Berjaya
Lewat Laut
Ade Febransyah dan Ajo Zein ; Ade Febransyah adalah Dosen di Prasetiya Mulya
Business School; Ajo Zein(?)
|
KORAN
TEMPO, 03 Oktober 2014
Dalam periode 2007–2014, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara
yang masih berkutat dalam problem logistik. Indeks kinerja logistik (logistics performance index) kita
masih belum memuaskan, di kisaran 2,76–3,13 dari skala 5,0.
Masih adanya persoalan kinerja logistik membuat para pelaku bisnis dan
masyarakat pengguna terbebani biaya tinggi. Ketidakefisienan rantai pasokan
membuat pelaku bisnis, khususnya UMKM, sulit berkompetisi. Di tengah
rendahnya kinerja logistik nasional, rantai pasokan pun akan dikuasai oleh
jaringan retail modern besar yang berorientasi margin tanpa peduli asal-usul
produk tersebut. Lemahnya rantai pasokan nasional semakin mengucilkan banyak
pelaku lokal di tengah gempuran liberalisasi perdagangan.
Ketika problem kinerja logistik dilihat secara parsial, upaya untuk
mengatasinya pun menjadi terlokalkan. Infrastruktur sering kali dijadikan
sebagai kambing hitam akibat rendahnya kinerja logistik. Meski ketersediaan
infrastruktur yang memadai merupakan syarat untuk kinerja logistik, tidak ada
kausalitas di antara keduanya. Diperlukan strategi desain yang tepat untuk
aliran produk yang efisien dan efektif.
Dari MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia) 2011–2025, ada enam koridor ekonomi utama di Indonesia, yaitu
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan
Maluku. Setiap koridor ekonomi memilliki tema pembangunannya sendiri-sendiri.
Dengan keberagaman tema pembangunan dari semua koridor ekonomi tersebut,
tantangan ke depan adalah menciptakan integrasi ke dalam dan koneksi ke global
(locally integrated, globally connected).
Konektivitas kemudian menjadi kata kunci dalam pembangunan ekonomi.
Bagi para eksportir, kemudahan, kelancaran, dan keefektifan biaya dalam
pengiriman produk menjadi keharusan. Namun, pada kenyataanya, semuanya masih
sulit terwujud karena konektivitas antar-pemangku kepentingan pembangunan
ekonomi masih rendah.
Menyadari Indonesia adalah negara kelautan, pendekatan yang
mengoptimalkan pergerakan aliran produk lewat laut perlu dikedepankan.
Gagasan tol laut yang diperkenalkan Jokowi semasa kampanye sangat menarik
untuk dikonsepkan lebih lanjut. Untuk mengoptimalkan segala pergerakan
produk, diperlukan desain rantai pasokan yang tepat. Penjabaran tol laut
dapat dilakukan dengan mengadopsi konsep cross
docking yang sukses dipraktekkan dalam industri retail.
Idenya sederhana saja. Ketika banyak pemasok yang digunakan untuk
menyalurkan berbagai produk ke banyak titik permintaan, adakanlah beberapa
pengepul (pooler) sebagai tempat
persinggahan aliran produk dari pemasok sebelum dikirim ke titik-titik
permintaan. Model cross docking
untuk rantai pasokan tidak ubahnya seperti sistem hub and spoke dalam industri penerbangan. Ketimbang mengangkut
sedikit penumpang dari satu lokasi (spoke)
ke satu lokasi lainnya yang jauh, akan lebih baik mengantarkan sedikit
penumpang dari beberapa lokasi ke satu hub atau pool. Selanjutnya, dari satu
hub akan diantarkan banyak penumpang ke beberapa tujuan akhir.
Secara intuitif, mengirimkan produk dalam jumlah besar dari satu tempat
ke beberapa titik permintaan akan lebih efisien ketimbang mengirimkan dalam
jumlah kecil dari satu pemasok ke satu titik permintaan. Lewat pengoptimalan,
model cross docking ini terbukti mampu mengefisienkan rantai pasokan guna
menghindari pemborosan.
Dengan membangun fasilitas cross
docking di beberapa pulau kecil, pengembangan daerah pesisir, daerah
terpencil, dan sektor UMKM dimungkinkan tanpa keharusan membangun
infrastruktur darat yang mahal. Cross
docking harus didesain untuk memiliki fasilitas pertambahan nilai dari
berbagai produk yang masuk. Buah-buahan dan sayur-sayuran dapat diolah dan
dikemas menarik agar siap dipasarkan. Demikian pula untuk produk perikanan,
di mana nelayan cukup berlabuh dan ikan tangkapan dapat langsung diproses
sehingga lebih segar saat dikirim. Hal yang sama dapat berlaku untuk berbagai
produk peternakan. Karena ada nilai tambah dari proses manufaktur yang
dijalankan cross docking, akan terjadi penghematan dalam sistem rantai pasokan
nasional.
Membingkai kembali Indonesia sebagai negara kelautan membutuhkan
pandangan imajinatif-konstruktif dari setiap pemangku kepentingan. Bayangkan
kembali, lewat rantai pasokan nasional yang kokoh, hasil pertanian,
perkebunan, perikanan, peternakan, dan produk dari sektor UMKM dapat
dialirkan secara cepat dan murah melewati pulau-pulau kecil kita sebelum
dikirim ke berbagai tujuan akhir.
Peran pulau-pulau kecil sebagai tempat persinggahan aliran berbagai
produk merupakan penentu keberhasilan konektivitas aliran barang di darat dan
laut. Memang lewat lautlah nasib bangsa ini di masa depan akan ditentukan. Jalesveva jayamahe! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar