Jumat, 29 April 2016

Belajar Adalah Bermain, Bermain Adalah Belajar

Belajar Adalah Bermain, Bermain Adalah Belajar

Ahmad Baedowi  ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
                                              MEDIA INDONESIA, 25 April 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

BERMAIN ialah salah satu cara untuk membentuk kepribadian dan kecerdasan anak. Dalam aktivitas bermain, anak tidak menyadari bahwa dirinya juga belajar.

Mereka bermain dengan perasaan senang, lucu, spontan, dan tidak ada unsur paksaan.Anak yang selalu gembira akan memiliki pertumbuhan badan dan perkembangan jiwa yang baik. Karena itulah, terus menyadarkan para guru agar selalu melakukan aktivitas bermain ke skema belajarmengajar sehari-hari ialah hal penting.

Sebagaimana diyakini Ki Hadjar Dewantara, jika aktivitas belajar dilakukan sambil bermain, landasan filosofi bentuk permainan haruslah dipahami agar pada saat yang sama anak juga dapat belajar tentang konteks budaya dan tradisi yang melingkupi aktivitas bermain itu. Selain itu, bermain juga diyakini sebagai bentuk metode belajar yang sangat efektif, bahkan untuk orang dewasa sekalipun.

Sering kita jumpai, dalam sebuah pelatihan, jika orang de wasa kita ajak untuk bermain, mereka tak ada bedanya dengan anak kecil, yaitu tertawa dan bergerak.

Tiga cara

Seorang anak pada dasarnya dapat merespons sesuatu yang baru atau berbeda dengan tiga cara, yaitu penggabungan, adaptasi, dan penolakan. Penggabungan memungkinkan anak mengakumulasi informasi baru dengan informasi sebelumnya, sedangkan adaptasi dilakukan otak untuk memilah dan memilih informasi berdasarkan kebutuhan intuitif anak. 

Sementara itu, penolakan terjadi jika informasi yang diterima tidak sesuai atau bertolak belakang dengan gagasan yang telah diterima sebelumnya.
Karena tingkat aktivitas otak secara langsung berkaitan dengan tingkat stimulasi dari dan dalam lingkungan belajar, menggunakan media dan sarana belajar yang tepat, seperti bermain, akan membantu anak untuk belajar banyak secara baik dan konsisten. Sifat otak juga sangat responsif.  
Karena itu, dibutuhkan media belajar dalam bentuk grafis dan gambar yang dapat merangsang kerja otak secara maksimal. Penting juga diketahui para guru bahwa sifat rangsangan tidak terbatas dalam waktu atau tempat. Mereka dapat muncul terus-menerus, baik secara formal maupun informal.

Proses belajar yang menggunakan media belajar bermain secara tepat dan terus-menerus inilah yang akan menghasilkan atau meningkatkan apa yang disebut Howard Gardner sebagai kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Artinya, penting bagi seorang guru untuk memahami ragam talenta siswa mereka secara cerdas dan bertanggung jawab berdasarkan minat dan bakat yang dimiliki siswa.

Jika kesadaran itu tumbuh dan meluas, proses belajar mengajar tidak lagi berorientasi pada hasil, melainkan pada proses yang membutuhkan banyak sekali kreativitas guru dalam mengajar dalam rangka menunjang ragam talenta siswa.

Jika kita kembalikan pada teori belajar sederhana yang dikembangkan Ki Hadjar Dewantara dalam Bagian Pertama: Pendidikan (1961), terlihat jelas bahwa metode among siswa dengan menggunakan latihan dan permainan dalam pembelajaran pancaindra sangatlah mencolok. Hal itu disebabkan pelajaran pancaindra dan permainan kanak-kanak tidak bisa dipisahkan.
Dalam keyakinan Ki Hadjar, Taman Siswa memiliki kepercayaan semua tingkah laku dan setiap keadaan anak sudah diisi Sang Maha Among, yaitu alat yang bersifat mendidik anak.

Itulah sebabnya dalam praktik pengajarannya, Ki Hadjar Dewantara memasukkan unsur-unsur kebudayaan dalam permainan anak-anak. Ia percaya permainan tradisional memiliki manfaat untuk melatih tabiat tertib dan teratur. Selain itu, permainan anak-anak memiliki kedudukan yang sangat penting di Indonesia karena sebagian besar permainan anak disertai dengan nyanyian. Hal itu membuktikan adanya musikalitas pada anak-anak. Oleh karena itu, bentuk permainan di taman kanak-kanak dapat berupa permainan dengan nyanyian dan atau permainan dengan lagu dan gerak berirama.

Belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar akan selalu mengandung nilai-nilai pendidikan, baik dalam sisi fi sik maupun psikologis. Dalam permainan selalu ada ruang untuk pancaindra anak berkembang secara teratur berdasarkan prinsip tumbuh kembang anak secara alami.

Selain itu, permainan juga selalu sesuai dengan kodrat anak-anak yang selaras dengan alam sekitar sehingga spontanitas anak juga akan tumbuh secara alami. Ki Hadjar Dewantara juga berpendapat bahwa kesenian untuk anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian suara, tari, dan sandiwara.

Semuanya itu ialah dasar dari pendidikan budi pekerti, sebagaimana Ki Hadjar Dewan tara mengemukakan, “Permainan kanak-kanak ialah kesenian kanak-kanak yang sungguh pun amat sederhana bentuk dan isinya, tapi memenuhi syarat-syarat etis dan aesthetics dengan semboyan dari natur ke arah kultur.”

Jika budaya sekolah berkembang sesuai dengan prinsip yang searah dengan alam sekitar sebagai akibat dari efek proses belajar dengan bermain, bisa dikatakan sekolah itu sesungguhnya sedang menyemai budi pekerti yang halus dan tertib pada diri seorang anak. Sebaliknya, jika sekolah gagal dalam menerapkan prinsip bermain dalam proses belajar-mengajar, bisa dipastikan budi pekerti anak akan sulit tumbuh dan berkembang ke arah karakter yang baik bagi anak. Naluri anak belajar dari alam dan sekitarnya yang lebih kuat daripada membaca buku merupakan fakta kuat yang tidak bisa dihindari siapa pun, yaitu belajar sebaiknya dilakukan sambil bermain.

Jika kebijakan bermain bisa diterapkan para guru di sekolah tanpa ada sedikit pun keraguan dalam menjalankannya, apalagi ketakutan karena ujian nasional, sesungguhnya kita sedang menyemai kreativitas anak tanpa batas untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak berbudi pekerti luhur dan berkarakter kuat. Saatnya mengembalikan permainan tradisional kita dalam peta belajar anak di semua level dan jenjang pendidikan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar