Benturan Antar Perkongsian
Alek Karci Kurniawan ; Analis
Kerjasama ASEAN;
Bagian Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
|
HALUAN, 29 Februari
2016
HADIR dalam
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Amerika Serikat di Sunnyland (15/2), Rancho
Mirage, California, AS, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pada forum tersebut
sama sekali tidak terkait dengan Trans-Pacific Partnership (TPP).
Meskipun pada saat berkunjung ke
Washington DC, Oktober 2015 lalu, Presiden Jokowi sempat menyampaikan
kepada Presiden AS Barack Obama bahwa Indonesia bermaksud untuk bergabung
dalam TPP.
Kepada wartawan, Jokowi menjawab dengan
singkat, dalam TPP, Indonesia baru bermaksud akan bergabung (intend to joint), belum
menyatakan komitmen apa-apa. “Caution
is of the utmost importance in calculating this. Everiting must be
calculated for the sake of national interests. It is all still in process”
(Asianewsnetwork,
16/2/2016).
Sebagaimana diketahui, pada momen
yang beriringan dengan dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (Januari
2016), tiga bulan sebelumnya, tersimpul pula mufakat perjanjian Kemitraan
Dagang Trans-Pacifik (TPP) oleh 12 negara Asia-Pasifik. Dari peserta perjanjian
tersebut, empat diantaranya adalah anggota ASEAN: Brunei, Malaysia, Singapura
dan Vietnam.
Maka dari itu, perlu diwaspadai
eksistensi TPP dapat membenturkan harmoni internal ASEAN dengan pola-pola
hubungan yang mengkontraskan: anggota TPP yang juga anggota ASEAN dan anggota
ASEAN Non TPP. Polarisasi ini bisa menggoda haluan beberapa anggota ASEAN
untuk mengejar kepentingan ekonomi negara sendiri dengan mengorbankan
kepentingan ekonomi kolektif di kawasan Asia Tenggara.
Polarisasi beberapa anggota ASEAN yang
tergabung dalam TPP, dan mengesampingkan sisanya, memiliki efek
potensial mengganggu pada integrasi ekonomi ASEAN. Shohib Masykur dalam
esai “How TPP Can Disrupt
ASEAN Economic Integration” (2016) menjelaskan hal
tersebut dapat terjadi dalam tiga aspek: pengalihan perdagangan dan investasi,
meningkatkan kesenjangan antar negara dan tumbuh sentimen negatif di antara
para pemimpin ASEAN.
Pengalihan perdagangan dan investasi
terjadi tatkala perdagangan dan investasi beralih dari satu negara ke negara lain
sebagai akibat dari perjanjian perdagangan. Dalam kasus ASEAN, perdagangan
dan investasi akan berpotensi dialihkan dari anggota ASEAN Non TPP (yaitu
anggota ASEAN yang bukan merupakan bagian dari TPP) kepada anggota TPP
sekaligus ASEAN (yaitu anggota ASEAN yang juga anggota TPP). Pengalihan ini
dikarenakan melihat manfaat yang ditawarkan TPP kepada para anggotanya,
seperti hambatan perdagangan yang lebih rendah dan perlindungan yang lebih
baik bagi investor asing.
Pengalihan perdagangan dan investasi sangat
berpotensi tinggi terjadi musabab Amerika Serikat, Jepang dan Australia
(semua anggota TPP) termasuk diantara 10 mitra dagang ASEAN. Bersama mereka
terpaut perdagangan senilai $ 511 juta AS 20,2 persen dari total perdagangan
ASEAN pada tahun 2014. Jumlah ini hanya sedikit kurang dari perdagangan
intra ASEAN yang porsinya 24 persen.
Adapun investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI),
Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Kanada termasuk dalam daftar top 10
sumber masuknya FDI ke ASEAN. Bersama mereka terpaut aliran modal masuk
senilai $ 33.300.000. Jumlah tersebut mempunyai porsi 24,5 persen dari total
FDI di ASEAN pada tahun 2014 lebih tinggi dari FDI intra-ASEAN, yang mewakili
17,9 persen.
Dari perspektif integrasi regional,
pengalihan perdagangan dan investasi adalah serangan langsung terhadap
salah satu karakteristik MEA utama: pasar dan basis produksi tunggal.
Malangnya, kesenjangan ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN masih
pekat mewarnai wadah integrasi ekonomi. ASEAN terdiri dari negara-negara
dengan populasi sebesar Indonesia (252 juta) dan sekecil Brunei (413.000),
produk domestik bruto (PDB) setinggi Indonesia (US$984.000.000.000) dan
serendah Laos (US$12 milyar), PDB per kapita setinggi Singapura (US$56.000)
dan serendah Kamboja (US$1.000), volume perdagangan barang internasional
setinggi Singapura (US$776.000.000.000) dan serendah Laos (US$5
miliar) dan FDI inflow setinggi Singapura (US$72
miliar) dan serendah Brunei (US$568.000.000) - ini data 2014 uang diturunkan
Sekretariat ASEAN.
Dari itu, TPP berpotensi akan lebih
meningkatkan kesenjangan yang sudah ada antara negara-negara ASEAN,
musabab akan berbenturan kepentingan anggota ASEAN yang tergabung
dalam TPP dengan yang tidak. Peluang kejadian mengingat pada mereka terdapat
indikator yang tidak ada pada anggota lain.
Selain itu, eksistensi TPP dalam bingkai
MEA juga akan berpotensi meningkatkan kesenjangan dalam manajemen ekonomi
karena standar tinggi yang diperlukan oleh TPP. Anggota ASEAN yang tergabung
dalam TPP akan termotivasi untuk meningkatkan kapasitas manajemen ekonomi
mereka (juga mengilhami isu-isu WTO+). Mereka akan mengalokasikan lebih banyak
sumber daya untuk mewujudkan hal tersebut agak berlainan dengan anggota
ASEAN Non TPP mereka memiliki insentif untuk melakukannya.
Untuk mewaspadai hal tersebut, perlu
diingat salah satu alasan di balik penciptaan MEA: adalah untuk menghindari
beberapa negara ASEAN mengejar agenda ekonomi mereka sendiri di kawasan
Asia Tenggara dengan mengorbankan anggota lain. Dengan demikian, MEA
berusaha untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan
negara-negara Non ASEAN melalui pendekatan yang koheren.
Daripada bertindak secara individual,
negara-negara ASEAN mesti sepakat untuk bersama bernegosiasi dengan
negara-negara lain dan seluruh proses harus menjaga peran sentral ASEAN. MEA
bukanlah arena zero sum game yang menggambarkan sebuah proses
dimana jumlah keuntungan dan kerugian dari seluruh peserta adalah nol,
keuntungan yang didapatkan oleh seorang peserta berasal dari kerugian
peserta-peserta yang lain dan juga sebaliknya: kerugian dari seorang peserta
menjadi keuntungan bagi peserta-peserta yang lain.
Tentu saja game
theory MEA mesti
merujuk kembali ke Deklarasi Bali Concord II yang menyebutkan bahwa sebagai
pilar paling penting dari Komunitas ASEAN, pemberlakuan MEA bertujuan untuk
membuat ASEAN yang stabil, makmur dan sangat kompetitif. Wilayah ekonomi di
mana ada aliran bebas barang, jasa, investasi dan aliran modal yang lebih
bebas, pembangunan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Perkembangannya mesti
dievaluasi saban tahun dalam KTT ASEAN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar