Rabu, 16 Juni 2021

 

Pertemuan Biden-Putin, Langkah Tepat

Tajuk Kompas ;  Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 16 Juni 2021

 

 

                                                           

Tidak mungkin satu negara akan berkuasa sepanjang masa. Dengan demikian, tidak mungkin satu negara sepanjang masa bertindak seenaknya.

 

Demikian pula Amerika Serikat (AS), yang sejak kejatuhan Tembok Berlin pada 1989 meraung-raung leluasa, karena menikmati kekuatan tunggal, kini menghadapi kenyataan baru. Dunia telah bergeser dari unipolar ke multipolar, seperti disinyalir sejarawan Universitas Yale, Paul Kennedy, pada diskusi 3 November 2017. Perubahan kekuatan ekonomi turut mengubah struktur kekuatan negara-negara adidaya.

 

Tidak semua media, pakar, dan politisi dari AS memahami perubahan ini, yang uniknya ditandai dengan pencaplokan wilayah Ukraina, Crimea, oleh Rusia pada 2014. Jauh sebelumnya, Rusia juga sudah merangsek ke wilayah Georgia. Masih banyak pihak yang merasa AS masih kuat, seperti saat Ronald Reagan meminta Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev menjatuhkan Tembok Berlin, lewat pidato Reagan di Gerbang Brandenburg, Juni 1989. Juga tidak semua pihak di Eropa Timur paham akan perubahan kekuatan global, bahwa AS tidak lagi sehebat dulu.

 

Banyak pihak di Eropa Timur yang kecewa terhadap pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Geneva, Swiss, Rabu (16/6/2021) ini, termasuk Grand Master (catur) Garry Kasparov hingga Presiden Ukraina Volodymyr Oleksandrovych Zelensky. ”Tertanam keraguan tentang kemampuan AS menekan Rusia yang agresif,” kata Witold Rodkiewicz, spesialis politik Rusia dari Center of Eastern Studies, think-tank di Warsawa, Polandia.

 

Tidak semua pihak juga paham, bahwa ketika AS di puncak kekuasaan tunggal, garis merah terlalu jauh dilangkahi. AS mendikte Presiden Rusia Boris Yeltsin setelah mendikte Gorbachev. Mantan agen KGB yang nasionalis sejak bertugas di Berlin memantau kesewenang-wenangan AS. Dia juga melihat AS mendukung pengusaha Rusia Mikhail Khodorkovsky, yang merampas kekayaan minyak Rusia. Mantan agen KGB itu adalah Vladimir Putin, Presiden Rusia.

 

Putin menyaksikan juga AS merangsek ke wilayah dekat Rusia. Hingga Putin mengatakan, ”Coba Anda bayangkan seandainya Rusia memasang rudal di Kanada dan Meksiko.” Inilah efek kebablasan sejarah AS, mungkin juga efek kebablasan neoliberal lewat raja minyak AS, yang tidak luput dari pemantauan Putin. Ini tidak diketahui wartawan televisi AS, yang saat wawancara dengan Biden bertanya, ”Apa hukuman bagi Putin yang Anda cap killer?”

 

Bukannya menekan killer, Biden-Putin malah bertemu di Geneva. Pertemuan tidak akan menghasilkan apa pun. Mantan Duta Besar (Dubes) AS untuk Rusia Michael McFaul dan mantan Dubes Rusia untuk AS Yuri Ushakov tak berharap ada kesepakatan. Ini hanya pereda kemarahan Putin agar tidak mengganggu Eropa. Ini penting, sebab Biden sedang memperkuat posisi di dalam negeri, yang terus direcoki kubu Donald Trump. China adalah fokus urgen serta paling strategis bagi Biden. Putin ditenangkan, tetapi tak diberi panggung. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar