Efektifkah BI 7- Day Repo Rate?
Nugroho SBM ; Pengajar
mata kuliah Kebanksentralan
di Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Undip Semarang
|
SUARA MERDEKA, 20
April 2016
BANK
Indonesia (BI) akan mengganti salah satu alat atau piranti kebijakan moneter yaitu
suku bunga acuan BI atau BI rate dengan suku bunga acuan baru yaitu suku
bunga surat utang negara dengan tenor atau jatuh tempo 7hari yang kemudian
disebut sebagai BI 7 -Day Repo Rate. Kebijakan itu diambil setelah BI
mengkaji bahwa BI ratesudah tidak efektif lagi sebagai alat kebijakan
moneter.
BI
rate memang sempat menjadi alat kebijakan moneter yang efektif sampai tahun
2010. Namun dari tahun 2010 sampai tahun 2016 efektivitas tersebut mulai
hilang khususnya pada tahun 2016 ini. Ketidakefektivan BI rate sebagai alat
kebijakan moneter dilihat dari BI rate selama tahun 2016 ini sudah diturunkan
3 (tiga) kali dengan total penurunan 75 basis poin dan saat ini berada pada
tingkat 6,75 persen. Namun dampaknya pada penurunan suku bunga deposito,suku
bunga kredit, dan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) tidaklah
signifikan. Suku bunga deposito selama tahun 2016 hanya turun 28 basis poin.
Demikian pula suku bunga kredit hanya sedikit turun dari posisi awal. Hal
yang sama terjadi pula pada PUAB.
Dengan
kata lain, BI tidak bisa mengendalikan suku bunga deposito, suku bunga
kredit, dan juga suku bunga PUAB. Sebabnya antara lain BI rate biasanya
dimaknai sebagai suku bunga untuk SBI dengan jatuh tempo rata-rata 1 tahun.
Ini sebuah jangka waktu yang bagi pasar uang terlalu lama. Pasar uang
merupakan pasar yang sangat dinamis sehingga pergerakan
indikator-indikatornya mungkin bisa dari jam ke jam atau menit ke menit
bahkan dari detik ke detik. Sebab yang lain adalah BI rate tidak terkait
langsung dengan suku bunga di PUAB.
Sebagaimana
diketahui, selama ini bank-bank yang kesulitan likuiditas pada saat kliring
yaitu ketika kewajibannya melebihi haknya maka pada langkah awal bank-bank
akan mencari pinjaman dana dari bank-bank lain atau dikenal dengan nama Pasar
Uang Antar Bank (PUAB). Bunga dari pinjaman antarbank ini sangat tinggi.
Hitungannya per malam maka suku bunganya dikenal dengan overnight rate. Suku
bunga pinjaman antarbank ini akan mempengaruhi kebijakan bank dalam penentuan
suku bunga deposito dan kredit.
Maka
BI sangat berkepentingan agar suku bunga antarbank ini bisa dipengaruhi
antara lain lewat BI rate. Pada saat ini di mana sangat dibutuhkan suku bunga
deposito dan kredit yang rendah maka suku bunga pinjaman antarbank inipun
diharapkan turun pula. Sebab yang lain BI Rate selama ini dijadikan acuan
juga untuk suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Selama ini memang ada
yang kurang memahami dan tidak bisa membedakan antara BI rate dan suku bunga
SBI. SBI digunakan oleh BI untuk kebijakan moneter. Jika inflasi tinggi maka
BI akan menyerap jumlah uang beredar dengan menjual SBI yang suku bunganya
dikaitkan dengan BI rate. Sebaliknya jika inflasi rendah dan perekonomian
membutuhkan suntikan dana maka BI akan membeli SBI yang beredar.
Cari Aman
Namun
praktiknya, BI rate tidak mampu pula mempengaruhi SBI rate. Ini justru
mendorong bank-bank mencari aman dengan menempatkan dananya di SBI yang
rata-rata malah mengambil yang jatuh temponya 1 tahun seperti yang sudah
disebut di bagian lain tulisan ini. Ini mengakibatkan dana bank-bank tidak
likuid dan tidak mendukung likuiditas atau kebutuhan danaa untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi.
Atas
pertimbangan sudah tidak efektifnya BIrate tersebut maka BI mengganti BI rate
dengan bunga acuan baru yang disebut sebagai BI 7-Day Repo Rate. Ini adalah
suku bunga Surat Utang Negara (SUN) yang mempunyai tenor (jatuh tempo) 7
hari. Ketentuan BI ini akan berlaku mulai 19 Agustus 2016 mendatang.
Kebijakan BI untuk menggunakan suku bunga jangka pendek BI 7-Day Repo Rate sebenarnya
juga dipraktikkan di negara-negara lain. Negara yang mempraktikkan antara
lain Korea Selatan dan Swedia Lewat siaran pers BI dan Kementerian Keuangan
maka ada 3 dampak kebijakan baru BI tersebut. Pertama, memperkuat sinyal
kebijakan moneter. Maksudnya adalah arah kebijakan moneter BI apakah akan
ketat aatau longgar bisa segera ditangkap oleh para pelaku pasar. Hal ini
diharapkan terjadi karena jangka waktu suku bunga acuan untuk instrumen
keuangan yang lebih pendek yaitu jatuh temponya 7 hari. Kedua, mendorong
efektivitas kebijakan moneter khususnya dalam mendorong pegerakan suku bunga
di pasar uang. Hal ini terjadi karena BI 7-Day Repo Rate lebih terkait dengan
suku bunga deposito dan kredit. Ketiga, mendorong transaksi keuangan
antarbank khususnya di Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Keuntungan
lain jika BI menggunakan suku bunga SUN yang berjatuh tempo 7 hari sebagai
bunga acuan maka hasilnya bunga acuan tersebut lebih rendah dari BI rate.
Jika BI rate saat ini adalah 6,75 persen maka BI 7- Day Repo Rate sekarang
ini sekitar 5,5 persen maka bunga deposito, bunga kredit dan bunga PUAB akan
menjadi lebih rendah seperti yang saat ini diharapkan. Namun pertanyaannya
adalah apakah BI 7-Day Repo Rate sebagai pengganti BI rate ini akan efektif
seperti yang diharapkan?
Menurut
penulis, ini hanya akan jadi obat sementara bagi efektivitas kebijakan
moneter yang dilakukan oleh BI. Dalam jangka panjang, kebijakan itu tak akan
efektif selama 2 (dua) masalah fundamental di sektor keuangan di Indonesia
tidak dibenahi. Masalah tersebut adalah: pertama, sektor keuangan di
Indonesia masih dikuasai oleh perbankan. Dana masyarakat sebagian besar
ditempatkan di perbankan. Lembaga keuangan lain seperti pasar modal,
asuransi, dana pensiun, dan lain-lain masih menerima dana yang kecil.
Maka
perbankan mempunyai posisi tawar (bargaining
power) yang tinggi. Bank akan bisa ‘’membangkang’’ terhadap kebijakan
moneter BI karena posisi tawar ini. Dan kalau bank membangkang dan tidak
merespons kebijakan moneter BI maka kebijakan itu tak kan efektif. Masaalah
kedua, dana yang ditempatkan di perbankan pun hanya dikuasai oleh segelintir
orang. Lebih dari 50 persen dana pihak ketiga (DPK) di perbankan hanya
dikuasai oleh 1 persen nasabah perbankan. Akibatnya minoritas nasabah ini
bisa ‘’mengatur’’suku bunga perbankan. Mereka bisa menawar untuk mendapatkan
suku bunga yang tinggi atas dana yang mereka tempatkan di perbankan.
Akibatnya BI rate sudah turun tetapi suku bunga deposito dan dengan demikian
juga suku bunga kredit tak kunjung turun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar