Bom Waktu Fakultas Kedokteran
Satryo Soemantri Brodjonegoro ; Dirjen
Dikti (1999-2007);
Wakil Ketua II Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI)
|
KOMPAS, 22 April
2016
Pembukaan fakultas
kedokteran oleh perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta akhir-akhir ini
menjamur sehingga menimbulkan kekhawatiran adanya persepsi yang salah
mengenai pendidikan kedokteran di Indonesia. Persepsi yang berkembang di
masyarakat adalah bahwa fakultas kedokteran akan mendatangkan pendapatan
cukup besar bagi perguruan tinggi dan dengan cara yang sangat mudah, yaitu
dengan menerapkan uang pendaftaran dan uang kuliah yang sangat tinggi kepada
para calon mahasiswa.
Besaran uang tersebut bahkan mencapai
ratusan juta rupiah, suatu besaran yang sangat tidak manusiawi dan tidak
sepatutnya diberlakukan.
Motif
komersial
Animo masyarakat untuk masuk fakultas
kedokteran sangat tinggi, bahkan mereka bersedia membayar berapa pun asalkan
diterima sebagai mahasiswa kedokteran. Mereka beranggapan, pekerjaan sebagai
dokter akan menghasilkan pendapatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan profesi-profesi lainnya.
Perguruan tinggi mengantisipasi gejala
tersebut dengan mengajukan pembukaan fakultas kedokteran. Karena motifnya
hanya mencari uang, perguruan tinggi menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan izin pembukaan fakultas kedokteran, bahkan apabila perlu
melanggar ketentuan yang berlaku. Pada saat ini sedang terjadi komersialisasi
pendidikan kedokteran yang jika dibiarkan terus akan menjatuhkan reputasi
pendidikan kedokteran Indonesia.
Pada saat ini telah ada 75 fakultas
kedokteran dan jumlah tersebut sudah terlalu banyak. Idealnya Indonesia hanya
perlu 30-35 fakultas kedokteran. Jumlah dokter saat ini sudah mencukupi jika
dilihat dari perbandingan dengan jumlah penduduk. Masalah distribusi dokter
sampai saat ini belum terselesaikan sehingga banyak daerah kekurangan dokter,
sedangkan sebaliknya di kota besar terjadi penumpukan dokter.
Adanya kekurangan dokter di daerah
dijadikan dalih oleh pemda dan perguruan tinggi setempat untuk mengajukan
pembukaan fakultas kedokteran meskipun perguruan tinggi pengusul tidak
mempunyai kompetensi dan kapasitas sama sekali untuk menyelenggarakan
pendidikan dokter. Banyak pengusul yang hanya mengandalkan dana besar untuk
merekrut tenaga pengajar untuk membangun fasilitas fisik dan membeli rumah
sakit.
Pembukaan fakultas kedokteran diibaratkan
seperti membuka toko dengan hanya menyediakan fasilitas fisik dan tenaga
pelaksana. Padahal, kegiatan pendidikan apa pun bidang keahliannya memerlukan
panggilan hati (passion),
baik dosennya maupun mahasiswanya. Dapat dibayangkan apabila pendidikan
dokter dilaksanakan tanpa panggilan hati, maka tujuan mulia pengabdian
seorang dokter tidak akan terwujud.
Krisis
kompetensi
Fakta menunjukkan bahwa ke 75 fakultas
kedokteran mempunyai kesenjangan mutu yang sangat besar, sebagian besar masih
terakreditasi C, sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam ujian
kompetensi dokter, bahkan sebagian besar mahasiswa yang mengulang ujian (retaker) sudah mengulang
berkali-kali dan tetap tidak lulus. Mereka ini tidak akan pernah lulus
karena memang tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk menjadi seorang
dokter.
Hal ini karena proses seleksi mahasiswa
baru tidak dilakukan secara teliti di mana banyak mahasiswa diterima walaupun
tidak memenuhi syarat karena hanya mengejar jumlah atau kuota agar memperoleh
uang yang cukup besar dari mahasiswa baru. Inilah gambaran sulitnya mengelola
pendidikan dokter yang dilakukan secara massal dengan membiarkan banyaknya
fakultas kedokteran yang beroperasi.
Aspek kualitas dan keselamatan publik telah
dikesampingkan oleh sebagian besar pengusul pembukaan fakultas kedokteran,
mereka hanya peduli dengan besarnya uang yang akan mereka terima. Hal ini
yang akan menimbulkan bom waktu karena pada saat ini sudah ada puluhan usulan
pembukaan fakultas kedokteran baru yang telah diajukan kepada pemerintah, dan
jumlah tersebut akan meningkat terus karena mereka terbuai dengan besaran
uang yang menggiurkan.
Pembukaan fakultas kedokteran telah menjadi
bisnis pendidikan yang sangat komersial dan hal ini akan menjatuhkan hakikat
pendidikan dokter. Sudah saatnya negara menyatakan bahwa tidak ada lagi
pembukaan fakultas kedokteran baru. Tidak hanya itu, bahkan fakultas
kedokteran yang ada sekarang ini pun perlu dievaluasi ulang keberadaannya,
dan apabila perlu sebagian besar ditutup. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar