Spirit Komite Hijaz
A Helmy Faishal Zaini ; Sekretaris
Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
|
REPUBLIKA, 22 April
2016
Komite
Hijaz merupakan sebuah kepanitiaan kecil yang dikomandani oleh KH A Wahab
Hasbullah. Komite Hijaz dibentuk pada 1924-1925. Pembentukan itu sesungguhnya
merupakan respons atas ancaman kebijakan antipluralitas mazhab yang akan
digulirkan oleh Ibnu Saud, seorang raja Nejad yang monolitik pandangan
bermazhabnya.
Di
luar pandangan monolitiknya dalam bermazhab, sesungguhnya yang menjadi
keresahan utama kala itu adalah ancaman "pemutusan batin" antara
umat Islam dan panutannya: Nabi Muhammad SAW. Situs bersejarah, termasuk
makam Nabi Muhammad, diancam akan dibongkar.
Hal
ini menjadi keresahan serta kegelisahan semua umat Islam kala itu. Namun,
sejarah mencatat, hanya umat Islam dari Indonesia--melalui Komite Hijaz--yang
berani menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan Ibnu Saud tersebut.
Saya
berpendapat bahwa KH Abdul Wahab Hasbullah kala itu sudah memiliki pandangan yang
jauh ke depan sekaligus jernih bahwa kelak Arab Saudi, utamanya situs
bersejarah di Makkah, akan dikapitalisasi oleh penguasanya. Dan, memang saat
ini terbukti, yang terjadi adalah komersialisasi ibadah. Wisata ibadah yang
lebih mengedepankan ingar-bingar kapitalisme.
Kita
bisa menyaksikan hari ini puluhan bangunan megah didirikan bukan dalam rangka
membantu memperlancar proses ibadah haji, malah justru sebaliknya. Ia
melahirkan sederet masalah, termasuk kelak akan melahirkan banyak bencana,
menimbulkan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya.
Ali
al-Jurjawi dalam Hikmatus Tasyri' wa Falsafatuh mengatakan bahwa esensi
ibadah haji adalah menapaktilasi perilaku Nabi Muhammad SAW. Haji berarti
menziarahi seluruh momori, kenangan, dan napak tilas perjuangan Muhammad
sendiri. Dan, penting untuk dicatat bahwa seluruh perilaku nabi adalah
perilaku yang mencerminkan sikap kesederhanaan dan juga ketawadhuan.
Sikap
tawadhu sesungguhnya juga tecermin secara simbolis dalam pakaian ihram yang
dikenakan oleh jamaah haji. Pakaian ihram adalah pakaian yang hanya terdiri
atas selembar kain tanpa jahitan sama sekali. Tujuannya tentu saja ingin
memberi pelajaran kepada manusia bahwa sesungguhnya ia bukan apa-apa. Ia
hanya bagaikan debu yang berterbangan, tak ada nilainya di hadapan kebesaran
Tuhan.
Persoalannya
kemudian, Pemerintah Arab Saudi tampaknya sudah telanjur mengabaikan segala
aspek filosofis ibadah haji ini. Kegagalan memahami filosofi ibadah haji
adalah pangkal persoalan pertama, yakni kesalahan menata ruang.
Celakanya,
kegagalan memaknai filosofi ibadah haji yang berujung pada watak kapitalisasi
ibadah ini pada gilirannya akan melahirkan apa yang saya maksud dengan
kesalahan menata ruang.
Saya
berani menyimpulkan bahwa pembangunan gedung-gegung bertingkat, termasuk 'Big
Ben', yang "copy paste" dari London itu lebih didominasi oleh motif
menggenjot devisa negara dalam sektor pariwisata dibandingkan memenuhi hajat
kebutuhan untuk melayani kelancaran ibadah haji.
Pada
tahap inilah benar apa yang pernah diungkapkan oleh Khaled Abu el-Fadl dalam
bukunya Conference of the Book. Ia dengan sangat meyakinkan pernah mengatakan
bahwa "Wahabisme dan slafisme menjadikan Islam di abad modern ini tampak
menjemukan dan suram."
Pasca-Gran
Mufti Arab Saudi Syekh Abdul Aziz bin Abdullah yang mengatakan bahwa perilaku
menyucikan tempat-tempat tertentu adalah perbuatan syirik, wahabisme seolah
menemukan stempel dan legalitas untuk melakukan pelbagai macam perusakan dan
penghancuran situs sejarah.
Di
antara penghancuran itu sebut saja, misalnya, penghancuran makam Sayyid Imam
Uradhi ibn Ja'far as-Shiddiq pada 2002 yang diledakkan dengan menggunakan
dinamit. Rumah Sayyidah Khadijah dijadikan toilet umum dan juga masjid
kompleks Hamzah Abdul Muthalib yang dibuldoser pada 1998. Bahkan, menurut
Irfan al-Alawi, executive director the
Islamic Heritage Research Foundation Arab Saudi, sampai 2011 tercatat
kurang lebih 400-an lebih situs bersejarah umat Islam yang dihancurkan.
Kita
ingat, pada 1924-1925, Arab Saudi juga mengalami hal yang persis sedang
dialaminya saat ini. Kala itu, Arab Saudi dipimpin oleh Ibnu Saud, raja Nejad
yang beraliran wahabi. Makkah-Madinah sebagai sebuah kawasan sesungguhnya
dulu disebut dengan Hijaz.
Kala
itu, sebagaimana tercatat dalam sejarah, Raja Saud menerapkan sebuah
kebijakan yang sangat melukai umat Islam, yakni antipluralitas mazhab dan
juga pemusnahan artefak sejarah dan situs-situs peninggalan peradaban Islam.
Termasuk, salah satunya adalah rencana pembongkaran makam Nabi Muhammad SAW.
Ulama-ulama
Indonesia yang dimotori KH Abdul Wahab Hasbullah akhirnya membentuk apa yang
kemudian dikenal dengan Komite Hijaz. Komite ini ditugaskan untuk
berdiplomasi dengan Raja Saud ihwal dua isu besar di atas, yakni isu
pluralitas bermazhab dan juga penghancuran artefak sejarah.
Pada
gilirannya, Komite Hijaz inilah yang menjadi embrio lahirnya organisasi
Nahdlatul Ulama (NU), selain tentu saja embrio-embrio lain bernama Nahdlatut
Tujjar yang terlebih dahulu sudah eksis peranannya.
Dengan
kenyataan seperti itu, pada hemat saya, penting untuk mengetengahkan kembali
kemungkinan membentuk Komite Hijaz II. Dan, PBNU sebagai "pemilik
sejarah" Komite Hijaz adalah pewaris sah sejarah yang berarti memiliki
kewajiban untuk bukan saja melestarikannya, melainkan juga mengulang dan
meneruskannya.
Pada
hemat saya, langkah membentuk Komite Hijaz II ini memiliki setidaknya dua
alasan utama. Pertama, merespons kapitalisasi ibadah haji yang tecermin dalam
pembangunan sekitaran area Ka'bah yang cenderung mereduksi nilai-nilai
filosofis ketawadhuan ibadah haji.
Dan
kedua, mendiplomasikan untuk mencegah segala usaha dalam rangka penghancuran
artefak sejarah yang ada di Makkah dan Madinah. Dua hal di atas adalah dua
hal utama di samping hal-hal lain, semisal, perbaikan tata kelola haji dan
juga penataan sistem manajemen ibadah haji.
Sederetan
alasan di atas sesungguhnya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan landasan
dan acuan guna membentuk Komite Hijaz II yang dimotori oleh PBNU sebagaimana
yang telah dilakukannnya pada 90 tahun yang lalu. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar