Jumat, 18 Juni 2021

 

Berlomba Bukan Berebut

Budi S Tanuwibowo ;  Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) dan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Indonesia-Tionghoa (Inti)

KOMPAS, 17 Juni 2021

 

 

                                                           

Ajang pilpres masih lama. Masa kepresidenan 2019-2024 pun belum genap dua tahun. Namun, ancang-ancang ke arah 2024 sudah gegap gempita. Seolah persoalan Covid -19 kurang penting. Demikian pula masalah ekonomi dan penurunan berbagai indikator penting lainnya dianggap seakan persoalan remeh yang tak perlu serius dipikirkan.

 

Maraknya wacana Pilpres 2024 dipandang dari sudut demokrasi bisa dianggap positif. Kalau ukurannya semangat dan kepedulian terhadap persoalan kepemimpinan bangsa lima tahunan, baik-baik saja. Namun, kalau lebih karena persaingan tidak sehat, saling jegal-menjegal sejak awal, saling melempar narasi kebencian yang bisa menambah keretakan bangsa, masing-masing kita perlu mawas diri.

 

Di atas segalanya, keutuhan bangsa adalah yang nomor satu. Bung Karno, Bung Hatta, dan para leluhur bangsa lainnya telah mempertaruhkan semuanya untuk itu. Indonesia bisa lahir karena persatuan.

 

Saat ini di media banyak beredar nama-nama yang diunggulkan. Ada yang senior, ada yang lebih muda. Ada yang sipil, ada yang berlatar belakang militer. Ada kader partai, ada birokrat. Lengkap. Meski mungkin mereka bukan calon yang terbaik,  sistem demokrasi yang kita pilih telah memunculkan nama-nama tersebut. Itulah kenyataan yang harus kita terima, mau tidak mau, suka tidak suka.

 

Sebut saja nama: Prabowo Subianto, Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Salahuddin Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan sederet nama lainnya. Inilah nama-nama yang dijagokan saat ini, yang mungkin saja bisa berubah (drastis) semakin dekat 2024 nanti.

 

Politik (praktis) kata orang amat dinamis. Apalagi di masa media sosial (medsos) merajalela seperti saat ini. Sebuah isu akan menyebar cepat. Dan celakanya orang Indonesia gampang percaya. Sekali percaya, susah mengubahnya. Berita yang telanjur keliru, ketika diralat, ralatnya tenggelam tak mampu merebak ke permukaan. Ini bisa dimanfaatkan oleh mereka yang mempunyai kepentingan tertentu. Keadaan menjadi semakin rumit bila hal ini terjadi di masyarakat retak seperti kondisi bangsa kita saat ini.

 

Kekuasaan untuk kesejahteraan bangsa

 

Saat ini marak pemberitaan soal persaingan Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Semua orang sibuk mengulasnya. Padahal, yang ada di permukaan bisa sama, tetapi bisa pula berbeda dengan kenyataannya. Berbagai skenario dibuat, dibahas, diulas, dan dijual kepada masyarakat.

 

Baik, boleh, dan sah-sah saja selama kita ingat hal mendasar yang ribuan tahun lalu diingatkan Kongzi, Confucius atau Khonghucu, ”Insan beriman-berbudi (Junzi) suka berlomba tapi pantang berebut, hidup rukun meski berbeda”. Sebaliknya, ”Orang yang rendah budi (xiaoren) tak bisa rukun meski sama, dan menghalalkan segala cara untuk saling berebut”.

 

Bangsa Indonesia yang mengaku beriman dan berbudi, seyogianya tetap teguh berkompetisi secara sehat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menomorsatukan keutuhan bangsa. Politik atau kekuasaan untuk kesejahteraan bangsa dan itu artinya harus menjaga teguh keutuhan atau persatuan bangsa.

 

Ibarat pertandingan sepak bola, sejak sekarang boleh merancang sistem permainan, 4-2-4, 4-3-3, atau 5-3-2. Boleh juga mengutamakan umpan pendek atau lambung. Mungkin juga pressing football. Namun, main kasar tentu harus dihindarkan karena meskipun menang, akhirnya akan mendapatkan beban yang sangat berat. Luka-luka tak gampang disembuhkan. Kalaupun sembuh, bekasnya bisa abadi.

 

Menunggu restu Ibu

 

Setuju atau tidak, salah satu penentu peta persaingan politik 2024 adalah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Siapa yang akan diajukan mewakili partai pemenang Pemilu 2019 dalam ajang Pilpres 2024 tergantung restu Megawati Soekarnoputri, entah Puan Maharani, Ganjar Pranowo, atau bisa jadi ke yang lain. Sebagai politikus senior yang sangat berpengalaman, tentu hitungan rasional dan intuisi beliaulah yang menjadi bahan pertimbangan keputusan PDI-P nanti.

 

Restu Ibu Ketua Umum ini pula yang nanti akan menentukan pasangan-pasangan lainnya yang akan muncul di laga Pilpres 2024. Bisa 4 pasangan, 3 pasangan, atau tetap 2 pasangan seperti 2014 dan 2019. Berapa pasangan yang akan muncul, tergantung seberapa kuat pasangan yang didukung PDI-P. Semakin kuat hasil surveinya, semakin sedikit calon pasangan lawannya, karena mayoritas partai cenderung bergabung pada calon yang diduga paling berpotensi menjadi pemenang.

 

Jadi, daripada meributkan pasangan mana saja yang akan bertarung di 2024 nanti, atau mengulas Puan Maharani dan Ganjar Pranowo berlebihan, lebih baik kita semua konsentrasi menangani persoalan Covid -19 yang belum ada titik cerahnya dan telah menimbulkan dampak negatif di berbagai aspek kehidupan, terutama bisnis, ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sosial, dan seterusnya. Ibarat kata rumah kita sedang dilanda banjir besar, jangan mikir mau mengadakan pesta dulu.

 

Sabar dan tunggu saja ke mana palu keputusan Ibu Megawati Soekarnoputri dijatuhkan. Apa Prabowo Subianto-Puan Maharani atau Ganjar Pranowo-Sandiaga Salahuddin Uno atau jangan-jangan salah satu dari pembaca tulisan ini yang dipilih. Who knows?

 

Kan, kata orang politik itu dinamis, elastis, dan kompromistis. Tinggal tunggu nanti responsnya yang diharapkan akan melahirkan calon lawan tanding yang kompetitif dan variatif. Bisa Ganjar Pranowo-Airlangga Hartarto dan Anies Rasyid Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono atau yang lain bila Prabowo Subianto-Puan Maharani yang dipilih; atau bisa jadi hanya muncul Anies Rasyid Baswedan-Ridwan Kamil atau yang lain bila Ganjar Pranowo-Sandiaga Salahuddin Uno yang diajukan.

 

Atau bisa juga muncul pasangan baru yang tiba-tiba datang dari tempat sunyi bak Bukeksiansu atau Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, Suma Han. Siapa tahu? Siapa yang bisa menduga kalau malah nanti yang muncul kejutan dahsyat pasangan rekonsiliasi, senior-yunior, sipil-militer: Prabowo Subianto-Agus Harimurti Yudhoyono?

 

Hal yang penting diingat adalah penghelatan Pilpres 2024 untuk mencari pemimpin era 2024-2029 yang diharapkan mampu merukunkan dan menyejahterakan rakyat Indonesia, bukan malah membawa Indonesia ke jurang perpecahan bangsa. Berlombalah dengan jiwa satria, bukan sibuk berebut saling memangsa. Semoga. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar