LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN
TPP
dan RCEP
Tim Kompas
|
KOMPAS,
15 April 2014
FRUSTASI
karena perundingan Putaran Doha WTO seperti tidak berujung berakibat pada
banyak negara membuat perjanjian perdagangan bilateral atau regional. Begitu
pula ASEAN.
ASEAN
memulai perundingan perdagangan bebas antarnegara anggotanya sejak 1993.
Mereka bersepakat menurunkan proteksi dagang dengan membuat Common Effective
Preferential Tariff, yang menurunkan sejumlah bea masuk hingga 0-5 persen.
Tahun
2000, ASEAN meningkatkan perundingan perdagangan dengan luar ASEAN. Saat ini
ada 23 perjanjian perdagangan. Dua tantangan besar dengan melimpahnya
perjanjian perdagangan itu adalah kualitas serta beragamnya komitmen,
standar, dan syarat perdagangan.
Kenyataan
ini disadari pemimpin ASEAN sehingga mulai dipikirkan perjanjian perdagangan
yang lebih luas. Saat ini negara-negara ASEAN memasuki dua perundingan
multilateral dalam lingkup Asia Pasifik: Trans Pacific Partnership (TPP) dan
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Perjanjian
TPP melibatkan 12 negara dan Amerika Serikat menjadi motor. Saat ini empat
anggota ASEAN bergabung dalam TPP, yaitu Brunei, Malaysia, Singapura, dan
Vietnam. Anggota lain adalah Australia, Kanada, Cile, Jepang, Meksiko,
Selandia Baru, Peru, dan AS. Sementara itu, di dalam RCEP semua anggota ASEAN
terlibat, ditambah dengan Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, India, Australia,
dan Selandia Baru.
Sejumlah
pengamat menyebut TPP lebih berkualitas karena meliberalisasi investasi,
perlindungan atas kekayaan intelektual, pertanian, dan jasa keuangan, serta
menghindari berbagai pengecualian yang banyak terjadi di perjanjian
perdagangan. Sektor-sektor tersebut dianggap isu sensitif bagi banyak negara,
tetapi jika kesepakatan ditandatangani akan menjadi lebih langgeng.
Meski
demikian, TPP memiliki sejumlah persoalan. Isu pertanian dan kekayaan
intelektual akan menghadapi rintangan. Masalah ini pula yang menghambat
perundingan Putaran Doha karena negara-negara anggota cenderung memproteksi
sektor pertanian serta berusaha menghindari tuntutan soal hak kekayaan
intelektual.
Keanggotaan
TPP juga memunculkan persoalan geopolitik karena tiga negara besar—Indonesia,
India, dan Tiongkok—tidak menjadi anggota. Tak pelak lagi, TPP dicurigai
sebagai upaya AS menghadang pengaruh ekonomi Tiongkok di Asia. Isu ini harus
ditangani secara hati-hati karena bisa memunculkan masalah baru.
Pada
sisi lain, RCEP merupakan kombinasi dua proposal perjanjian perdagangan
bebas, yaitu East Asia Free Trade Area (yang dipimpin Tiongkok) dan
Comprehensive Economic Partnership in East Asia (yang dipimpin Jepang).
Kombinasi itu menghasilkan RCEP yang dipimpin ASEAN. Kerja sama ini lebih
berfokus pada upaya menyelaraskan berbagai komitmen, syarat perdagangan,
serta standar yang tumpang tindih dan tidak konsisten.
Secara
umum ambisi RCEP tidak semuluk TPP. RCEP lebih memikirkan kesepakatan tunggal
mengenai perdagangan produk, baru kemudian kemungkinan penurunan bea masuk.
Perundingan ini juga jauh dari pembahasan hambatan nontarif. Apabila TPP
membahas sekitar 20 isu nontarif, RCEP hanya membahas 6 isu nontarif.
RCEP
juga memiliki cakupan geografis lebih terbatas dibandingkan dengan TPP dan
mereka juga tidak memasuki wilayah sensitif, seperti pertanian dan hak
kekayaan intelektual. Karena itu, RCEP dinilai lebih realistis sehingga lebih
besar kemungkinannya untuk berjalan.
Namun,
rendahnya kualitas kesepakatan itu membuat rendah pula keuntungan yang
didapat anggotanya. Karena itu, beberapa negara lebih melirik perjanjian
perdagangan lain. Peran AS yang absen dalam RCEP juga menyebabkan munculnya
pertanyaan sejauh mana dampak perjanjian ini secara luas.
Menimbang teliti
Tidak
tertutup kemungkinan bahwa Indonesia masuk dalam TPP. Namun, karena dua
proposal itu saling berkompetisi,
kecil
kemungkinan kedua perjanjian tersebut secara simultan memberikan keuntungan.
Oleh karena itu, ASEAN perlu
mempertimbangkan
baik-baik kesepakatan mana yang akan
dipilih.
RCEP
lebih mudah direalisasikan, tetapi melihat keuntungan yang didapat TPP,
Jepang bergabung ke TPP; sementara Korea Selatan sudah menyatakan minatnya.
RCEP
akan menempatkan ASEAN sebagai pusat kesepakatan dagang, sementara TPP
cenderung meninggalkan ASEAN sebagai pusat perjanjian. Persoalan geopolitik
juga akan menempatkan ASEAN pada posisi rumit dengan melihat analisis yang
menyebutkan TPP lebih dipengaruhi AS, sementara RCEP dalam pengaruh Tiongkok.
Indonesia
bisa saja tidak memilih TPP karena alasan melindungi sektor pertanian dan
kepentingan domestik lain. Namun, apabila TPP terwujud dalam dua tahun
mendatang, Indonesia hanya akan menjadi penonton dari arsitektur baru
perdagangan di Asia Pasifik.
Strategi
yang bisa dilakukan Indonesia adalah membuat akses ke TPP sambil melihat
untung- ruginya. Perlu juga dikaji munculnya keluhan dari dua negara ASEAN
peserta TPP yang mengaku tidak mendapat manfaat dari TPP.
Terkait
dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, apabila TPP dan RCEP kelak disepakati,
terutama TPP, banjir produk impor ke Indonesia akan makin besar karena
beberapa anggota ASEAN bisa menjadi pintu masuk berbagai produk dengan negara
mitra dua kesepakatan perjanjian perdagangan itu. Masalah ini muncul karena
MEA menyepakati peningkatan akses pasar di dalam anggota ASEAN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar