Misteri
Jaksa Pinangki Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 17 Juni 2021
Jaksa Pinangki Sirna
Malasari, salah seorang terdakwa dalam pembebasan terpidana korupsi Joko S Tjandra,
tetaplah menyimpan misteri. Vonisnya diringankan. Mengikuti jalannya
persidangan di pengadilan tingkat pertama, Pinangki tetap menyimpan rapat
siapa yang disebut ”King Maker”. Majelis hakim pun gagal mengorek siapa ”King
Maker” dalam operasi pembebasan itu. Karena itulah, majelis
hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang diketuai IG Eko Purwanto
memperberat hukuman Pinangki menjadi sepuluh tahun. Jaksa penuntut umum
menuntut hukuman empat tahun penjara untuk suap lebih dari 500.000 dollar AS.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat pertama justru menilai Pinangki
berbelit-belit. Pinangki adalah seorang
jaksa. Jaksa adalah penegak hukum. Dalam persidangan tingkat pertama
terungkap juga relasi jaksa Pinangki dan advokat serta penegak hukum lain
untuk mengatur perkara, termasuk mengatur grasi. Kepergian Pinangki ke Kuala
Lumpur bertemu buron Joko S Tjandra memunculkan pertanyaan besar, siapa yang
menyuruhnya ke Kuala Lumpur? Inisiatif pribadikah? Karena itu, obral diskon
sampai 60 persen oleh pengadilan banding sungguh mengusik ketidakadilan
publik. Majelis hakim banding yang diketuai Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih
Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik memotong hukuman
Pinangki menjadi empat tahun. Vonis hakim sepuluh tahun dinilai terlalu berat
oleh majelis hakim banding. Salah satu alasan yang meringankan adalah
Pinangki seorang wanita dan sudah dipecat sebagai jaksa. Vonis itu bulat. Tak
ada perbedaan pendapat. Kekuasaan kehakiman memang
mandiri sesuai dengan undang-undang. Namun, bukan berarti publik tidak bisa
mempersoalkan ketika rasa keadilan terusik. Eksaminasi putusan adalah salah
satu jalan untuk mengkaji putusan lima hakim tinggi. Itu tentunya bisa
menjadi catatan untuk kepentingan perkembangan karier ke depan. Vonis rendah Pinangki
ujian bagi kejaksaan. Apakah kejaksaan akan kasasi atau menerima putusan yang
sesuai dengan tuntutan sebelumnya. Jika tak ada langkah dari kejaksaan dan
Pinangki untuk kasasi, putusan Pinangki akan berkekuatan hukum tetap.
Keadilan publik dicampakkan, ”King Maker” tidak terungkap. Berbagai kejadian itu
memunculkan pertanyaan kepada elite negeri ini. Seriuskah sebenarnya bangsa
ini memerangi korupsi. Korupsi yang memiskinkan bangsa. Korupsi yang
memperlebar kesenjangan. Pertanyaan reflektif itu pantas diajukan di tengah
diskon vonis korupsi serta penyingkiran pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang telah berjibaku menangkapi koruptor. Ketika bangsa
ini—eksekutif, yudikatif, dan legislatif—kian lembek terhadap korupsi, bangsa
ini kian digerogoti oleh korupsi. Korupsi tidak hanya mengakibatkan kerugian
negara, tetapi juga membusukkan nilai-nilai bangsa. Sebelum telanjur, mari
kita renungkan bersama bagaimana mau memenangi peperangan melawan korupsi di
negeri ini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar