Rabu, 22 Juni 2016

Inquiry Based Learning pada Sekolah Kejuruan Kita

Inquiry Based Learning pada Sekolah Kejuruan Kita

Ahmad Baedowi ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
                                              MEDIA INDONESIA, 13 Juni 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

ADAKAH mekanisme dan skenario yang terorganisasi dengan baik saat kita hendak mendirikan SMK? Setidaknya harus ada tiga kesadaran dari para pengelola SMK tentang; 1) jenis pekerjaan yang dibutuhkan pasar industri saat ini bisa direkam dengan baik oleh para pengelola SMK.

Itu artinya dibutuhkan hubungan timbal balik yang jelas dan signifikan antara industri dan SMK melalui sebuah kerja sama yang saling menguntungkan; 2) kesadaran untuk melakukan pengembangan kurikulum SMK berbasis inquiry yang sangat relevan dengan dunia kerja saat ini dan bisa dilakukan secara berkelanjutan; serta 3) melibatkan perguruan tinggi sebagai mediator antara sekolah dan dunia industri untuk melakukan proses penjaminan mutu yang bisa diterima pihak sekolah sekaligus dunia industri.

Berkaca pada Finlandia

Salah satu kunci sukses Finlandia di bidang pendidikan sesungguhnya didukung sebagian besar oleh sekolah vokasi yang terhubung langsung dengan dunia industri dan perguruan tinggi. Annica Isacsson (2007) dalam Inquiry-based Learning at HAAGA-HELIA Porvoo Campus Depicted Through Curricular Development Work and Student Stories, dengan gamblang menyebutkan pentingnya relasi sekolah-perguruan tinggi-industri dalam mencapai tujuan pendidikan kejuruan yang baik.
Bagi Isacsson, sangat tidak mungkin memisahkan ketiga institusi itu ketika sebuah kebijakan pendidikan vokasi ingin dikembangkan sebuah negara.

Integrasi antara sekolah-perguruan tinggi-industri harus menjadi modal awal dalam pengembangan SMK kita di Tanah Air. Saat ini, kita melihat ada begitu banyak SMK seperti berjalan sendiri dalam melakukan praktik pendidikan mereka tanpa ada jaminan ketersediaan lapangan kerja yang cukup bagi para lulusan mereka.

Bahkan, ada beberapa SMK membuat sebuah program tanpa pertimbangan kebutuhan lapangan kerja, seperti di daerah dengan letak geografis yang kaya sumber daya sungai dan laut serta beberapa perusahaan di bidang yang sama, tetapi jurusan yang dibuka justru IT dan perbengkelan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia industri setempat.

Di Finlandia, riset-riset yang berkaitan dengan pola pengajaran kejuruan saat ini justru banyak mengembangkan model inquiry-based learning yang mengandalkan minat dan bakat siswa. Mereka dianggap sebagai aset penting yang harus menentukan jenis keterampilan apa yang mereka inginkan serta memilih sekolah yang tepat.

Tugas sekolah ialah memberikan jaminan kebebasan bagi siswa untuk mempelajari yang mereka inginkan, dan di dalam sekolah mereka diminta untuk membuat komunitas keberbakatan yang fungsinya untuk mengenal satu sama lain serta agar hubungan dengan dunia luar sekolah seperti industri dan masyarakat. Sekolah kejuruan di Finlandia juga diuntungkan, karena yang membuat riset serta model-model temuan aplikatif yang disesuaikan dengan dunia usaha sepenuhnya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi. Hampir semua universitas di Finlandia dalam 10 tahun terakhir ini banyak membuat riset ilmu-ilmu terapan dengan mengembangkan alat dan model untuk mengintegrasikan kecakapan hidup dan bekerja bagi siswa menjadi lebih baik dalam sebuah proses pendidikan di sekolah kejuruan. Tak mengherankan jika di Finlandia lebih banyak anak-anak memilih masuk SMK karena dukungan dunia industri dan perguruan tinggi sangat kuat.

Pentingnya pendekatan terintegrasi serta pilihan pola belajar berbasis inquiry merupakan solusi bagi sekolah kejuruan kita saat ini. Dua solusi itu setidaknya akan memberikan arah yang jelas bagi pengembangan sektor kejuruan yang sejalan dengan kondisi dunia industri saat ini. Sementara itu, pendekatan inquiry-based learning akan menempatkan sekolah dalam jalur yang benar karena para siswa mereka selalu disadarkan untuk menjadi individu yang peduli dengan lingkungan sekitar, terutama dengan dunia usaha.

Asumsi bahwa belajar tidak terjadi dalam ruang hampa, dan bahwa kompetensi pengetahuan harus mempersiapkan siswa untuk hidup di masa depan dengan lebih baik, merupakan esensi mengapa pendekatan ini perlu dilakukan dan integrasi peran harus distandarkan.

Terintegrasi

Pelajaran lain yang juga bisa kita ambil dari kasus Finlandia ialah ketika sebuah komunitas di 2010 ingin mendirikan SMK seperti di Kota Porvoo, 50 km dari Helsinki, dewan kota melibatkan semua pemangku kepentingan untuk terlibat, seperti para arsitek, perusahaan, perencana pembangunan, para dosen, dan guru. Ketika bangunan fisik mulai dibangun para arsitek dan ahli bangunan atas dasar persetujuan yang sama, secara bersamaan perguruan tinggi dan para calon guru membuat perencanaan model pengembangan kurikulum yang juga sesuai dengan kesepakatan bersama. Model itu hampir tak pernah ada di Indonesia, karena kebijakan pendirian SMK bahkan jauh dari pantauan perguruan tinggi dan pemangku kepentingan lainnya.

Integrasi kampus perguruan tinggi dengan SMK akan melahirkan energi dan kesadaran baru bagi para siswa bahwa mereka memperoleh dukungan yang positif dalam konteks penjaminan mutu kelulusan. Itu dengan catatan bahwa aspek kompetensi pedagogis disepakati dalam sebuah proses penembangan kurikulum secara bersama dengan perguruan tinggi dimaksud.

Selain itu, pihak industri dan dunia usaha juga terus mendorong riset-riset aplikatif pengembangan model alat belajar di sekolah kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha/industri. Kata kunci kolaborasi dan partisipasi dengan sendirinya akan menghadirkan SMK yang berkualitas dan bukan sekadar ada untuk memutus mata rantai anak-anak SMP putus sekolah.

Terakhir, jika proses integrasi dan pengembangan model pengajaran berbasis inquiry ini diimplementasikan, aspek transparansi akan kuat karena antarlembaga akan saling mengontrol. Dalam pengalaman Finlandia, transparansi dalam semua aspek penyelenggaraan pendidikan di sekolah kejuruan bisa berlangsung efektif karena dari mulai perencanaan, implementasi hingga evaluasi semua lembaga ikut terlibat dan saling memberi masukan. Mungkinkah itu bisa terjadi di SMK kita?
Wallahu alam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar