Selasa, 12 April 2016

Ortu

Ortu

Samuel Mulia ;   Penulis Kolom PARODI Kompas Minggu
                                                        KOMPAS, 10 April 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sudah dua minggu belakangan ini saya bertanya, tentu kepada hati dan nurani sendiri, mengapa seorang manusia itu bisa tumbuh menjadi koruptor, penipu, pembunuh, yang mulutnya berkicau untuk membuat keonaran sampai memilih menjalankan usaha dan menimbun kekayaan dari menyengsarakan orang lain?

Dididik

Tentu akan ada banyak alasan mengapa seseorang bisa menjadi demikian. Hanya saja hari ini, saya mau berkonsentrasi hanya pada pendidikan yang diberikan di dalam rumah, dari saat seorang anak dilahirkan sampai berusia di mana ia wajib punya KTP karena dianggap usia yang sudah dewasa.

Saya penasaran, benar-benar penasaran. Masakan pendidikan yang diberikan di dalam rumah sekian belas tahun sama sekali tak ada bekasnya ketika manusia tumbuh menjadi lebih tua dan belum tentu menjadi dewasa?

Saya penasaran, masakan ketika seorang anak manusia bisa berpikir dengan kepalanya sendiri, pendidikan yang diberikan orangtua selama itu tak ada efeknya? Terus di mana letak kekuatan pendidikan orangtua terhadap perilaku anak di masa depan?

Saya sudah melihat bahwa orangtua kaya dan miskin itu sami mawon. Keduanya mampu menghasilkan anak yang baik dan yang buruk. Bukan seperti cerita atau film cliché, kalau orangtuanya kaya, anaknya amburadul, dan kalau miskin, anaknya menjadi berbakti.

Satu minggu yang lalu saya makan siang di sebuah rumah makan Jawa Timur. Tak lama setelah memesan makanan, datanglah pasangan muda dengan dua anak kecilnya yang sedari memasuki rumah makan itu sudah menjerit dan berlari-lari.

Kedua orangtua itu terlihat sama sekali tidak peduli. Mereka langsung duduk memesan makanan dan setelah itu keduanya asyik berkonsentrasi dengan gadget-nya, sementara kedua anaknya menganggap rumah makan itu seperti taman bermain.

Apakah pendidikan orangtua yang seperti ini yang menyebabkan anak menjelma menjadi manusia yang senangnya mencari perhatian, menjadi tidak tahu diri, baik melalui perilaku yang memalukan maupun mulutnya yang menyakitkan dan membuat onar?

Apakah dengan membiasakan berteriak dan berlari di tempat yang tak sepantasnya demikian, maka mereka menjadi manusia yang bisa jadi tumbuh tak peduli sehingga tak peduli juga untuk membunuh dan korupsi, tak peduli memiliki bisnis yang menyengsarakan orang lain, atau tidak sejauh itu menyenangkan egonya?

Saya juga penasaran mengapa tak ada pemberitaan soal tertangkapnya seorang koruptor dan gembong narkoba, disertai wawancara dengan orangtua mereka, dan menanyai apa saja yang telah diajari kepada anak-anaknya hingga bisa melakukan hal yang demikian itu?

Diturunkan

Maka saya mulai berpikir, apakah seorang anak itu bisa menjadi manusia seperti yang saya tuliskan di atas. Itu karena orangtuanya memang mengajarkan demikian baik secara langsung atau tidak? Apakah orangtuanya sendiri memang koruptor, memang rasis, memang berbisnis yang menyengsarakan sesamanya?

Atau ternyata, bukan hanya pendidikan orangtua yang memengaruhi, melainkan juga memang dalam darah anak mengalir bakat yang diturunkan secara genetis dari orangtuanya? Orangtua saya memiliki tiga anak. Kami dididik dengan cara dan sistem yang sama. Ke sekolah yang sama karena dari sejak lahir sampai sekolah menengah atas semua diatur oleh orangtua. Tetapi, mengapa yang satu doyan duit, yang satu jadi pengecut, dan yang satu tidak pernah dewasa?

Jadi, selain pendidikan, maka tabiat anak diturunkan secara genetis dari ibu dan bapak mirip sama seperti penyakit yang diturunkan. Ayah saya kencing gula dan menurun ke saya dan bukan ke kakak dan adik.

Ada berita yang pernah saya baca dan saya yakin ada di antara Anda yang juga membaca. Seorang suami tampan menuntut istrinya karena ketiga anaknya buruk rupa. Ternyata istrinya pernah menjalani operasi plastik menjadi cantik dari keadaan aslinya yang gitu deh itu.

Selain itu, di antara kehidupan sosial Anda dan saya, tak jarang kita mendengar cerita seperti ini. "Anak saya yang kedua itu persis seperti bapaknya. Kalau sakit diem asal udah dikasih makan dan minum obat. Nggak nyusahin. Gak kayak anak yang pertama. Kalau sakit bawel, kayak saya dan kakeknya."

Maka, yang membuat saya penasaran perkataan anak sudah di atas 17 tahun dan harus bertanggung jawab sendiri itu maksudnya orangtua sudah tidak mau bertanggung jawab lagikah? Apakah itu diartikan juga orangtua sudah cukup mendidik, sekarang waktunya anak mempraktikkan didikan itu? Tetapi, bagaimana kalau ada faktor genetisnya?

Ataukah sebaiknya, jika ada yang ditangkap karena alasan apa pun itu, maka orangtua harus berani menjelaskan kepada pihak penyidik bahwa mereka dididik dan mendapat bakat yang demikian itu.

Karena mereka lahir dari persetubuhan orangtuanya dan mereka dididik dengan sistem yang diciptakan oleh orangtua. Mau sistemnya benar atau salah, mau yang diturunkan itu sifat baik atau buruk, itu yang diterima anak.

Paling tidak dengan orangtua mengaku, yang tertangkap mungkin bisa mendapat keringanan hukuman. Mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar