Solidaritas
Akar Rumput Budiman Tanuredjo ; Wartawan Senior Kompas |
KOMPAS, 26 Juni 2021
Jumat 18 Juni 2021, sebuah
video berisi kesaksian dr Lie Dharmawan beredar. Isinya keterangan dr Lie
yang menceritakan rumah sakit apung yang didirikannya karam dalam pelayaran
dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuju Torano, Nusa Tenggara Barat. Kapal
itu karam pada 16 Juni 2021. Enam kru kapal berhasil diselamatkan. Rumah sakit apung (RSA)
milik dr Lie Dharmawan—dokter lulusan Jerman
yang tidak diterima di fakultas kedokteran di Indonesia—kerap
menjalankan operasi kemanusiaan di pulau terpencil di Tanah Air. RSA yang
karam baru saja menyelesaikan pelayanan medis di Pulau Semau, Kupang, sejak 7
Juni 2021 hingga 14 Juni 2021. Sebanyak 311 pasien dilayani dalam bentuk
pengobatan umum bedah minor dan tindakan medis lainnya. Dalam video yang beredar,
dr Lie menceritakan ada enam orang yang berada di atas kapal saat kejadian.
Namun, dia memastikan tidak ada korban jiwa akibat peristiwa ini. ”Di atas
kapal ada enam orang, semuanya ABK, termasuk kapten kapal. Puji Tuhan mereka
semua selamat sehingga tidak ada korban jiwa,” kata Lie. ”Mereka berhasil
menyelamatkan diri menggunakan sekoci sebelum akhirnya mendapat pertolongan
dari kapal penumpang KM Niki Sejahtera arah Surabaya,” katanya. Operasi kemanusiaan dr Lie
mendapatkan tempat di kalangan warganet. Upaya penggalangan dana diumumkan
melalui media sosial, khususnya Instagram doctorSHARE dan diamplikasi
sejumlah pesohor media sosial. Atas izin Ansel dari doctorSHARE, saya
diizinkan mengutip perkembangan penggalangan dana yang diumumkan di akun
Instagram doctorSHARE. Hingga 24 Juni 2021,
terdapat 16.954 donatur yang menyumbang untuk pembuatan kapal untuk rumah
sakit apung. Total dana yang dikumpulkan Rp 21.050.972.781. Jumlah dana yang
terkumpul tergolong besar. Solidaritas akar rumput Indonesia luar biasa.
”Diperkirakan persiapan pembangunan kapal akan selesai sampai bulan Juli 2021
dan pembangunan dapat dimulai di bulan Agustus 2021,” tulis doctorSHARE. Jiwa gotong royong, sikap
solider, dan semangat voluntarisme masyarakat terhadap niat baik orang
menjadi keunggulan tersendiri. Media sosial bisa dimanfaatkan untuk menggalang energi
positif bangsa ini. Itu lebih produktif daripada menyebar hoaks dan konten
provokatif atau menyebar kebencian. Realitas empiris yang terjadi dalam kasus
dr Lie dan aktivitas masyarakat dalam menanggulangi pandemi di sejumlah
daerah menjadikan kita semua harus bangga dengan Indonesia. M Zaid Wahyudi dalam
artikelnya di Kompas.id bertutur, di tengah berbagai kesulitan ekonomi akibat
pandemi Covid-19, Charities Aid Foundation (CAF) kembali menempatkan
Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia tahun 2021. Kedermawanan
ini bisa menjadi modal besar bagi Indonesia untuk segera bangkit dan
membangun kehidupan dalam situasi dan kondisi baru. Laporan Indeks
Kedermawanan Dunia atau World Giving Index (WGI) 2021 yang dipublikasikan CAF
pada 14 Juni 2021 mengukuhkan Indonesia sebagai negara paling dermawan. Dalam
WGI tahun ini, skor Indonesia mencapai 69 persen, naik signifikan dari skor
59 persen pada WGI terdahulu, yaitu tahun 2018. Saat itu, Indonesia juga
menjadi negara paling dermawan di dunia. Dari tiga indikator yang dinilai,
Indonesia memiliki nilai tertinggi pada dua indikator, yaitu menyumbang uang
dengan skor 83 persen dan meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan
kesukarelawanan dengan skor 60 persen. Melihat data tersebut,
bangsa Indonesia tak perlu berkecil hati. Akar rumput telah membuktikan
dukungan terhadap operasi kemanusiaan serta niat baik dan akal sehat akan
selalu mendapatkan tempat. Media sosial bisa dimanfaatkan untuk menggalang
solidaritas sosial untuk menolong sesama, tanpa pencitraan politik. Media sosial
sebaiknya bukan sekadar menjadi tempat untuk pamer kesuksesan dan kemewahan,
melainkan juga untuk menggalang solidaritas sosial guna membantu sesama. Ada pepatah dalam bahasa
Inggris, ”every cloud has a silver lining” (setiap awan itu memiliki pendar garis
perak). ”Pemerintah Indonesia terantuk, tetapi masyarakat sipilnya bangkit
berinisiatif menghadapi masalah wabah,” tulis Shane Preuss di The Diplomat,
24 April 2020. Selanjutnya, Shane menulis,
masyarakat Indonesia punya daya tahan kuat, telah teruji berbagai
cobaan di masa lalu, dan menimba pelajaran atas pentingnya menguatkan spirit
gotong royong, memikul tanggung jawab bersama, dan penuh sukacita menggalang
aksi tolong-menolong. Di harian Kompas, Yudi
Latif menulis, ”Kekuatan masyarakat sipil mengacu pada ikatan emosional.
Namun, kekuatan masyarakat sipil punya batas.” Tetap diperlukan penghubung
masyarakat sipil dengan unsur negara. Negara bisa melakukan apa saja,
termasuk mengajak masyarakat akar rumput untuk berkolaborasi menghadapi
pandemi. Di sana dibutuhkan transparansi. Dibutuhkan kejujuran dan ketulusan,
serta kepercayaan. Menanggulangi pandemi
dalam suasana kegentingan membutuhkan derap
langkah bersama. Kita semua, Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan
Budi Gunadi Sadikin, Menteri BUMN Erick Thohir, Menlu Retno Marsudi, Menko
Perekonomian/Ketua KPC-PEN Airlangga Hartarto, Gubernur Jakarta Anies
Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta semua penyelenggara
negara, baik di pusat maupun daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat
sama-sama sedang menulis sejarah bangsa
dalam menanggulangi pandemi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar