Pertumbuhan
Dua Digit
Slamet Sutomo ; Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Regional;
Mantan Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik
|
KOMPAS,
22 April 2014
BEBERAPA
waktu yang lalu, Presiden Boston
Institute for Developing Economies Profesor Gustav F Papanek menyatakan
bahwa ekonomi Indonesia berpeluang tumbuh lebih baik, yaitu sekitar 10
persen, pada tahun-tahun mendatang dengan menekankan pada basis industri
pengolahan padat karya.
Pernyataan
tersebut perlu diantisipasi dengan sebaik-baiknya karena hal itu menyangkut
negara yang kita cintai, Indonesia. Tulisan ini juga diharapkan dapat
memberikan masukan kepada para calon anggota legislatif dan eksekutif yang
nanti terpilih.
Penulis
ingin menanggapi pernyataan itu ditinjau dari sisi beban ekonomi Indonesia
seandainya tumbuh sekitar 10 persen pada tahun-tahun mendatang, yakni periode
pemerintahan baru lima tahun mendatang, 2014-2019. Guna mencapai rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi 10 persen per tahun, berarti skenario laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama periode itu diasumsikan, misalnya, 7 persen pada 2014, 8 persen pada 2015, 9 persen pada
2016, 10 persen pada 2017, 11 persen pada 2018, dan 12 persen pada 2019.
Jangan eksploitasi SDA
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia pada 2013 tumbuh 5,78
persen. Jika pada 2014 ekonomi Indonesia tumbuh 7 persen, produk domestik
bruto (PDB) Indonesia—sebagai ukuran kinerja ekonomi—pada tahun itu
diperkirakan Rp 2.963,3 triliun atas dasar harga konstan, atau Rp 10.015,9 triliun
atas dasar harga berlaku jika inflasi total (PDB) diperkirakan sekitar 4
persen pada tahun tersebut.
Perkiraan
PDB Indonesia tahun-tahun berikutnya dapat dihitung dengan mempertimbangkan
laju pertumbuhan sebagaimana diasumsikan di atas dan besarnya inflasi
diperkirakan sekitar 4 persen setiap tahun selama 2014-2019.
Dari
hasil penghitungan penulis, PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada 2019
diperkirakan Rp 19.606,3 triliun. Dari
hasil perhitungan ini, terlihat bahwa untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi
rata-rata 10 persen selama periode 2014-2019 ekonomi Indonesia harus
meningkat Rp 10.000 triliun-an selama 5 tahun, atau Rp 2.000 triliun-an per
tahun selama periode 2014-2019.
Kenaikan
PDB sebesar itu merupakan beban bagi Indonesia dan butuh upaya sangat serius
dari pemerintahan baru. Sebab, selama periode-periode sebelumnya PDB
Indonesia hanya meningkat sekitar Rp 700 triliun-Rp 1.000 triliun per tahun.
Artinya, dengan target tersebut, PDB Indonesia diharapkan meningkat sekitar dua
kali atau lebih dari ”biasanya”.
Permasalahan
yang timbul, sektor ekonomi mana yang diharapkan dapat ditingkatkan secara
drastis agar mencapai target pertumbuhan ekonomi 10 persen? Ekonomi Indonesia belakangan ini sangat
ditunjang oleh pertumbuhan sektor-sektor jasa, seperti sektor pengangkutan
dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor konstruksi,
dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
Sektor-sektor
ini sudah tentu kurang memenuhi harapan kalau dikaitkan peningkatan lapangan
kerja sebagaimana diharapkan Papanek. Sebab, sifat sektor non-tradable ini tidak banyak menyerap
tenaga kerja. Sementara itu, sektor pertanian, yang menyerap banyak tenaga
kerja, tumbuh dengan tendensi yang semakin melambat, demikian juga sektor
industri manufaktur.
Penulis
tidak sependapat jika kenaikan PDB Indonesia yang sekitar Rp 2.000 triliun
setiap tahun dipacu pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang berlebihan
(tereksploitasi). Pengalaman selama ini menunjukkan, banyak SDA Indonesia
yang terkuras dan hancur sebagai dampak dari pemanfaatan yang tidak
terkendali. Dampak tersebut misalnya kerusakan lingkungan, kerusakan sumber
daya ekonomi Indonesia seperti rusaknya hutan Indonesia di Kalimantan,
tereksploitasinya sumber daya mineral di Papua, dan berubahnya posisi
Indonesia dari eksportir jadi importir pada kasus tertentu, seperti minyak.
Kalaupun
Indonesia masih membutuhkan SDA sebagai salah satu sumber penghasilan negara,
pemanfaatannya perlu diatur secara saksama dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan rakyat. SDA tak hanya
digunakan sebagai salah satu sumber ekspor bahan mentah dari Indonesia ke
negara-negara tertentu, tetapi rakyat tidak menerima manfaatnya secara
optimal.
Tak perlu memaksa diri
Sebenarnya
penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 240 juta jiwa pada 2014 ini
merupakan potential demand untuk berbagai kegiatan ekonomi di dalam negeri.
Berdasarkan data BPS, sekitar 58 persen dari PDB Indonesia disumbang oleh
pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia. Ini berarti penduduk Indonesia
menyumbangkan pengeluaran konsumsinya untuk meningkatkan produktivitas
berbagai kegiatan ekonomi di dalam negeri karena masyarakat butuh berbagai
produk atau barang dan jasa sebagai konsumsi mereka.
Setiap
produk yang dikonsumsi masyarakat menghasilkan nilai tambah bagi
kegiatan-kegiatan ekonomi dalam negeri, yang berarti meningkatkan PDB
Indonesia. Karena itu, pemerintahan mendatang perlu mempertimbangkan
pengembangan ekonomi dalam negeri secara optimal karena potential demand dari
masyarakat yang besar tadi, misalnya melalui peningkatan kapabilitas
masyarakat melalui berbagai pendidikan
dan pelatihan kerja.
Alternatif
lain adalah mengembangkan hasil-hasil SDA menjadi produk jadi yang diproses
di dalam negeri sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih besar daripada
mengekspor SDA ke luar negeri tetapi dalam bentuk bahan mentah. Kalaupun
Indonesia belum mampu secara cepat mendorong perkembangan ekonomi SDA yang
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi itu, atau belum mampu meningkatkan
kemampuan kapabilitas masyarakat yang berdampak pada peningkatan daya beli
mereka, tidak perlu terlalu memaksakan agar ekonomi Indonesia tumbuh 10
persen per tahun.
Ekonomi
Indonesia memang memiliki peluang tumbuh lebih baik pada masa-masa yang akan
datang. Sebab, Indonesia punya berbagai sumber daya (alam dan juga manusia).
Akan tetapi, dengan prinsip tumbuh moderat dan hasilnya dinikmati rakyat,
rasanya lebih baik daripada tumbuh tinggi tetapi sumber daya tereksploitasi
dan hancur. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar