Minggu, 19 Oktober 2014

Ukuran Ideal Kabinet Jokowi-Jusuf Kalla

                 Ukuran Ideal Kabinet Jokowi-Jusuf Kalla

W Riawan Tjandra  ;   Pengajar Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
KOMPAS,  13 Oktober 2014

                                                                                                                       


DALAM perspektif ketatanegaraan, setelah terpilihnya pasangan capres Jokowi-JK dan segera setelah mereka dilantik, perlu dibentuk kabinet yang kuat dengan para menteri yang ahli di bidangnya. Hal ini penting karena struktur kementerian bertanggung jawab untuk menuangkan visi dan misi pasangan capres terpilih ke dalam program kerja dan kegiatan sektoral.

Dalam teori hukum organisasi pemerintah, hal itu disebut dengan melakukan departemenisasi, yaitu aktivitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi pemerintah yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi pemerintahan tertentu.

UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara mengatur limitasi waktu dan postur kementerian yang bisa dibentuk presiden.

Limitasi waktu pembentukan kementerian dibatasi, harus sudah dilakukan presiden paling lambat 14 hari kerja setelah pengucapan sumpah/janji presiden. Limitasi postur kementerian dibatasi tak boleh melebihi 34 kementerian.

Pemerintahan presidensial

Hal yang penting untuk digarisbawahi terkait postur kementerian adalah bahwa dalam pembentukan postur kementerian, UU Kementerian mengacu pada prinsip sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang menitikberatkan pada peningkatan pelayanan publik prima.

Oleh karena itu, UU Kementerian juga menegaskan adanya larangan bagi menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris dan direksi perusahaan, serta pemimpin organisasi yang dibiayai dari APBN/D.
Jika mengikuti logika berpikir tersebut, sejatinya seorang menteri juga tidak boleh merangkap jabatan sebagai pemimpin partai politik karena ditinjau dari sudut aliran uang negara dari APBN/D, partai politik juga menerima pembiayaan kegiatan yang bersumber dari APBN/D.

Tengoklah, misalnya, dalam PP No 83/2012 yang mengatur bantuan keuangan parpol dari APBN dan Permendagri No 26/2013 yang mengatur bantuan keuangan bagi partai politik dari APBD, dengan jelas menunjukkan adanya aliran keuangan negara dari APBN/D ke dalam rekening organisasi partai politik.
Maka, menempatkan seseorang menjadi menteri dan sekaligus yang bersangkutan masih menjabat/merangkap sebagai pemimpin partai politik merupakan pelanggaran terhadap UU Kementerian Negara.

UU Kementerian Negara menegaskan prinsip bahwa setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Prinsip itu dalam teori hukum administrasi negara disebut prinsip tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakan secara efektif dan efisien setiap urusan pemerintahan (bestuurszorg).

Selain tiga kementerian yang nomenklaturnya disebutkan dalam UUD 1945 (menteri dalam negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan) dan tak boleh diubah oleh presiden, presiden memiliki keleluasaan dalam membentuk postur kementerian yang dalam UU Kementerian disebutkan dalam dua tipologi, yaitu kementerian yang mengelola urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945 dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

Parameter

Jika berkaca pada UU Kementerian, parameter pembentukan postur kementerian perlu mempertimbangkan empat hal, yaitu efisiensi dan efektivitas; cakupan dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan global.

Maka, sebenarnya jumlah kementerian yang akan dibentuk Jokowi-JK jangan hanya sekadar berhitung dengan kalkulasi ukuran jumlah yang dianggap berukuran mini, sedang atau tambun, karena batas maksimal yang dianggap masih ideal sebagaimana diatur dalam UU Kementerian adalah 34.

Dalam pembentukan postur kementerian, Jokowi-JK harus lebih fokus mempertimbangkan efektivitas, kapasitas, dan kompetensi kabinet yang dibentuk dalam merealisasikan visi dan misi presiden semasa kampanye melalui program kerja selama lima tahun berdasarkan keempat parameter di atas.

Dengan masih absennya eksistensi UU Administrasi Pemerintahan yang bertugas mengatur sinergi kebijakan sektoral, peran menteri koordinator sangat strategis untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian.
Tentu saja, di samping semua hal tersebut kompetensi, integritas, kepribadian, dan legitimasi publik sang calon menteri merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan presiden dalam merealisasikan janji-janji kampanye melalui kabinet yang dipimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar