Harap Cemas kepada Ahok
Jannus TH Siahaan ;
Analis Kemasyarakatan
|
KORAN SINDO, 22 April
2016
Dulu,
ketika penulis masih usia anak-anak, pola bermain dan berbahasa kami memiliki
ruang. Ruang ini dibangun di atas nilai-nilai luhur. Anak-anak dengan mudah
menjadikan ruang itu sebagai pola bermain dan berbahasa.
Cara
bertutur antaranggota keluarga sangat berpengaruh terhadap mereka. Karena
terbiasa bertutur dengan benar dan baik di dalam keluarga, lingkungan jadi
ruang besar pengejawantahan nilai keluarga di luar ruangan. Di sekolah,
jalan, warung, pasar, sungai, di pos-pos RT dan RW, serta di banyak tempat
bertemu para anggota masyarakat, lebih-lebih di rumah-rumah ibadah, kita akan
temukan pola berbahasa dalam pergaulan berjalan dengan baik dan benar.
Penggunaan
cara berbahasa yang benar dan baik, berkontribusi terhadap terjaganya harmoni
sosial. Angka kriminalitas rendah, angka perceraian bisa ditekan, angka
pertengkaran juga tidak tinggi. Anak-anak sekarang gemar tawuran karena
belajar dari cara berbahasa dan bertutur yang tidak benar. Mereka saling
serang secara verbal. Saling caci, saling maki, saling hina, dan saling
menyakiti.
Ujung-ujungnya
bertengkar. Nyawa anak-anak kita melayang sering hanya karena kata-kata
kotor. Kita tak bisa berkilah, tidak apa-apa mereka berkata kotor asal
pemberani. Alasan yang sangat tidak bisa dibenarkan. Tak apa-apa “ngomong”
kotor asal antikorupsi. Alamak! Dulu, para guru yang berdiri di depan kelas,
kehadirannya terasa ada di mana-mana. Sikap anak didik di luar sekolah, mudah
terpantau karena jaring pengikat sosial masih kuat. Apa sebab? Salah satunya
karena cara bertutur antar anggota masyarakat masih terjaga dengan baik.
Para
pemimpin pada setiap tingkatan mengambil peran sangat signifikan. Pak Harto
(Soeharto, presiden RI ke-2), dengan segala kekurangan dan kelebihannya,
dikenal sebagai penutur bahasa yang santun. Nyaris selalu tersenyum. Sangat
irit kata-kata. Mendelegasikan urusan penjelasan kebijakan pemerintah kepada
orang yang bertugas untuk itu. Kalau dicek di berbagai keterangan, baik di
televisi, koran, majalah atau radio, kita akan kesulitan mendapati Pak Harto
marah-marah apalagi mengumpat.
Bung
Karno, meski dikenal orator berkelas internasional, rada flamboyan, menguasai
banyak bahasa asing, namun saat bertutur, jauh dari kasar apalagi kotor.
Karena caranya berbahasa baik dan menyenangkan, pidato Bung Karno selalu
menyentuh dinding terdalam kesadaran bangsanya. Kalau tidak karena itu, Bung
Karno diragukan tak akan berhasil mempersatukan bangsa yang “Bhinneka Tunggal
Ika”. Bahasa pula yang mengantarkan kita bersatu pada masa-masa awal
perjuangan mendirikan negeri tercinta. Maka lahirlah Soempah Pemoeda. Sumpah
tentang bagaimana berbahasa dengan baik.
BJ
Habibie berbicara berapi-api penuh semangat, pintar dan bijak memilih
kata-kata. Meski yang dijelaskan soal-soal teknis kedirgantaraan yang rumit,
tetapi karena pembawaan serta cara berbahasa yang santun, Pak Habibie mampu
menghipnotis siapa saja lawan bicaranya. Tanyakan kepada anak-anak, terutama
pada masanya, mereka semua ingin jadi seperti Habibie. Pembuat burung besi
kebanggaan bangsa Indonesia.
Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) adalah contoh lainnya. Selain karena ilmunya yang mumpuni,
beliau dikenal sebagai budayawan, ulama, diplomat, penyair, penulis, dan
aktivis LSM. Kendati dikenal suka blakblakan dalam berbicara, Gus Dur tetap
mampu bertutur dengan manis, bahkan penuh humor. Selain karena jenaka, cara
Gus Dur menyampaikan pesan-pesan moral selalu menyenangkan dan menyentuh.
Intinya adalah bagaimana menyentuh hati setiap anak manusia.
Megawati
lain lagi. Dikenal teguh pendirian bahkan sedikit kaku dan dingin untuk
hal-hal yang baginya prinsip. Tetapi ketika berbicara di hadapan kadernya,
terutama di kandang banteng, suaranya menggelegar. Tapi jangan harap kita
temukan beliau berbicara kasar, apalagi kotor. Tanyakan orang terdekat di
lingkaran terdalamnya, Ibu Mega selalu berkata-kata santun. Kalau tidak suka
dan tidak setuju atas suatu hal, ia akan diam. Bukan mengumpat! Itulah
beberapa nama dan teladan bagi kita tentang cara bertutur dengan baik dan
benar.
Apakah
mereka manusia sempurna? Tentu saja tidak, Bung Karno, Pak Harto, Pak
Habibie, Gus Dur, dan Bu Mega adalah manusia biasa. Punya kelebihan dan juga
kekurangan. Tetapi cara mereka memimpin bangsanya untuk merdeka, membangun,
keluar dari krisis, selamat dari demokrasi totaliter menuju reformasi, adalah
berkah teladan yang baik. Mereka adalah prototype, blueprint, danframe yang
sangat mungkin dijadikan pola berbahasa bagi anak bangsanya.
Karena
kuatnya pengaruh tokoh-tokoh ini di sebagian besar masyarakat, figuritas
mereka telah menjelma nilai dan norma. Sungguh elok jika para pemimpin saat
ini, pada semua tingkatan, untuk tidak melupakan para guru bangsa dalam cara
bertutur dan berbahasa. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sudah memulai.
Perspektif baru dalam memimpin. Ia menggunakan banyak cara untuk menjadi
pemimpin yang baik dan benar. Karena ketegasan dan keberaniannya, banyak
pihak di lingkungan kerjanya terhenyak.
Beberapa
orang menjadi korban kebijakannya dalam memimpin. Beberapa orang digeser,
beberapa lainnya dicopot. Banyak yang berharap kepadanya. Salahkah ini? Masih
bisa didiskusikan.
Yang
tidak bisa dibenarkan adalah caranya berbicara, bertutur, dan berbahasa.
Cenderung kasar dan kotor. Kecenderungan negatif inilah yang tak pernah kita
temukan di beberapa dasawarsa lalu, ketika Penulis masih anakanak. Tentu
semua orang khawatir cara bertutur dan berbahasa Ahok menular dan ditiru oleh
anak-anak kita.
Sungguh
demi Tuhan! Kita takut anak-anak kita belajar memaki kita, ayah bundanya,
kakak adiknya, om dan tantenya, guru-guru di sekolah dan tempat les, orang di
jalan, mal, warung, di kendaraan umum hingga rumah ibadah. Terlebih, Tuhan
sudah menurunkan kitab-kitab suci. Kitab yang berisi tentang firman-firman-Nya
yang adiluhung, agung dan penuh kesantunan.
Kalau
dalam diri manusia terkandung nilai-nilai ilahiah, sudah sepantasnya kita
bertutur dan berbahasa sebagaimana Tuhan berbahasa. Sebagaimana para nabi
berbahasa. Sebagaimana para santo bertutur. Hidup dan kehidupan akan jauh
lebih mudah dan damai dengan bahasa yang santun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar