Lie Dharmawan beredar. Isinya keterangan dr Lie yang menceritakan rumah sakit apung yang didirikannya karam dalam pelayaran dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuju Torano, Nusa Tenggara Barat. Kapal itu karam pada 16 Juni 2021. Enam kru kapal berhasil diselamatkan.

 

Rumah sakit apung (RSA) milik dr Lie Dharmawan—dokter lulusan Jerman   yang tidak diterima di fakultas kedokteran di Indonesia—kerap menjalankan operasi kemanusiaan di pulau terpencil di Tanah Air. RSA yang karam baru saja menyelesaikan pelayanan medis di Pulau Semau, Kupang, sejak 7 Juni 2021 hingga 14 Juni 2021. Sebanyak 311 pasien dilayani dalam bentuk pengobatan umum bedah minor dan tindakan medis lainnya.

 

Dalam video yang beredar, dr Lie menceritakan ada enam orang yang berada di atas kapal saat kejadian. Namun, dia memastikan tidak ada korban jiwa akibat peristiwa ini. ”Di atas kapal ada enam orang, semuanya ABK, termasuk kapten kapal. Puji Tuhan mereka semua selamat sehingga tidak ada korban jiwa,” kata Lie. ”Mereka berhasil menyelamatkan diri menggunakan sekoci sebelum akhirnya mendapat pertolongan dari kapal penumpang KM Niki Sejahtera arah Surabaya,” katanya.

 

Operasi kemanusiaan dr Lie mendapatkan tempat di kalangan warganet. Upaya penggalangan dana diumumkan melalui media sosial, khususnya Instagram doctorSHARE dan diamplikasi sejumlah pesohor media sosial. Atas izin Ansel dari doctorSHARE, saya diizinkan mengutip perkembangan penggalangan dana yang diumumkan di akun Instagram doctorSHARE.

 

Hingga 24 Juni 2021, terdapat 16.954 donatur yang menyumbang untuk pembuatan kapal untuk rumah sakit apung. Total dana yang dikumpulkan Rp 21.050.972.781. Jumlah dana yang terkumpul tergolong besar. Solidaritas akar rumput Indonesia luar biasa. ”Diperkirakan persiapan pembangunan kapal akan selesai sampai bulan Juli 2021 dan pembangunan dapat dimulai di bulan Agustus 2021,” tulis doctorSHARE.

 

Jiwa gotong royong, sikap solider, dan semangat voluntarisme masyarakat terhadap niat baik orang menjadi keunggulan tersendiri. Media sosial bisa  dimanfaatkan untuk menggalang energi positif bangsa ini. Itu lebih produktif daripada menyebar hoaks dan konten provokatif atau menyebar kebencian. Realitas empiris yang terjadi dalam kasus dr Lie dan aktivitas masyarakat dalam menanggulangi pandemi di sejumlah daerah menjadikan kita semua harus bangga dengan Indonesia.

 

M Zaid Wahyudi dalam artikelnya di Kompas.id bertutur, di tengah berbagai kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Charities Aid Foundation (CAF) kembali menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia tahun 2021. Kedermawanan ini bisa menjadi modal besar bagi Indonesia untuk segera bangkit dan membangun kehidupan dalam situasi dan kondisi baru.

 

Laporan Indeks Kedermawanan Dunia atau World Giving Index (WGI) 2021 yang dipublikasikan CAF pada 14 Juni 2021 mengukuhkan Indonesia sebagai negara paling dermawan. Dalam WGI tahun ini, skor Indonesia mencapai 69 persen, naik signifikan dari skor 59 persen pada WGI terdahulu, yaitu tahun 2018. Saat itu, Indonesia juga menjadi negara paling dermawan di dunia. Dari tiga indikator yang dinilai, Indonesia memiliki nilai tertinggi pada dua indikator, yaitu menyumbang uang dengan skor 83 persen dan meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan kesukarelawanan dengan skor 60 persen.

 

Melihat data tersebut, bangsa Indonesia tak perlu berkecil hati. Akar rumput telah membuktikan dukungan terhadap operasi kemanusiaan serta niat baik dan akal sehat akan selalu mendapatkan tempat. Media sosial bisa dimanfaatkan untuk menggalang solidaritas sosial untuk menolong sesama, tanpa pencitraan politik. Media sosial sebaiknya bukan sekadar menjadi tempat untuk pamer kesuksesan dan kemewahan, melainkan juga untuk menggalang solidaritas sosial guna membantu sesama.

 

Ada pepatah dalam bahasa Inggris, ”every cloud has a silver lining” (setiap awan itu memiliki pendar garis perak). ”Pemerintah Indonesia terantuk, tetapi masyarakat sipilnya bangkit berinisiatif menghadapi masalah wabah,” tulis Shane Preuss di The Diplomat, 24 April 2020. Selanjutnya, Shane menulis,  masyarakat Indonesia punya daya tahan kuat, telah teruji berbagai cobaan di masa lalu, dan menimba pelajaran atas pentingnya menguatkan spirit gotong royong, memikul tanggung jawab bersama, dan penuh sukacita menggalang aksi tolong-menolong.

 

Di harian Kompas, Yudi Latif menulis, ”Kekuatan masyarakat sipil mengacu pada ikatan emosional. Namun, kekuatan masyarakat sipil punya batas.” Tetap diperlukan penghubung masyarakat sipil dengan unsur negara. Negara bisa melakukan apa saja, termasuk mengajak masyarakat akar rumput untuk berkolaborasi menghadapi pandemi. Di sana dibutuhkan transparansi. Dibutuhkan kejujuran dan ketulusan, serta kepercayaan.

 

Menanggulangi pandemi dalam suasana kegentingan membutuhkan derap  langkah bersama. Kita semua, Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri BUMN Erick Thohir, Menlu Retno Marsudi, Menko Perekonomian/Ketua KPC-PEN Airlangga Hartarto, Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta semua penyelenggara negara, baik di pusat maupun daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sama-sama sedang menulis sejarah bangsa  dalam menanggulangi pandemi.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar