Kamis, 24 April 2014

Warga Kelola Transportasi Publik

Warga Kelola Transportasi Publik  

Nathalia Diana Pitaloka  ;   Alumni Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB
KORAN JAKARTA, 22 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Beberapa tahun terakhir ini, masalah kemacetan di kota-kota besar Indonesia terasa semakin memprihatinkan. Sebagai contoh, jika sebelumnya kemacetan di Kota Bandung hanya terjadi pada akhir pekan dan di ruas-ruas jalan tertentu saja, kini terjadi kapan dan di mana saja.

Ini melelahkan dan merugikan. Kemacetan, pada dasarnya, karena pertumbuhan (penggunaan) kendaraan pribadi terus meningkat. Dinas Perhubungan Kota Bandung menyebutkan pada tahun 2010, jumlah kendaraan pribadi 1,2 juta unit.

Perinciannya : sepeda motor 800 ribu dan mobil 400 ribu. Pada tahun 2012, jumlah tersebut meningkat menjadi 2,2 juta unit (1,3 juta dan 900 ribu).

Ditambah lagi, ada 15 ribu sampai 20 ribu unit kendaraan yang masuk Bandung setiap akhir pekan, sementarajalan tidak pernah bertambah.

Banyak yang melatarbelakangi peningkatan jumlah kendaraan pribadi, di antaranya alih fungsi guna lahan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan pergerakan yang diakibatkan. Kemudian, kualitas transportasi publik tidak memadai. Ini membuat masyarakat beralih ke kendaraan pribadi.

Belum lagi kebijakan pemerintah akan kemudahan para produsen kendaraan sehingga kendaraan pribadi semakin terjangkau. Namun, semenjak Ridwan Kamil menjabat sebagai Wali Kota Bandung, muncul sebuah harapan baru.

Berbagai program diluncurkan untuk mengembalikan Bandung sebagai kota nyaman, termasuk mengatasi kemacetan. Program jangka pendek yang saat ini sudah berjalan, di antaranya setiap Senin dan Kamis, siswa SD, SMP, serta SMA menikmati bus sekolah gratis.

Kemudian, setiap Jumat diharapkan masyarakat bersepeda ke kantor ataupun sekolah. Untuk jangka menengah dan panjang dibangun monorel dan cable car daerah berbukit.

Yang paling krusial, pelayanan angkutan umum tidak dapat diandalkan, ngetem, ugal-ugalan, dan menentukan tarif sesukanya sehingga menyebabkan masyarakat mulai meninggalkan angkutan umum. Dampaknya, pendapatan para sopirangkutan umum semakin berkurang.

Masyarakat

Riset Indie (sebuah kelompok penelitian independen) mencoba untuk memotong lingkaran tersebut. Setelah mengundang beberapa ahli untuk memetakan kemacetan di Kota Bandung bersama komunitas kreatif lainnya, Riset Indie juga menginisiasi kegiatan Angkot Day.
Pada hari itu, masyarakat dapat menikmati pelayanan angkutan umum rute Kebon Kelapa-Dago dengan nyaman (gratis, tidak ngetem, dan tidak ugal-ugalan). Begitu juga dengan para sopir angkutan umum, dapat memberi pelayanan terbaik tanpa perlu merisaukan pendapatan.

Ya, hari itu, Riset Indie menyewa 200 angkutan umum yang dananya berasal dari anggota komunitas dan para donatur. Sebagai tindak lanjut kegiatan tersebut, kini Riset Indie bekerja sama Organda dan Pemerintah Kota sedang mencoba mengembangkan konsep integrasi angkutan umum.

Dengan terintegrasinya angkutan umum, akan ada standar pelayanan. Pengelolaan dan pengawasannya pun akan lebih mudah. Selain itu, agar program ini dapat terjaga keberlanjutannya, Riset Indie juga sedang berusaha membentuk sebuah forum yang anggotanya merupakan kelompok masyarakat pengguna angkutan umum.

Forum inilah yang akan mengelola angkutan umum di Kota Bandung secara mandiri. Forum tersebut berkaca pada keberhasilan Central Park Conservancy, sebuah organisasi privat nonprofi t yang mengelola Central Park di New York. Organisasi yang dibentuk pada tahun 1980 itu merupakan kelompok masyarakat yang peduli pada perbaikan dan peningkatan Central Park.

Walaupun begitu, organisasi tersebut masih berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota New York. Meskipun belum dapat dipastikan keberhasilannya, seperti gebrakan yang diberikan Ridwan Kamil, konsep yang disusun Riset Indie juga memberi suatu harapan baru bagi pelayanan transportasi publik yang lebih baik di Kota Bandung.

Apabila masyarakat mengelola sendiri angkutan umumnya, seharusnya hasilnya akan lebih efi sien. Sebab andil besar dalam pengelolaan angkutan umum tersebut dimiliki masyarakat sebagai stakeholder utama, yaitu pengguna angkutan umum. Hasilnya pun akan lebih tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Warga paling memahami pelayanan yang diharapkan sehingga tidak ada lagi alasan untuk meninggalkan angkutan umum. Dalam prosesnya, masyarakat akan terpicu menghasilkan ide-ide yang kreatif demi terciptanya pelayanan angkutan umum sesuai dengan harapan baik dalam pengumpulan dana maupun pengelolaannya karena hasilnya akan mereka nikmati sendiri.

Keterlibatan secara langsung membuat warga merasa memiliki dan bertanggung jawab besar terhadap keberlanjutan angkutan. Secara logika, ini seharusnya membuat penumpang turut serta memanfaatkannya. Pengelolaan angkutan umum oleh forum masyarakat akan lebih terorganisasi daripada dilakukan pengusaha secara sendiri-sendiri.

Pengelolaan angkutan umum oleh kelompok tersebut tidak akan terpengaruh pergantian kepemimpinan, meskipun pada pelaksanaannya tetap bertanggung jawab pada pemerintah kota.

Secara teori, pelayanan angkutan umum yang lebih baik seharusnya bisa membuat rakyat beralih dari kendaraan pribadi. Namun, apakah pada pelaksanaannya benar-benar berhasil? Untuk menjawab harus dicoba, maka harus ada yang memulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar