Saridjah Soedibjo dan RA Kartini
Reza Indragiri Amriel ;
Mantan ketua Delegasi Indonesia, Program Pertukaran Pemuda Indonesia
Australia; Alumnus Psikologi Forensik, The University of Melbourne
|
JAWA POS, 20 April
2016
SEPULUH November, Hari Pahlawan,
masih sekitar tujuh bulan lagi. Tetapi, satu nama perlu diusulkan sejak
sekarang untuk memperoleh gelar pahlawan nasional. Teristimewa bertepatan
dengan momen Hari Kartini tahun ini.
Merujuk kepada tujuh
kriteria pahlawan nasional yang ditetapkan Kementerian Sosial, hampir dapat
dipastikan bahwa mereka yang sangat berpeluang dianugerahi gelar pahlawan
nasional adalah individu-individu dengan riwayat keterlibatan yang tinggi
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena itulah, pemerintah, dalam hal
ini Kementerian Sosial, sepatutnya memperluas kriteria dan prosedur penetapan
individu sebagai pahlawan nasional.
Bertitik tolak dari situ,
betapa indahnya apabila Indonesia juga memiliki lebih banyak lagi pahlawan
nasional yang terasosiasi dengan nada, irama, atau kepalan tangan yang
mengiringi nyanyian-nyanyian patriotisme. Bahkan sorak-sorai anak-anak yang
mendendangkan lagu-lagu gembira. Atau juga dengan keindahan seni, misalnya
batik.
Baik selaku seniman lagu
maupun artis batik, dua kriteria itu bersimpul kepada sosok Saridjah Niung
Bintang Soedibjo alias Ibu Soed. Beliau lestari dalam memori kolektif sebagai
penggubah 200-an lagu anak-anak.
Ibu Soed juga dikenal
sebagai guru, dramawan, penyiar, pencipta lagu perjuangan, sekaligus perintis
motif batik terang bulan yang dikonsep oleh Bung Karno. Sayangnya, nama besar
Ibu Soed tidak sebanding dengan kepopuleran lagu-lagu ciptaannya. Nama Ibu
Soed kian kurang dikenang terlebih karena dia hadir manakala hak cipta dan
royalti sebagai penghargaan bagi seniman masih belum dianggap sebagai perkara
serius di negeri ini.
Penganugerahan gelar
pahlawan nasional bagi Ibu Soed pada November mendatang jika gagasan ini bisa
diterima juga bertepatan dengan masa ketika perlindungan anak menjadi salah
satu isu kritis yang tengah Indonesia hadapi saat ini.
Ibu Soed memang bukan
aktivis yang mengevakuasi anak-anak dari situasi mara bahaya. Tetapi, dengan
portofolionya berupa ratusan lagu anak-anak, seketika bisa dibayangkan begitu
seringnya Ibu Soed semasa hidup terinspirasi oleh tingkah polah anak-anak.
Dia kemudian juga
menenggelamkan diri ke dalam keasyikan menggubah nada-nada yang menjadi
senandung para bocah, bahkan hingga mereka beranjak dewasa. Sungguh intens
ikhtiarnya untuk membahagiakan anak-anak.
Berkat kekhidmatan hidup
semacam itulah, Ibu Soed sesungguhnya pantas dimasukkan ke golongan aktivis
perlindungan anak. Namun garib, hingga kini belum ada satu pun pahlawan
nasional yang dikenang berkat pengabdiannya selaku tokoh perlindungan anak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar