Memahami Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral
Junanto Herdiawan ; Guru
Besar Unila; Ekonom INDEF;
Professorial Fellow di SB-IPB
|
KOMPAS, 26 April
2016
Bank
Indonesia menetapkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai suku bunga acuan
atau suku bunga kebijakan yang baru untuk menggantikan BI Rate, efektif
berlaku mulai 19 Agustus 2016. BI Rate telah digunakan sebagai suku bunga
kebijakan sejak 2005. Lalu, apa yang mendasari perubahan itu dan apa
dampaknya pada perekonomian?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita melihat bagaimana kebijakan moneter
bekerja dan apa peran suku bunga kebijakan di dalamnya.
Kebijakan moneter
Kebijakan
moneter kerap bekerja bagai misteri. Frederic Mishkin dalam bukunya, The
Economics of Money (1995), mengatakan, mekanisme kebijakan moneter bekerja
secara kompleks sehingga dalam teori moneter sering disebut "kotak
hitam". Hal itu karena ada proses yang sulit dijelaskan: mulai dari saat
keputusan bank sentral menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakannya hingga
dampaknya ke aktivitas perekonomian.
Contohnya
adalah ketika Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) Janet Yellen
berencana menaikkan suku bunga kebijakan (Fed Fund Rate) pada pertengahan
2015. Pasar keuangan langsung bereaksi, tercermin dari bergejolaknya harga
saham di Wall Street dan penguatan mata uang dollar AS secara global.
Perkembangan
itu lalu diikuti turunnya harga saham dan pelemahan nilai tukar di sejumlah
negara, termasuk Indonesia. Merespons hal tersebut, Bank Indonesia (BI) pada saat
itu menahan tingkat BI Rate, yang berdampak positif kepada relatif stabilnya
nilai tukar rupiah dan peningkatan kembali harga saham.
Contoh
di atas menunjukkan bahwa kebijakan moneter memiliki pengaruh besar dalam
aktivitas perekonomian. Kebijakan moneter memengaruhi perputaran uang dalam
ekonomi, yang terlihat dari perkembangan jumlah uang beredar, suku bunga,
kredit, nilai tukar, serta berbagai variabel ekonomi lainnya. Bank sentral
juga mampu memengaruhi ekspektasi masyarakat dalam menentukan pilihan
aktivitas ekonominya.
Sejak
2005, BI menerapkan kerangka kebijakan moneter yang menargetkan tingkat
inflasi sebagai tujuan (inflation targeting framework). Kerangka ini bekerja melalui sebuah mekanisme
transmisi, yang dimulai dari saat BI menggunakan berbagai instrumen moneter
yang dimiliki (antara lain suku bungaBI Rate, giro wajib minimum, intervensi
rupiah atau valuta asing), dan diarahkan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu
sasaran inflasi (kestabilan harga).
Tingkat
BI Rate yang ditentukan BI tersebut kemudian memberi pengaruh kepada
aktivitas ekonomi melalui berbagai saluran, seperti kredit, suku bunga, nilai
tukar, harga saham, dan ekspektasi masyarakat. Di sektor riil, tingkat BI
Rate turut memengaruhi keputusan konsumsi, investasi, ekspor dan impor, yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebagai sasaran akhir
kebijakan moneter.
Bank
sentral perlu memahami proses panjang transmisi kebijakan moneter ini dengan
baik. Pemahaman pertama adalah memilih saluran transmisi dan instrumen mana
yang paling berpengaruh dalam ekonomi. Kedua, bank sentral perlu mengetahui
seberapa kuat dan lamanya tenggat (lag) saluran tersebut bekerja.
BI
Rate bekerja efektif sejak 2005 hingga sekitar pertengahan 2010. Hal itu
terlihat dari relatif stabilnya inflasi selama kurun tersebut. Ketika BI
menaikkan atau menurunkan BI Rate, dampaknya ke suku bunga pasar uang dan
perbankan segera dirasakan. Namun, sejak 2010, seiring dengan dinamika
perekonomian, terjadilah perubahan fundamental yang mengakibatkan transmisi
kebijakan moneter tadi menjadi berkurang efektivitasnya.
Seiring
dengan derasnya arus modal asing, BI Rate kemudian seolah
"terlepas" dari struktur suku bunga jangka pendek yang berlaku di
pasar keuangan. BI Rate bergerak menjadi setara dengan suku bunga 12 bulan di
pasar uang. Akibatnya, ketika BI menggerakkan BI Rate, dampaknya ke suku
bunga pasar uang dan suku bunga perbankan menjadi relatif rigid atau tidak
bergerak secara signifikan karena suku bunga 12 bulan sedikit diperdagangkan.
Sebagai
contoh, mari kita lihat pada beberapa bulan belakangan ini. Saat BI
menurunkan BI Rate hingga 0,75 persen atau 75 basis points, suku bunga
perbankan hanya bergerak turun dalam kisaran 0,06 hingga 0,08 persen, atau
berkisar 6 hingga 8 bps.
Dalam
kondisi itu, bank sentral perlu meninjau kembali kerangka operasi
kebijakannya. BI memiliki sejumlah kriteria dalam menentukan suku bunga
kebijakan, seperti sifatnya yang transaksional (diperdagangkan pasar dengan
bank sentral), pasarnya relatif dalam, dan hubungan yang kuat pada sasaran
operasional, yaitu suku bunga pasar uang antarbank satu malam atau overnight
(PUAB O/N). Dari berbagai pertimbangan tersebut, BI mengganti suku bunga
kebijakan BI Rate, yang saat ini sebesar 6,75 persen, dengan BI 7-day Repo
Rate, yang saat ini sebesar 5,5 persen.
Hal yang lumrah
Dalam
praktik internasional, penyesuaian suku bunga kebijakan ini lumrah dilakukan
oleh berbagai bank sentral untuk memperbaiki mekanisme transmisi. Bank
Sentral Thailand, misalnya, pada 2007 juga mengubah suku bunga kebijakannya
dari 14-day repo rate menjadi 1-day repo rate. Sementara itu, Bank Sentral
Korea pada 2008 mengubah suku bunga kebijakan mereka dari overnight policy
rate menjadi base rate (7-day policy rate). Perubahan suku bunga kebijakan
ini juga dilakukan oleh Bank Sentral New Zealand (2006) dan Bank Sentral
Filipina (2015).
Mengganti
suku bunga kebijakan tidak berarti mengubah sikap kebijakan moneter BI. Kita perlu membedakan antara instrumen
untuk menentukan sikap kebijakan dengan sikap kebijakan itu sendiri.
Penggantian suku bunga kebijakan ini tidak berarti BI melakukan pelonggaran
kebijakan moneter, tetapi dilakukan
untuk memperkuat kerangka operasi moneter.
Lewat
kebijakan ini diharapkan saat BI mengetatkan atau melonggarkan kebijakan moneter,
dampaknya dapat segera dirasakan pada suku bunga pasar uang dan perbankan,
seperti deposito dan kredit. Ibaratnya, yang dilakukan BI saat ini adalah
seperti pabrikan mobil yang memperbaiki mekanisme transmisi kopling agar
mobil yang diproduksi nanti dapat berjalan dengan lebih baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar