Menyongsong Era Baru PBB
Dian Wirengjurit ; Diplomat;
Pengamat Masalah Internasional
|
KOMPAS, 23 April
2016
Berbeda
dengan delapan kali sebelumnya, pemilihan Sekretaris Jenderal PBB periode
2017-2021, untuk menggantikan Ban Ki-moon-berakhir 31 Desember 2016-menarik
dicermati. Pertama, untuk pertama kali, pemilihan Sekjen PBB akan berlangsung
terbuka dan inklusif, sesuai dengan
resolusi Majelis Umum (MU) PBB No
69/321, 11 September 2015.
Prosesnya telah dimulai 12-14 April 2016, dengan dialog informal
antara negara anggota PBB dengan kesembilan calon : Igor Luksic (Montenegro),
Irina Bokova (Bulgaria), Antonio Guterres (Portugal), Danilo Turk (Slovenia),
Vesna Pusic (Kroasia), Natalia Gherman (Moldova), Vuk Jeremic (Serbia), Helen
Clark (Selandia Baru), dan Srgjan Kerim (Macedonia).
Kedua,
mencuatnya isu jender. Sejak berdiri 1945, badan dunia ini belum pernah
dipimpin oleh perempuan. Pentingnya
isu ini sudah disorot Presiden MU PBB Mogens Lykketoft dan Presiden Dewan
Keamanan (DK) PBB Samantha Power, kepada seluruh perwakilan anggota pada 15
Desember 2015. Tidak mengherankan kalau empat (45 persen) dari sembilan calon
yang ada saat ini adalah perempuan, umumnya berlatar belakang menlu, perdana
menteri, dan petinggi PBB. Isu jender ini telah menjadi keprihatinan banyak
pihak, utamanya LSM/kelompok yang berpengaruh di PBB, seperti 1 for 7 Billion
dan She United.
Calon perempuan
Atas
inisiatif Kolombia, lebih dari 25 persen anggota PBB (56 lintas kawasan (56
negara) secara eksplisit menyampaikan keinginan agar PBB dipimpin perempuan.
GNB yang beranggotakan 120 negara (62 persen), juga "sepakat" hanya
akan mempertimbangkan calon perempuan.
Ketiga,
semakin menguatnya tuntutan kelompok Eropa Timur untuk menduduki posisi ini.
Dapat dilihat, tujuh calon kali ini berasal dari Eropa Timur dan dua dari
Eropa Barat. Seperti dimaklumi, dalam sistem PBB terdapat 5 kelompok
regional: Asia, Afrika, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur, dan Eropa
Barat.
Dalam sejarahnya memang hanya kelompok Eropa
Timur yang belum terwakili dalam posisi ini: Asia, ada U Thant (Myanmar) dan
Ban Ki-moon (Korea Selatan); Afrika, Boutros Boutros-Ghali (Mesir) dan Kofi
Annan (Ghana); Amerika Latin, Javier Perez de Cuellar (Peru); Eropa Barat,
Trygve Lie (Norwegia), Dag Hammarskjold (Swedia), dan Kurt Waldheim
(Austria).
Memang tidak ada ketentuan tegas mengenai
ketiga hal di atas. Piagam PBB menetapkan bahwa sekjen merupakan Chief
Administrative Officer yang akan melaksanakan fungsinya sesuai keputusan DK, MU, dan badan PBB lainnya.
Dikatakan, jabatan Sekjen PBB menuntut standar efisiensi, kompetensi,
integritas yang tinggi, dan komitmen pada prinsip dan tujuan Piagam PBB,
serta tiga pilar PBB, yaitu perdamaian dan keamanan, HAM, dan pembangunan.
Para
calon juga harus memiliki kemampuan memimpin dan manajerial yang telah
terbukti, pengalaman internasional yang luas, kemampuan diplomasi,
komunikasi, dan bahasa kuat.
Dua tahap
Pemilihan
Sekjen PBB selama ini memang hanya berpedoman pada Pasal 97 Piagam PBB yang
menyatakan "Sekjen PBB diangkat MU atas rekomendasi DK". Secara
implisit berarti ada dua tahap, yaitu rekomendasi DK dan pengangkatan oleh
MU.
Meskipun
tidak ada ketentuan bahwa DK hanya dapat mengajukan satu calon, berdasarkan
resolusi MU Nomor 11 (I) 24 Januari 1946 dinyatakan "it is
desirable" DK hanya mengajukan satu calon. Selanjutnya, berdasarkan
Pasal 48 Tata Tertib DK, rekomendasi
usulan Sekjen PBB harus dibahas dan diputuskan dalam sebuah "private meeting".
Dalam sejarah dan praktiknya, ada isu-isu di
sekitar pemilihan sekjen yang juga diambil berdasarkan aturan tidak tertulis
atau konvensi. Pertama, Sekjen PBB tidak boleh berasal dari negara anggota
tetap PBB, untuk mencegah pemihakan dalam keputusan-keputusan strategis.
Kedua,
prinsip rotasi antarkawasan merupakan kesepakatan umum atau preseden yang
pendekatannya berlangsung informal.
Meski demikian, resolusi MU Nomor 51/241 yang tidak mengikat,
menyatakan bahwa dalam pemilihan sekjen, rotasi kawasan dan persamaan jender
perlu dipertimbangkan saksama.
Ketiga,
calon yang direkomendasikan tidak memerlukan endorsement dari kelompok
regional. Keempat, meskipun Piagam PBB
tidak mengatur, selama ini disepakati bahwa masa jabatan sekjen adalah lima
tahun dan sejauh ini belum ada yang lebih dari dua kali.
Domain anggota tetap
Selama
70 tahun usianya dapat dikatakan bahwa pemilihan Sekjen PBB merupakan domain
kelima anggota tetap. Namun, di antara kelima negara tetap terlihat
"pengelompokan" antara AS, Inggris, dan Perancis di satu pihak,
dengan Rusia di pihak lain; sementara Tiongkok netral, walau sering kali
posisinya lebih dekat dengan Rusia.
Mengingat
selama ini AS dan sekutunya dinilai
sudah "bermain", seperti dalam pemilihan Kofi Annan dan Ban
Ki-Moon, kali ini Rusia tampaknya akan memainkan kartunya. Rusia secara
informal telah memperlihatkan favourability-nya.
Gambaran di atas mengindikasikan bahwa dari sekarang kemungkinan pengganti
Ban Ki- moon sudah mengerucut. Calon
yang dikehendaki mengarah pada perempuan dari kawasan Eropa Timur. Ini
berarti, Irina Bokova dari Bulgaria, lulusan Moscow State Institute of
International Relations (pernah
menjabat menlu, petahana Direktur Jendral UNESCO, serta menguasai empat
bahasa PBB: Inggris, Rusia, Perancis, dan Spanyol) paling besar peluangnya.
Kalau ini terjadi, PBB akan mempunyai "warna baru" dalam
menciptakan perdamaian dan keamanan; seperti kata Ibu Teresa "Peace
begins with a smile".
Berdasarkan resolusi Nomor 51/241 juga
dinyatakan bahwa calon Sekjen PBB sudah harus disepakati satu bulan sebelum
akhir masa jabatan petahana. Artinya, akhir November nanti satu nama sudah
disampaikan. Amat singkat untuk suatu proses besar, tetapi masih mungkin
terjadi hal-hal di luar dugaan, mengingat sikap anggota tetap selama ini.
Seandainya
semua berjalan sesuai skenario di atas, era baru PBB akan dipimpin oleh
seorang perempuan. Bravo! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar