Menghindari Sengkarut Anggaran Pilkada 2017
Fadli Ramadhanil ;
Peneliti Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
|
KOMPAS, 18 April
2016
Jika mengingat
persiapan penyelenggaraan Pilkada 2015 satu tahun lalu, kita tentu belum lupa
keresahan akan ketersediaan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada 2015.
Kala itu, KPU dan
pemerintah sedang berpacu dengan waktu untuk memastikan ketersediaan anggaran
penyelenggaraan pilkada. Bahkan, harian ini menyoroti perihal belum
tersedianya anggaran penyelenggaraan pilkada di 69 daerah (Kompas, 18/4).
Ketidaksiapan anggaran
penyelenggaraan Pilkada 2015 di 69 daerah kala itu bukan tanpa sebab.
Perintah penyelenggaraan pilkada pada Desember 2015 baru muncul akhir
Februari 2015, persis setelah revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 sebagai regulasi
penyelenggaraan pilkada.
Padahal, pada 69
daerah yang "bermasalah" dari segi anggaran tersebut, akhir masa
jabatan (AMJ) kepala daerahnya baru habis rata-rata pertengahan Juni 2016.
Akibatnya, mereka belum mencantumkan pembiayaan pilkada di dalam APBD
masing-masing. Apalagi, dalam ketentuan UU Nomor 1/2015 sebelum direvisi,
sebenarnya sudah diatur pembiayaan pilkada dibebankan kepada APBN.
Tiga pertanyaan
Belajar dari Pilkada
2015, ketersediaan anggaran menjadi salah satu poin krusial. Tahapan pilkada
jelas sangat teknis dan tidak bisa menunggu. Setiap tahapan sudah disusun
jauh-jauh hari, dan akan berdampak pada tahapan lainnya, andai salah satu
tahapan pilkada tertunda. Karena itu, untuk memastikan seluruh tahapan
pelaksanaan Pilkada 2017 berjalan sesuai jadwal, adalah dengan memastikan
ketersediaan anggaran.
Pada Pilkada 2017,
sejumlah 101 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serantak.
Perinciannya, 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. KPU pun sudah menetapkan
jadwal pemungutan suara, yakni 15 Februari 2017. Artinya, jika merujuk kepada
tahapan, program dan jadwal pelaksanaan Pilkada 2017 yang sudah disusun oleh
KPU, tahapan pelaksanaan pilkada harus sudah dimulai awal Juni 2016. Maka,
konsekuensi kebutuhan anggaran menjadi keniscayaan.
Ada tiga hal pokok
yang mesti dipastikan terkait persiapan anggaran pelaksanaan Pilkada 2017.
Pertama, pemerintah melalui Kemendagri mesti menjawab, apakah dari 101 daerah
yang akan melaksanakan pilkada pada Februari 2017 sudah menganggarkan biaya
pelaksanaan pilkada di APBD masing-masing. Pertanyaan ini krusial untuk
dijawab karena belum terdengar keterangan resmi Kemendagri tentang kesiapan
anggaran penyelenggaraan Pilkada 2017.
Daerah yang
melaksanakan Pilkada 2017 adalah daerah yang AMJ kepala daerahnya dalam
rentang Juli-Desember 2016 dan semua daerah yang AMJ kepala daerahya tahun
2017.
Sudahkah mencukupi?
Kedua, hal yang juga
mesti dijawab adalah jika 101 daerah sudah menganggarkan pelaksanaan pilkada
dalam APBD-nya, mesti disimulasikan apakah total biaya penyelenggaraan yang
dianggarkan sudah mencukupi untuk seluruh kebutuhan pelaksanaan Pilkada 2017.
Kepastian ketercukupan
penting karena ada desaian pelaksanaan pilkada yang berbeda dari pilkada
sebelumnya. Salah satunya adalah terdapat empat item pembiayaan kampanye oleh
negara. Desain ini membuat biaya penyelenggaraan pilkada lebih tinggi
daripada anggaran penyelenggaraan pilkada sebelumnya.
Di samping itu,
terdapat porsi pembiayaan yang sangat penting yang harus tersedia dalam
anggaran pelaksanaan Pilkada 2017. Beberapa di antaranya adalah untuk
mencetak dan mendistribuskan logistik, honorarium penyelenggara pemilihan,
honorarium pengawas pemilu, dan biaya pengamanan Pilkada 2017.
Ketiga, terkait dengan
mekanisme pencairan anggaran penyelenggaraan pilkada dari pemerintah daerah
ke KPU daerah atau kepada pengawas pemilu. Fakta empirik dari Pilkada 2015,
sebanyak 90 persen daerah menggunakan mekanisme pencairan bertahap. Beberapa
daerah menggunakan mekanisme dua kali pencairan, dan beberapa yang lainnya
menggunakan mekanisme tiga kali pencairan.
Mekanisme pencairan
ini penting dipastikan agar tidak mengganggu tahapan pelaksanaan pilkada.
Karena itu, pilihan yang paling ideal adalah pencairan anggaran pelaksanaan
pilkada dilakukan dengan mekanisme satu kali pencairan saja, yakni sebelum
tahapan pelaksanaan Pilkada 2017 dimulai.
Peran pemerintah
Pilihan ini sangat
menuntut akuntabilitas dan transparansi dari KPU daerah sebagai pengguna
anggaran. Pada titik ini, peran KPU Pusat menjadi penting untuk mengawasi
penggunaan anggaran penyelenggaraan pilkada yang nilainya tidak sedikit.
Begitu juga dengan peran pemerintah daerah, pengawas internal dan eksternal
terkait pengelolaan anggaran daerah.
Terkait anggaran
penyelenggaraan pilkada, pemerintah melalui Kemendagri mesti belajar dari
pengalaman Pilkada 2015. Ada catatan suram karena masih ada tiga daerah yang
belum mencairkan 100 persen anggaran pelaksanaan pilkada pada H-3.
Pemerintah dan
Kemendagri, serta Menteri Keuangan, mesti memastikan ketersediaan anggaran
Pilkada 2017 menjelang tahapan pilkada dimulai. Selain memastikan
ketersediaan, ketercukupan dan mekanisme pencairan juga penting untuk
dipastikan.
Kepala daerah yang
"nakal" mesti ditindak karena imbauan Kemendagri melalui telegram
dipastikan tidak ampuh mendorong setiap kepala daerah mencairkan seluruh
kebutuhan anggaran pelaksanaan pilkada. Setidaknya hal ini terjadi pada
Pilkada 2015 yang lalu.
Karena itu, pengawasan
langsung penting untuk dilakukan. Hal itu mesti dilakukan karena merupakan
konsekuensi dari pilihan meletakkan kembali pembiayaan pilkada di APBD.
Kondisi inilah yang membuat pilihan meletakkan pembiayaan pilkada melalui
APBN, penting untuk didiskusikan kembali. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar