Selasa, 14 Oktober 2014

Menggagas Kabinet Trisakti Jokowi

                          Menggagas Kabinet Trisakti Jokowi

Andar Nubowo  ;   Direktur Eksekutif Indostrategi; Dosen FISIP UIN Jakarta
SINAR HARAPAN,  11 Oktober 2014

                                                                                                                       


Sejak awal Oktober, perhatian publik tertuju ke kompetisi politik di parlemen antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Episentrumnya adalah “perebutan” posisi pemimpin DPR dan MPR beserta alat kelengkapan pemimpin. Praktis, KMP berhasil menyapu bersih posisi strategis di parlemen, sedangkan KIH mengalami nasib yang kurang menggembirakan sebagai koalisi pendukung penguasa dalam lima tahun ke depan.

Terlepas dari kompetisi politik elite tersebut, sesungguhnya panggung politik Indonesia akan berlangsung cukup menarik, terutama terkait relasi parlemen dan pemerintahan Jokowi-JK dalam lima tahun mendatang. Mengingat dominasi KMP di parlemen, Jokowi-JK perlu membangun sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien, yang dalam tradisi dan sejarah politik Indonesia dikenal dengan istilah Kabinet Kerja atau Zaken Kabinet. Kabinet Kerja adalah sebuah keniscayaan bagi Jokowi-JK untuk mengimbangi pola dominasi dan komunikasi politik KMP.

Uji Publik Calon Menteri

Lembaga riset Indostrategi belum lama ini melakukan riset nasional uji publik kandidat menteri dan format Kabinet Trisakti Jokowi-JK pada 21 September-1 Oktober 2014. Lembaga ini mengujipublikkan sejumlah kandidat menteri yang diusulkan lembaga publik, seperti Jokowi Center (KAUR), kabinetrakyat.com, seleksimenteri.com, Intrans, dan riset IndoStrategi sendiri yang dirilis pada 8 September 2014. Riset uji publik dilakukan dengan metode wawancara telepon terhadap 380 pakar (aktivis HAM pengamat politik, ekonomi, sosial, dan budaya; tokoh ormas, serta LSM) dari beberapa perguruan tinggi, birokrasi, dan ormas dari Sabang sampai Merauke.

Hasilnya, Indostrategi menyimpulkan, arsitektur Kabinet Jokowi-JK idealnya adalah 60 persen profesional dan 40 persen politikus profesional atau sekitar 21 menteri berasal dari kalangan profesional, tetapi mengerti juga logika dan kerja-kerja politik dan sekitar 13 menteri yang berasal dari partai politik (parpol) yang profesional. Komposisi tersebut dinilai cukup efektif membantu Jokowi-JK memenuhi janji-janji kerakyatannya. Menteri-menteri tersebut juga perlu berkapasitas tinggi dalam membangun komunikasi politik yang efektif sehingga mempermudah meyakinkan parlemen atas kebijakan dan program yang akan dilaksanakan.

Rencana Jokowi yang akan memilih 16 menteri dari parpol, sedangkan 18 sisanya adalah profesional tampaknya masih memberikan ruang besar bagi politik akomodatif atau “bagi-bagi kekuasaan”. Skema ini terlalu berisiko sebab akan mengulang inefektivitas struktur kabinet pada masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-JK dan SBY-Boediono yang berkali-kali bongkar pasang menteri (reshuffle) akibat impotensi, inkompetensi, dan korupsi sejumlah menteri yang berasal dari parpol.

Selama ini terdapat silent consensus di kalangan elite politik bahwa pos-pos kementerian adalah “lumbung padi” bagi parpol. Partai berebut menempatkan kadernya ke pos-pos kementerian “basah”, seperti Kementerian Ekonomi, Kementerian ESDM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Kehutanan. Karena itu, pos-pos tersebut sebaiknya diisi para profesional yang siap bekerja untuk rakyat dan Jokowi, bukan bagi parpol.

Indostrategi merekomendasikan kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk menempatkan figur-figur yang kompeten di bidangnya, berintegritas dan berkarakter kuat, serta berkomitmen kerakyatan tinggi. Dengan begitu, sejumlah tokoh bangsa yang ditempatkan pada 34 kementerian akan membawa angin perubahan bagi Indonesia selama lima tahun mendatang. Jokowi harus menepati janji-janjinya yang telah ”dibeli” oleh rakyat.

Kementerian Strategis

Menilik visi-misi dan janji Jokowi-JK, terdapat beberapa pos kementerian unggulan dan strategis, di antaranya Kementerian Maritim; Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri); Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemenristek); serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendiknas). Pos-pos tersebut terkait erat dengan janji Jokowi saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) lalu tentang poros maritim/tol laut, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar.

Di bidang maritim, Indonesia dihadapkan kepada tanggung jawab besar menjadikan bangsa yang besar ini sebagai poros maritim dunia. Potensi ekonomi biru Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,2 triliun per tahun. Potensi bahari dan wisata bahari juga cukup besar dan perlu dikelola dengan baik untuk membuka lapangan pekerjaan bagi 40 juta orang. Sayangnya, selama ini kekayaan pesisir yang begitu melimpah belum digarap serius.

Untuk urusan dalam negeri, negara ini masih menyisakan banyak problem kebangsaan, seperti korupsi, konflik komunal, kemiskinan, pengangguran, hingga efektivitas kebijakan otonomi daerah. Era transisi demokrasi di Indonesia memberi “beban” tambahan bagi kinerja Kemendagri, namun ini akan berjalan sesuai harapan jika sosok yang menempati posisi ini berwawasan nasional paripurna dan mengerti cara menyelesaikan berbagai problem tersebut.

Begitu pun pendidikan nasional. Sektor ini masih membutuhkan kerja keras agar semakin banyak terlahir generasi unggul di bidang riset dan teknologi. Indonesia dapat dikatakan masih tertinggal dari sejumlah negara lain karena visi pendidikan kita terdisorientasi sehingga kebijakan pendidikan, keahlian riset, dan pengetahuan teknologi masih berada dalam prioritas rendah.
Revolusi mental bisa dimulai dengan menempatkan figur-figur pekerja, petarung, sekaligus komunikator politik yang baik. Mereka inilah yang nantinya menjadi pelengkap bahkan “bemper utama” bagi kebijakan dan program Jokowi-JK.

Realitas dominasi KMP di parlemen meniscayakan kabinet yang berjiwa pekerja, petarung, dan komunikator yang efektif. Tanpa barisan menteri yang solid, tak mustahil kepemimpinan Jokowi-JK akan menuai kritik baik dari parlemen yang terutama dari kubu KMP dan masyarakat.

Riset Indostrategi yang dirilis pada 3 Oktober merekomendasikan figur-figur terbaik bangsa untuk mengisi pos-pos kementerian strategis, seperti Isran Noor (mendagri), Suyanto (menteri pendidikan nasional), Bambang Setiaji (menteri riset dan teknologi), dan Rokhmin Dahuri (menteri maritim). Selain itu, Indostrategi mengusulkan Tjahjo Kumolo sebagai sekretaris negara, Sri Adingsih sebagai menteri keuangan, dan Rizal Sukma sebagai menteri luar negeri.

Jokowi tengah membangun tradisi politik baru, yakni pelibatan partisipasi publik dalam setiap pengambilan kebijakan. Sejumlah elemen masyarakat telah mengajukan dan merekomendasikan kader-kader terbaik bangsa. Meskipun demikian, semuanya diserahkan kepada Jokowi untuk memilih pembantunya. We propose and Jokowi disposes!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar