Belajar Adalah Bermain, Bermain Adalah Belajar
Ahmad Baedowi ; Direktur
Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
25 April 2016
BERMAIN ialah salah satu cara untuk membentuk kepribadian
dan kecerdasan anak. Dalam aktivitas bermain, anak tidak menyadari bahwa
dirinya juga belajar.
Mereka bermain dengan perasaan senang, lucu, spontan, dan
tidak ada unsur paksaan.Anak yang selalu gembira akan memiliki pertumbuhan
badan dan perkembangan jiwa yang baik. Karena itulah, terus menyadarkan para
guru agar selalu melakukan aktivitas bermain ke skema belajarmengajar
sehari-hari ialah hal penting.
Sebagaimana diyakini Ki Hadjar Dewantara, jika aktivitas
belajar dilakukan sambil bermain, landasan filosofi bentuk permainan haruslah
dipahami agar pada saat yang sama anak juga dapat belajar tentang konteks
budaya dan tradisi yang melingkupi aktivitas bermain itu. Selain itu, bermain
juga diyakini sebagai bentuk metode belajar yang sangat efektif, bahkan untuk
orang dewasa sekalipun.
Sering kita jumpai, dalam sebuah pelatihan, jika orang de
wasa kita ajak untuk bermain, mereka tak ada bedanya dengan anak kecil, yaitu
tertawa dan bergerak.
Tiga cara
Seorang anak pada dasarnya dapat merespons sesuatu yang
baru atau berbeda dengan tiga cara, yaitu penggabungan, adaptasi, dan
penolakan. Penggabungan memungkinkan anak mengakumulasi informasi baru dengan
informasi sebelumnya, sedangkan adaptasi dilakukan otak untuk memilah dan
memilih informasi berdasarkan kebutuhan intuitif anak.
Sementara itu, penolakan
terjadi jika informasi yang diterima tidak sesuai atau bertolak belakang
dengan gagasan yang telah diterima sebelumnya.
Karena tingkat aktivitas otak secara langsung berkaitan
dengan tingkat stimulasi dari dan dalam lingkungan belajar, menggunakan media
dan sarana belajar yang tepat, seperti bermain, akan membantu anak untuk
belajar banyak secara baik dan konsisten. Sifat otak juga sangat responsif.
Karena itu, dibutuhkan media belajar dalam bentuk grafis dan gambar yang
dapat merangsang kerja otak secara maksimal. Penting juga diketahui para guru
bahwa sifat rangsangan tidak terbatas dalam waktu atau tempat. Mereka dapat
muncul terus-menerus, baik secara formal maupun informal.
Proses belajar yang menggunakan media belajar bermain
secara tepat dan terus-menerus inilah yang akan menghasilkan atau
meningkatkan apa yang disebut Howard Gardner sebagai kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Artinya,
penting bagi seorang guru untuk memahami ragam talenta siswa mereka secara
cerdas dan bertanggung jawab berdasarkan minat dan bakat yang dimiliki siswa.
Jika kesadaran itu tumbuh dan meluas, proses belajar
mengajar tidak lagi berorientasi pada hasil, melainkan pada proses yang
membutuhkan banyak sekali kreativitas guru dalam mengajar dalam rangka
menunjang ragam talenta siswa.
Jika kita kembalikan pada teori belajar sederhana yang
dikembangkan Ki Hadjar Dewantara dalam Bagian
Pertama: Pendidikan (1961), terlihat jelas bahwa metode among siswa
dengan menggunakan latihan dan permainan dalam pembelajaran pancaindra
sangatlah mencolok. Hal itu disebabkan pelajaran pancaindra dan permainan
kanak-kanak tidak bisa dipisahkan.
Dalam keyakinan Ki Hadjar, Taman Siswa memiliki
kepercayaan semua tingkah laku dan setiap keadaan anak sudah diisi Sang Maha
Among, yaitu alat yang bersifat mendidik anak.
Itulah sebabnya dalam praktik pengajarannya, Ki Hadjar
Dewantara memasukkan unsur-unsur kebudayaan dalam permainan anak-anak. Ia
percaya permainan tradisional memiliki manfaat untuk melatih tabiat tertib
dan teratur. Selain itu, permainan anak-anak memiliki kedudukan yang sangat
penting di Indonesia karena sebagian besar permainan anak disertai dengan
nyanyian. Hal itu membuktikan adanya musikalitas pada anak-anak. Oleh karena
itu, bentuk permainan di taman kanak-kanak dapat berupa permainan dengan
nyanyian dan atau permainan dengan lagu dan gerak berirama.
Belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar akan
selalu mengandung nilai-nilai pendidikan, baik dalam sisi fi sik maupun
psikologis. Dalam permainan selalu ada ruang untuk pancaindra anak berkembang
secara teratur berdasarkan prinsip tumbuh kembang anak secara alami.
Selain itu, permainan juga selalu sesuai dengan kodrat
anak-anak yang selaras dengan alam sekitar sehingga spontanitas anak juga
akan tumbuh secara alami. Ki Hadjar Dewantara juga berpendapat bahwa kesenian
untuk anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian
suara, tari, dan sandiwara.
Semuanya itu ialah dasar dari pendidikan budi pekerti,
sebagaimana Ki Hadjar Dewan tara mengemukakan, “Permainan kanak-kanak ialah
kesenian kanak-kanak yang sungguh pun amat sederhana bentuk dan isinya, tapi
memenuhi syarat-syarat etis dan aesthetics
dengan semboyan dari natur ke arah kultur.”
Jika budaya sekolah berkembang sesuai dengan prinsip yang
searah dengan alam sekitar sebagai akibat dari efek proses belajar dengan
bermain, bisa dikatakan sekolah itu sesungguhnya sedang menyemai budi pekerti
yang halus dan tertib pada diri seorang anak. Sebaliknya, jika sekolah gagal
dalam menerapkan prinsip bermain dalam proses belajar-mengajar, bisa
dipastikan budi pekerti anak akan sulit tumbuh dan berkembang ke arah
karakter yang baik bagi anak. Naluri anak belajar dari alam dan sekitarnya
yang lebih kuat daripada membaca buku merupakan fakta kuat yang tidak bisa
dihindari siapa pun, yaitu belajar sebaiknya dilakukan sambil bermain.
Jika kebijakan bermain bisa diterapkan para guru di
sekolah tanpa ada sedikit pun keraguan dalam menjalankannya, apalagi
ketakutan karena ujian nasional, sesungguhnya kita sedang menyemai
kreativitas anak tanpa batas untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak berbudi
pekerti luhur dan berkarakter kuat. Saatnya mengembalikan permainan
tradisional kita dalam peta belajar anak di semua level dan jenjang
pendidikan nasional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar